Udah terima aja, toh kesedihan itu datangnya sepaket dengan kebahagiaan. Bingkisan tentang peristiwa yang berisi 10 pc kebahagiaan dan 1 pc kesedihan.Â
Lihat? Bahkan dalam satu paket bingkisan peristiwa, Allah hanya menitipkan satu pc kesedihan lalu kamu masih mengeluh? Kamu masih merasa sedih? Gak salah memang ketika pepatah mengatakan seribu kebaikan yang kita lakukan akan runtuh dengan satu kesalahan yang kamu perbuat.
Dunia jahat bukan? Sudah tau dunia itu jahat tapi kamu tidak menjadikanmu cerdas, makanya belajar! Kamu hanya perlu melakukan satu kesalahan saja, satu aja gausah banyak banyak. Dari satu kesalahan kamu akan diperlakukan tidak adil dan yakinlah kamu akan sedih, merasa bahwa dunia tidak adil merasa orang-orang begitu kejam dan lain sebagainya.Â
Ah dasar baperan! Kuncinya adalah ingat! Kita tidak mungkin bisa membahagiakan semua orang. Jangan dengarkan semua kata orang. Lagi-lagi kita dituntut untuk hidup di dunia ini untuk menjadi insan yang cerdas, itu wajib bin harus.Â
Jangan sampai kita dibodohi oleh orang-orang yang hanya berkomentar tentang hidup kita. Jangan sampai kita dibodohi oleh orang-orang yang tidak pernah menghargai usaha kita, yang tidak pernah tau usaha kita. Kita dituntut untuk bisa mem filter apa-apa yang orang komentari tentang kita. Ada kalanya itu baik dan membangun, dan ada kalanya itu sampah. Buang saja.
Menjadi insan yang cerdas dan perempuan yang cerdas menjadi kriteria utama tentang seni menikmati hidup. Untuk tidak dipandang sebelah mata tentang kemampuan dan peran. Untuk tetap dihargai bukan hanya dihormati.Â
Untuk tidak diinjak-injak saat kita sama-sama memiliki hak. Terus bagaimana caranya menjadi manusia yang cerdas? Ya tentu saja kita belajar dari setiap kotak peristiwa yang berisi 10 pc kebahagiaan dan 1 pc kesedihan. Setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup itu datang dengan alasan yang pasti mendewasakan, tinggal bagaimana kita mau belajar atau tidak.
Ada yang tahu bagaimana otak yang cerdas itu bekerja? Otak yang cerdas bekerja dengan kepala, nurani, pengalaman dan ilmu. Hasil akhirnya adalah berupa mulut dan apa apa yang keluar dari mulut.Â
Jelas, bahwa mereka yang hanya bisa misuh misuh adalah mereka yang bekerja dengan kepala saja dan sesekali mungkin menggunakan ilmu, sedang mereka tidak bekerja dengan nurani. Orang-orang akan merasa sangat tidak dihargai ketika lawan bicara, berbicara dengan nada tinggi cenderung misuh.Â
Meskipun tidak menutup kemungkinan, sekarang ini fenomenanya adalah bahwa yang misuh-misuh jauh lebih didengarkan daripada yang berbicara lirih dan elegan. Dan lagi-lagi, hidup itu dinamis. Tetap pada hakikatnya bahwa manusia lebih menyukai untuk diperlakukan halus, lembut dengan nada bicara yang santai, enak dan tidak merusak telinga dan perasaan.
Maka, perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan. Semua yang kamu lakukan nyata akan kembali kepada dirimu, tidak sekarang mungkin nanti esok atau lusa. Jangan sedih lagi yaa, tak semestinya kamu menyimpan komentar-komentar sampah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H