Mohon tunggu...
Joce Oey
Joce Oey Mohon Tunggu... -

LC67.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sel Hewan Lebih Adaptif dari Sel Tumbuhan?

21 September 2017   11:01 Diperbarui: 21 September 2017   15:38 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bumi telah mulai terbentuk sejak jutaan tahun silam, dan sampai saat ini, terdapat jutaan organisme yang telah hidup. Untuk bertahan hidup, mereka melakukan adaptasi. Adaptasi biasa terjadi karena adanya seleksi alam, dimana organisme dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang terus berubah. Adaptasi dibagi menjadi tiga macam, yaitu adaptasi morfologi, adaptasi fisiologi, serta adaptasi tingkah laku.

Adaptasi morfologi adalah suatu cara bagi organisme untuk bertahan hidup dengan mengubah bentuk bagian tubuhnya supaya bisa menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Pada adaptasi morfologi, perubahan bentuknya dapat dilihat secara fisik.

Adaptasi fisiologi adalah cara organisme untuk bertahan hidup dengan menyesuaikan fungsi tubuh bagian dalam terhadap lingkungannya. Adaptasi ini melibatkan fungsi organ tubuh organisme dan zat tertentu dalam proses metabolisme.

Adaptasi tingkah laku adalah cara organisme untuk bertahan hidup dengan cara menyesuaikan tingkah lakunya dengan lingkungan sekitar. Biasanya, adaptasi ini ditandai dengan bagaimana tindakan suatu organisme dalam melindungi diri dari pemangsanya.

Jika dibandingkan, bagaimana adaptasi antara jaringan hewan dengan jaringan tumbuhan?
Jaringan tumbuhan terbagi menjadi dua, yaitu jaringan embrional dan jaringan dewasa. Jaringan embrional sering disebut sebagai jaringan meristem. Jaringan meristem merupakan sekelompok sel tumbuhan yang bersifat meristematik (aktif membelah)

Berdasarkan asalnya, jaringan meristem dibagi menjadi dua, yaitu meristem primer dan meristem sekunder. Meristem primer berasal dari sel inisial, sehingga disebut promeristem, sedangkan meristem sekunder berasal dari frase dewasa, yaitu kambium. Arah tumbuh meristem primer adalah keatas, yang membuat tumbuhan tersebut mengalami pertambahan tinggi, sedangkan meristem sekunder tumbuh kesamping, sehingga tumbuhan itu memiliki batang yang bertambah besar.

Berdasarkan posisinya, meristem dibagi menjadi tiga, yaitu apikal, interkuler, dan lateral. Apikal berada diujung batang dan akar, interkuler berada diantara ruas-ruas batang, sehingga hanya ada pada tumbuhan beruas, sedangkan lateral berada disamping akar dan batang (untuk pembesaran akar dan batang).

Jaringan dewasa terbagi menjadi jaringan pelindung, dasar, vaskuler, serta gabus. Jaringan pelindung berfungsi untuk melindungi bagian dalam tumbuhan. Jaringan dasar terbagi menjadi dua, yaitu parenkim (tempat penyimpanan) serta penyokong yang terbagi lagi menjadi kolenkim dan sklerenkim. Pada jaringan vaskuler, terdapat xilem yang mengangkut air dan mineral dari akar ke daun serta floem yang mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke seluruh tubuh. Jaringan gabus berguna melindungi jaringan lain supaya tidak kehilangan air, dan terbagi menjadi felem dan feloderm.

Seperti halnya pada tumbuhan, jaringan hewan pun tersusun atas berbagai macam sel. Pada hewan mamalia (hewan tingkat tinggi), terdapat empat tipe jaringan dasar, yaitu jaringan epitel, jaringan pengikat, jaringan otot, serta jaringan syaraf. Jaringan epitel tersusun dari sel yang terikat satu sama lain, melapisi permukaan tubuh, sebagai pembatas antar organ dan rongga dalam tubuh. Jaringan pengikat berfungsi sebagai penyangga serta menyatukan jaringan dengan organ-organ lain. Jaringan otot terdiri dari serabut-serabut otot (myofibril) yang tersusun dari sel-sel otot. Fungsi jaringan otot ini adalah sebagai alat gerak aktif, dimana otot memiliki kemampuan berkontraksi dan berelaksasi sehingga dapat menggerakan tubuh. Yang terakhir, terdapat jaringan syaraf yang tersusun oleh sel-sel syaraf yang disebut neuron. Bentuknya bercabang-cabang, menghubungkan antar jaringan. Fungsinya yaitu untuk menerima, mengolah, serta merespon setiap rangsang yang diterima oleh sel tersebut.

Mengenai pernyataan dimana sel hewan lebih mampu beradaptasi daripada sel tumbuhan, saya kurang setuju. Saya lebih setuju bahwa sel tumbuhan bersifat lebih adaptif. Bukti yang bisa saya sampaikan antara lain adalah keberadaan atau eksistensi tanaman purba lebih mudah dijumpai pada masa sekarang ini, seperti contohnya tanaman paku dan tanaman lumut. Bukti bahwa tanaman purba lebih mudah ditemui daripada hewan purba menunjukan bahwa sel pada tanaman adalah sel yang kuat. Sel terbagi menjadi sel yang kuat serta sel yang terspesialisasi. Sebuah sel dapat dikatakan sebagai sel yang kuat ketika ia bersifat adaptif, atau dengan kata lain sel tersebut mampu menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan lingkungan dengan mudah. Pada sel yang kuat, terjadi proses diferensiasi sel, dimana terjadi perubahan morfologi serta fisiologi menuju spesialisasi yang terjadi didalam sel, jaringan, maupun organ selama proses perkembangan dari tingkat meristematik hingga tingkat dewasa. Sel yang terspesialisasi adalah sel yang mengalami perubahan yang mengikuti fungsi, yang dibebankan pada sel dalam tubuh tumbuhan. Berdasarkan pada pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tumbuhan memiliki sel yang lebih kuat, dimana bentuk tumbuhan tidak banyak berubah, karena selnya mampu beradaptasi dengan baik, menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang baru. Berbeda dengan tumbuhan, hewan mengalami banyak proses evolusi.

Evolusi adalah proses perubahan secara berangsur-angsur (bertingkat) dimana sesuatu berubah menjadi bentuk lain (yang biasanya) menjadi lebih kompleks/ rumit ataupun berubah menjadi bentuk yang lebih baik. (Wikipedia, 2017)

Karena hewan mengalami banyak proses evolusi, maka muncullah berbagai macam bentuk hewan, yang bentuknya lebih bervariasi daripada tumbuhan, karena sel nya tidak mampu beradaptasi dengan baik sehingga sel -- sel tersebut terspesialisasimenjadi sel -- sel dengan fungsi yang berbeda.

Tanaman yang paling tinggi memiliki struktur modular, dan bodi tanaman dibuat secara plastis dari jumlah daun yang bervariasi ditambah tunas dan akar cabang. Plastisitas memungkinkan fenotip untuk secara akurat menempati ruang lokal, mengubah fenotipenya saat tumbuh, mencari makanan sumber daya, secara kompetitif menyingkirkan tetangga dan bangunan, berdasarkan batasan genetik / lingkungan, ceruk sendiri. Konsep ceruk ini melibatkan sedikit pemahaman tentang pensinyalan dua arah kompetitif dan kooperatif antara individu dan lingkungan yang penting dalam struktur komunitas.(Muller-Landau 2003; Uriarte dan Reeve 2003; Silvertown 2004; Donohue 2005; Kelly et al 2008; Liebold 2008). Badri & Vivanco (2009)

Berdasarkan pernyataan tersebut, bahwa struktur pada tumbuhan yang berkonsep "ceruk" mendukung tumbuhan untuk beradaptasi dengan lingkungannya, dimana suatu tumbuhan harus bisa bersifat kompetitif dan kooperatif. Tumbuhan akan bersifat kompetitif dengan tumbuhan lainnya dalam mencari sumber mata air, namun ia juga akan bersifat kooperatif dengan cara bekerja sama dengan makhluk hidup lain untuk membantu keberlangsungan hidupnya. Hal ini juga menjadi sala satu faktor mengapa tumbuhan dapat dengan mudah bertahan hidup di lingkungan sekitarnya.

Bagi tanaman liar, predasi bukanlah hal yang dapat terelakkan. Pada beberapa tanaman, terdapat jaringan meristem yang tidak aktif, dimana proses regenerasi dapat berkurang drastis dan dapat mengakibatkan pada pengurangan "kemampuan" untuk bertahan hidup. Karena itulah tumbuhan tidak menempatkan fungsi penting pada satu atau dua jaringan khusus seperti halnya yang dilakukan hewan dengan hati atau ginjal. Spesialisasi semacam itu dapat membuat individu (tumbuhan) rentan terhadap predasi, dan juga dapat membuat individu tersebut rentan rusak ataupun tidak dapat bertahan hidup ketika lingkungannya mengalami perubahan yang ekstrem.

Berdasarkan perbedaan kemampuan untuk menyintesis asam amino antara sel hewan dan sel tumbuhan, sel tumbuhan umumnya bisa menyintesis lebih banyak asam amino dibanding sel hewan. Dari 20 asam amino yang dibutuhkan untuk memproduksi protein, sel hewan hanya mampu menyintesis secara alami sebanyak 10, sisanya disebut sebagai asam amino esensial yang harus diperoleh dari makanan khusus. Sedangkan pada sel tumbuhan, sel tumbuhan mampu menyintesis semua asam amino tersebut. Dengan demikian, sel tumbuhan lebih kuat daripada sel hewan

Berdasarkan struktur sel, sel tumbuhan memiliki "perisai" yang bisa ia gunakan untuk melindungi diri dari suatu hal yang mengancam keberadaannya. Perisai tersebut adalah dinding sel. Pada tumbuhan berkayu, seperti pohon mangga maupun pohon jambu, dapat langsung terasa bahwa lapisan epidermis mereka lebih kuat dan keras dibanding lapisan kulit manusia dan hewan. Dengan adanya dinding sel pada sel tumbuhan, sel tumbuhan akan menjadi lebih kuat dan tahan akan perubahan ekstrem yang terjadi di lingkungannya. Berbeda dengan sel tumbuhan yang memiliki dinding sel, sel hewan tidak memiliki dinding sel, sehingga ketika terjadi perubahan iklim yang cukup drastis, sel hewan akan kesulitan untuk menahan dampaknya, sehingga tidak mudah untuk beradaptasi. Pada sel tumbuhan, ketika terjadi perubahan iklim yang drastis, dinding sel akan menahan perubahan tersebut, dan sel yang ada didalamnya akan memiliki waktu untuk beradaptasi sehingga tumbuhan tersebut tidak mudah mati.

Ketika keadaan diluar sel berubah, reaksi yang diberikan oleh sel hewan berbeda dengan reaksi yang diberikan oleh sel tumbuhan. Ketika kondisi diluar sel terjadi pemekatan (Hipertonik), maka sel hewan akan mengalami krenasi, yaitu pengerutan karena terjadi kehilangan air melalui osmosis. Pada kondisi yang sama, sel tumbuhan akan mengalami plasmolisis

Plasmolisis adalah suatu proses lepasnya protoplasma dari dinding sel yang diakibatkan keluarnya sebagian air dari vakuola (Salisbury and Ross, 1992)

 Ketika kondisi diluar sel berubah menjadi encer (hipotonik), sel hewan akan mengalami hemolisis. Hemolisis adalah kerusakan atau penghancuran suatu sel karena adanya gangguan integritas membran sel, sehingga sel tersebut pecah. Sedangkan pada sel tumbuhan, dalam kondisi yang sama, akan terjadi turgid, yaitu tekanan seperti pembengkakan yang dihasilkan oleh tekanan turgor yang dihasilkan oleh vakuola untuk mempertahankan bentuknya. Berbeda dengan sel hewan yang akan rusak ketika mengalami hipotonik, sel tumbuhan tidak akan rusak. Alasan mengapa sel tumbuhan tidak pecah atau rusak ketika mengalami hipotonik adalah karena adanya dinding sel yang membantu sel untuk mengatur keseimbangan airnya. Dinding sel yang bersifat tidak elastis hanya akan mengembang sampai batas tertentu, lalu memberikan tekanan balik pada sel yang melawan pengambilan air lebih lanjut. Karena itulah tumbuhan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan jika dibandingkan dengan sel hewan.

Selain itu, pada sel hewan, terdapat organel yang disebut lisosom. Lisosom tersebut mampu melakukan autolisis, dimana autolisis merupakan proses penghancuran sel yang dilakukan oleh enzim dari dalam suatu sel itu sendiri, dan berujung pada kematian sel. Tujuan sel hewan melakukan itu adalah untuk menghancurkan organel jika terjadi suatu kerusakan. Kemampuan tersebut akan menyebabkan sel mudah mati, dan tentu saja sulit beradaptasi. Sel tumbuhan tidak memiliki kemampuan tersebut.

Dengan demikian, terbukti bahwa sel tumbuhan lebih mudah beradaptasi daripada sel hewan, dapat dibuktikan oleh keberadaan tumbuhan purba yang lebih mudah ditemukan. Selain itu, tumbuhan juga bersifat kompetitif sekaligus kooperatif, dan hal itu menguntungkan tumbuhan dalam beradaptasi dengan lingkungannya, dan tumbuhan tidak menempatkan fungsi penting pada jaringan khusus. Kemampuan sel tumbuhan untuk menyintesis asam amino serta struktur sel tumbuhan juga sangat berpengaruh terhadap adaptivitas sel tumbuhan itu sendiri.

Terima kasih telah membaca, semoga esai ini bisa membantu para pembaca untuk lebih mengembangkan pengetahuannya.

Daftar Pustaka :

Wikipedia. 2017. Evolusi. https://id.wikipedia.org/wiki/Evolusi_(istilah)

Khanza Aulia. 2017. Adaptasi Makhuk Hidup http://www.juraganles.com/2017/01/adaptasi-morfologi-fisiologi-tingkah-laku-beserta-contohnya.html

Yasri. 2015. Macam-Macam Jaringan Tumbuhan dan Fungsinya http://genggaminternet.com/macam-macam-jaringan-tumbuhan-dan-fungsinya/

Ahmad Fathoni. 2016. Jaringan Hewan. http://www.zonasiswa.com/2015/03/jaringan-hewan-epitel-konektif-otot.html

2015. Pengertian, Fungsi Sel Saraf dan Bagiannyahttp://kakakpintar.com/pengertian-fungsi-sel-saraf-dan-bagian-bagiannya/

Trewavas. 2009. What is Plant’s Behaviour?http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1365-3040.2009.01929.x/full

Regina Bailey. 2017. Animal vs Plant Cell. https://www.thoughtco.com/animal-cells-vs-plant-cells-373375

Visto Kartika. 2017. Siapa yang Lebih Kuat, Sel Tumbuhan atau Sel Hewan? http://www.kompasiana.com/vistokartika/599fdd94c05a1c5eb46de382/siapa-yang-lebih-kuat-sel-tumbuhan-atau-sel-hewan

Ahmad Yasin. 2012. Hemolisis. https://www.scribd.com/doc/220425009/Hemolisis-Adalah-Kerusakan-Atau-Penghancuran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun