Mohon tunggu...
Gin Ginanjar
Gin Ginanjar Mohon Tunggu... -

aksaraku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dibubarkan Lapar

5 Juli 2010   18:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:04 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maing-masing kawan yang hadir dalam saresehan itu bergantian menyampaikan argumentasi dari ragam paradigma dan rujukan. Berbagai nama filosof dibawa-bawa. Ragam logika juga. Bahkan terkadang nampak seperti rebutan. Aku saja yang bengong bodoh sejak awal, manggut-manggut. Maklum, males baca!

Suasana semakin seru. Napaknya. Aku malah menyibukan diri dalam lamunan. Aku mau punya pandangan mandiri untuk disampaikan. Tapi…. “apa mau di kata, ya” desahku yang kutitipkan kepada asap kretek.

Karena males belajar seperti mereka, aku jadi ngelamun saja bisanya. Ku fikir, cuma kenangan yang yang dapat membantu ku menyusun kerangaka pandangan. Aku coba mengingat-ingat tempat yang pernah ku kunjungi dan kuanggap punyai arti. Aku juga coba mengingat kembali orang-orang yang pernah sukarela berbagi petuah kehidupan.

Rasanya dekat sekali. Ibu ku tersenyum, tenang. Ingatanku sampai juga di rumah di kampung sana. Dengan santai Bapa ku bercerita (kuanggap ia tengah memberi pesan waktu itu), “kudu inget purwa-wiwitan daksina-wekasan”. Ia jelaskan makna yang terkandung dalam kalimat itu, yang baru-baru ini ku dapati sedikit arti lebihnya.

Aku angkat tangan kanan ku yang memegang pensil dengan setenang-tenangnya. Dengan ketenangan yang ditenang-tengankan. “maaf. Ku fikir, kita telah terlalu jauh meloncati tahapan yang seperlunya. Tak salah jika kita mulai dari bawah, dari tingkat materi yang akrab”. Itu kuanggap pembukaan bagi ku. Kemudian ku mulai kerangka ku dengan pertanyaan “pernahkah kita mendengar kisah atau cerita tentang moyang kita? Kakek dan Nenek kita? Bagaimana muasal kita?”

Aku perhatikan mereka dalam jeda ku. Menunggu tanggapan mereka. Tetapi mereka lebih asyik dengan penasaran atas pertanyaanku napaknya. Aku tersenyum saja untuk melanjutkan pertanyaan-pertanyaan ku.

“apakah kita percaya bahwa Ibu Bapak kita dilahirkan dari perempuan yang kita sebut Nenek? Dan demikan seterusnya runut ke atas!” tegas ku. “apakah kita percaya bahwa di luar Jawa ini ada pulau lain dan kehidupan? Apakah kita percaya kita tengah dalam percakapan dan saling melihat dan saling mendengat?”

“apa hubungannya dengan ke-Tuhan-an yang sedang kita bicarakan?”, sela kawan pinggir kanan ku. Entah, tanda bosan mendengar ku yang dari tadi cuma mengemukakan pertanyaan. Entah karena ia sangat penasaran atas penjelasanku atas hubungan sebagaimana yang ia tanyakan. Entah!

Ada yang mesem-mesem. Ada yang senyum pula. Ada juga yang nampaknya keukeuh diam seperi berfikir. Dan aku lebih asyik melanjutkan tanya.

“pernahkah kita merenung, berfikir, bila kita terlelap pada malam hari tiba-tiba bintang-bintang menjadi tiada? Atau ketika tiba-tiba kemudian teman-teman dan segala yang kita saksikan ada tiba-tiba tiada? Apakah ketika kita tidak berfikir tentang sesuatu maka sesuatu itu tiada? Bukankah ketika kita mati itu tidak berarti sekitar kita pun sekonyong-konyong tiada?”

Dengan nada yang sedikit ditekan dan dipelankan, pertanyaan terakhir ku turut mengakhiri perbincangan menyoal Tuhan waktu itu. “jika begitu, lalu, bagaimana bisa kita soalkan Tuhan secara demikian?”

Sejenak saja kami saling diam. Entah apa yang hadir, dan mungkin menganggu, dalam benak mereka. Yang ku tahu, semakin lapar saja perut ku. Rupanya yang lain pun begitu. Dan tawaran ku membubarkan saresehan.

Bandung 25 Mei 2009

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun