Adalah sebuah kekeliruan, jika kita melihat kurikulum India tidak memiliki standar nasional. India yang pernah mengalami pendudukan Inggris, menjiplak sistem pendidikan di Inggris, dimana para siswanya mengikuti ujian di kelas 10 (setara GSCE-Cambridge) dan kelas 12 (setara A Level-Cambridge). Ujian ini didasarkan kepada satu set standar atau tujuan belajar yang baku bagi semua.
Sepertinya tidak ada standar yang harus diikuti oleh pendidikan dasar, namun sistem pendidikan yang bertanggung jawab akan melihat dan memperhatikan tujuan didepan yang harus dihadapi oleh anak-anak didiknya. Akan sangat tidak bertanggung jawab jika sekolah dasar di India tidak peduli dengan ujian di kelas 10 nanti sehingga anak-anak mendapat nilai yang buruk di ujian sekolah menengah nanti.
Jadi, standar nasional yang digunakan India tidak terlihat di pendidikan dasar, dan baru muncul di pendidikan menengah, namun itulah standar pendidikan yang harus dicapai para siswa di India. Sekolah dasar yang bertanggung jawab, pasti menyesuaikan diri dengan standar nasional tersebut dan menyusun rencana pembelajarannya berdasarkan turunan standar pendidikan nasional tersebut.
Standar nasional pendidikan India, yang mirip mengacu pada kurikulum Cambridge, amatlah berat di kandungan materi ajarnya. Pengalaman saya bekerja di satu jaringan sekolah yang menggunakan kurikulum campuran antara Cambridge dan Singapura, membuka mata saya bahwa anak-anak yang dididik dalam sistem ini, karena tuntutan materi belajar yang amat padat, memiliki kekurangan di sisi kemampuan berpikir.
Beberapa diskusi saya dengan para pimpinan sekolah di jaringan sekolah ini, menunjukkan amat sulitnya menyesuaikan tuntutan mendidik anak-anak menguasai keterampilan berpikir tingkat tinggi dengan tuntutan materi ajar yang harus dicapai anak supaya hasil ujian IGSCE atau A Levelnya maksimal.
Selain pernah berada dalam lingkungan sekolah yang menerapkan kurikulum Cambridge, saya juga cukup beruntung untuk pernah berada dalam lingkungan sekolah yang menerapkan kurikulum International Baccalaureate (IB). Dalam pengamatan saya, dua kurikulum tersebut diatas, memiliki karakter dan landasan berpikir yang amat berbeda.
Seperti juga cerita kurikulum India dan Cambridge diatas, kurikulum SD dan SMP sekolah-sekolah dalam jaringan IB juga diturunkan dari 'ujian' yang harus dilalui oleh para siswa Program Diploma di kelas 12 nanti. Kalau kita melihat ujungnya, yakni ujian akhir tadi, kita bisa melihat perbedaan IB dengan Cambridge. Ujian Cambridge yang 'diharuskan', hanya terdiri dari 4 mata pelajaran saja, yakni 3 A Level dan 1 AS Level. Sedangkan IB mengharuskan adanya tambahan diluar ujian atas 6 mata pelajaran, yakni adanya Theory of Knowledge Essay (1200 kata), Extended Essay (4000 kata) dan CAS (Creativity, Action and Service).
Kurikulum India, yang seakan-akan membebaskan sekolah dasar untuk menyusun kurikulumnya sendiri, pada akhirnya terikat kepada standar yang ada di "ujung perjalanan" para siswa, sebuah ujian yang amat berat di materi ajar, yang ternyata amat menyulitkan sekolah untuk mencoba menggali kreativitas anak-anak, yang adalah ujung perjalanan dalam Taksonomi Bloom, Sintesa. Berbeda dengan kurikulum IB, yang di 'ujung perjalanan"-nya, anak-anak tidak hanya diuji materi ajar, tapi juga kemampuan menulis, kreativitas, tindakan dan layanan masyarakat.
Untuk sebuah negara besar seperti Indonesia, tidak dapat ditawar lagi, demi masa depan anak-anak kita semua, pendidikan perlu mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan. Menurut The Learning Curve, jelas, masa depan anak-anak kita membutuhkan orang-orang yang mampu berpikir dengan menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kurikulum 2013, yang memiliki cara pandang yang mirip dengan Kurikulum IB, dengan segala kekurangannya, mesti kita coba perbaiki, pertahankan dan laksanakan dengan segala daya upaya. Keputusan Menteri Anies Baswedan yang tidak membatalkan Kurikulum 2013 sepenuhnya, tapi mundur satu langkah untuk melompat jauh kedepan dalam langkah penerapan Kurikulum 2013, sudah tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H