Suatu ketika seorang teman saya pergi ke pasar membeli ikan. Sekilo 20 ribu, tetapi pedagangnya tidak tahu harga 3 ons ikan. Setelah teman saya mengajari cara menghitung harganya, ia memberi selembar uang 20 ribu. Tapi karena tidak tahu bagaimana menghitung kembaliannya, pedagang itu memberikan seluruh dompetnya agar teman saya mengambil sendiri kembaliannya..
Itulah kisah dari seorang teman saya seorang guru dari daerah pedalaman di Kalimantan Barat yang saya dengar dua tahun yang lalu.
Meskipun teman saya dan ratusan guru-guru lainnya datang dari berbagai daerah yang sangat jauh di pedalaman, mereka sangat dinamis. Mereka biasa membawa laptop pribadi, lincah menggunakan berbagai software, dan mereka juga mempunya stamina dan semangat yang tinggi. Kegiatan belajar dari pk 8.00 – 21.00 belajar dengan lancar dan penuh semangat.
Beberapa minggu kemudian saya mengikuti seleksi CPNS. Pada sesi wawancara saya ditanya, bagaimana persepsi saya tentang UPI. Berangkat dari pengalaman saya di Kalimantan Barat sebelumnya, saya jawab guru adalah agen perubahan. Kampus-kampus pendidikanlah yang menghasilkan guru-guru yang siap untuk ditempatkan di berbagai daerah terpencil dan siap untuk melakukan perubahan.
Sebulan yang lalu, tepatnya seminggu sebelum Idul Adha, Winda Yulia salah seorang mantan mahasiswa berpapasan dengan saya di jalan. Ia cerita beberapa jam kemudian ia akan berangkat ke Cengkareng untuk mengikuti program Sarjana Mendidik Terdepan Terluar Tertinggal (SM3T) di Aceh.
Perasaan saya sejak kemarin pedih tak terkira saat mendengar sejak dua hari yang lalu, ia hanyut di Sungai Tamiang, Aceh bersama 3 orang lainnya dan hingga saat ini belum diketemukan.
http://isolapos.com/2012/11/alumni-upi-peserta-sm3t-belum-ditemukan/
http://aceh.tribunnews.com/2012/11/28/boat-guru-terbalik
Saat berbagai berita di Indonesia penuh dengan hiruk pikuk berita politik, berita pendidikan di daerah terpencil sering luput dari perhatian dan prioritas negara. Sepertinya kita senantiasa berlarut-larut pada diskusi tetapi kurang tindakan nyata untuk memperbaiki kondisi daerah-daerah Terdepan Terluar Tertinggal.
Semoga insiden Winda ini bisa membangunkan kita semua dari kelalaian nyata bagaimana kita telah menelantarkan berbagai daerah 3T. Winda bukanlah mahasiswa biasa-biasa saja, ia adalah seorang alumni dengan IPK hampir 4.0 (hanya dengan 1 nilai B) dan mempunyai berbagai prestasi di Nasional. Saya masih ingat bagaimana ia menyiapkan makalah untuk OSN Pertamina 2011 hanya dalam semalam dan berhasil menjadi peserta terbaik ketiga di Provinsi Jawa Barat sementara peserta-peserta lainnya mempunyai waktu persiapan seminggu. Ia juga pernah meraih Honoroble Mention ON MIPA 2011 dan juara 3 Magday, lomba yang diselenggarakan oleh Matematika ITB, 2011.
Dengan segala prestasinya, Winda mantap menandatangani kontrak SM3T dan bersedia ditugaskan di daerah pedalaman di Aceh. Dari link-link berita di atas, bisa kita bayangkan betapa beratnya medan yang harus dihadapi oleh Winda.
Semoga segala perjuangan Winda bisa menjadi inspirasi bagi kita untuk melakukan suatu hal yang nyata untuk membangun Indonesia yang bukan hanya terdiri atas beberapa kota besar dengan segala fasilitasnya. Masih banyak daerah-daerah Indonesia yang membutuhkan kerja nyata kita. Tragedi Winda tidak sepatutnya membuat semua pihak surut melangkah tetapi justru menjadi inspirasi untuk memberikan yang terbaik bagi negeri ini!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H