Secara external. manajemen stress menjadi salah satu dari program respon bencana itu sendiri. Dalam setiap jenis bencana, secara umum dapat dipastikan penyintas akan mengalami depresi dengan berbagai tingkatan.Â
Gangguan psikososial ini—jika tidak ditangani dengan baik—akan memperdalam dampak kerusakan sekaligus mempersulit penanganan baik pada masa tanggap darurat maupun ketika masuk ke phase pemulihan.Â
Oleh karenanya, pelaksana respon bencana, selain menyalurkan bantuan berupa barang, seperti obat-obatan, tenda dan makanan juga melaksanakan program dukungan psikosial dan trauma healing bagi penyintas.Â
Kemampuan mengelola stress, baik bagi pekerja kemanusiaan maupun penyintas akan berpengaruh langsung terhadap kwalitas respon bencana serta semangat bangkit kembali dalam dan dari situasi bencana.
Manajemen Stress untuk Covid-19
Siapa yang paling rentan terhadap resiko stress dalam kasus bencana covid19? Secara sederhana—dengan pendekatan sama seperti pendekatan diatas—dapat dibagi dua yaitu Pemerintah selaku aktor utama pelaksana dan penanggung jawab respon dan masyarakat sebagai korban covid.Â
Jika dilakukan segregasi lebih dalam maka kita mendapati dari unsur pemerintah; dokter, tenaga medis, tim satgas covid adalah kelompok paling rentan mengalami stress.Â
Dari unsur masyarakat; pasien positif, PDP, ODP, keluarga korban yang meninggal, warga yang tinggal di area positif covid19 dan warga netizen yang terpapar hoax merupakan kelompok yang rentan terhadap stress dengan berbagai tingkatan.Â
Dalam tulisan yang pendek ini, penulis hanya ingin fokus pada kelompok pertama yaitu dari unsur pemerintah, dan juga LSM jika ada yang terlibat, selaku aktor utama pelaku respon bencana Covid19. Mengapa fokus kepada kelompok ini? Karena penanganan bencana wabah seperti Covid19 lebih rumit dari pada penanganan bencana alam.Â
Pelaku respon bencana Covid19 Â seperti dokter dan tenaga medis memiliki resiko lebih besar menjadi korban justru ketika sedang menolong korban. Selain itu, manajemen stres untuk warga sudah ada beberapa yang menulis. Sementara untuk aktor petugas masih minim.Â
Dalam beberapa hari ini kita membaca berbagai kisah heroik para dokter dan tenaga medis yang berjibaku melawan Covid19. Dada kita sesak kita membaca kabar ada dokter yang memilih tidak pulang ke rumah dan hanya melihat anak dari luar pagar, karena takut menularkan kepada keluarga. Kita juga pantas menitikkan air mata  ketika mendapat kabar ada dokter dan perawat yang meninggal karena terjangkit virus.Â