Mohon tunggu...
Ahmad Ramadlan
Ahmad Ramadlan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar menulis kehidupan...

Selanjutnya

Tutup

Money

Dananya ada, uangnya ada, tinggal bagaimana kita mau bekerja tidak...

1 Maret 2016   11:21 Diperbarui: 1 Maret 2016   11:21 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalo dia dikasih utang, maka si pemberi utang harus punya jaminan kalo utangnya gak bakalan bad debt atau kredit macet. Makanya si pemberi utang nanya-nanya pendapatan yang mau dikasih utangan, dan masih dikonfirmasi lagi kepada atasannya benar tidaknya besar pendapatannya itu.  Yah, dalam taraf aman jika rasio antara utang dengan pendapatan sekitar 30-40%. Artinya, maksimal si pengutang harus menyisihkan 30-40% dari pendapatannya untuk cicilan hutang, sedangkan sisanya untuk biaya kehidupan sehari-harinya. Dengan catatan pula, ada jaminan yang diagunkan untuk hutang tersebut, sertifikat atau BPKB ditahan oleh pemberi hutang.

Sekarang bagaimana dengan anggaran untuk negara? Prinsipnya hampir sama, tergantung kita berada pada posisi negara yang mana? Negara miskin, menengah atau kaya?

Dalam APBN dituliskan rancangan untuk besaran perkiraan pendapatan dan juga pengeluaran. Disebutkan detail misal untuk pendapatan berasal dari migas, pajak, pariwisata dan pendapatan lainnya. Demikian juga untuk pengeluaran, dirinci dengan belanja-belanja yang akan dilakukan pada tahun yang akan datang.

Jangan dibayangkan uangnya sudah ada duluan untuk satu tahun kedepan baru kita belanja!!

Semuanya masih bersifat ‘Anggaran’, juga untuk yang pendapatan. Untuk pendapatan, uangnya akan datang sesuai dengan waktu yang berjalan. Misal untuk pendapatan dari pajak, maka misal pada bulan Januari menghasilkan beberapa trilyun, itu langsung dibelanjakan. Ibaratnya, bagi keluarga pas-pasan, begitu gajian langsung dimasukkan ke dalam posnya masing-masing.

Kadang belanja sudah harus dilakukan, tetapi uang belum datang. Itulah yang kemudian menimbulkan defisit, sehingga pemerintah sering mengeluarkan Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Republik Indonesia (ORI). Kadang juga mencari pinjaman keluar negeri.

Bagi negara yang sudah kaya, anggaran belanja untuk satu tahun kedepan sudah ada, bahkan masih ada sisa sehingga bisa diberikan pinjaman kepada negara lain. Sama persis seperti keuangan orang kaya, disamping belanja terjamin, masih bisa nabung dan ada dana lebih untuk memberikan pinjaman kepada negara lain.

Suatu hari saya berdiskusi dengan seseorang dari Pemda penghasil migas. Beliau adalah seorang pejabat Pemkab. Dia mengeluhkan turunnya secara drastis APBD daerahnya karena berkurangnya Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dari pusat. Bayangkan, rancangan APBD-nya sebesar Rp 1.6 Trilyun, tetapi realisasinya hanya Rp 900 Milyar. Berkurang Rp 700 Milyar, dan kebanyakan berasal dari berkurangnya pendapatan dari sektor migas karena harga minyak yang melorot drastis. Kalo misalkan uangnya sudah ada, gak perlu terjadi seperti ini kan?!?

Apa yang terjadi dengan berkurangnya pendapatan itu? Banyak proyek infrastruktur pembangunan yang dibatalkan. Karena didalam APBD, yang diutamakan adalah belanja rutin, yang kebanyakan adalah belanja rutin pegawai seperti gaji-gaji para pegawai.

Jadi, saya tidak mengerti apa yang ada di bayangan Jokowi ketika mengatakan ‘Dananya ada, uangnya ada, tinggal kita mau bekerja apa tidak!’ disisi lain pemerintahan Jokowi menghilangkan banyak subsidi (BBM, Listrik dan Transportasi) dan juga masih menambah utangan dari luar negeri...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun