Mohon tunggu...
Ahmad Ramadlan
Ahmad Ramadlan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Belajar menulis kehidupan...

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Bermobil dengan Mencicil Tidak Harus Mecicil...

7 Agustus 2014   17:53 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:10 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari segi usia punya mobil sebenarnya saya termasuk telat, usia 37 th baru punya mobil, itupun setelah ‘dipaksa’ keadaan. Padahal, SIM A udah ditangan sejak usia 17 tahun!

Keluarga saya mungkin termasuk keluarga konservatif dari segi belanja. Ayah saya berpesan, belilah mobil jika kita sudah serasa membeli kacang goreng pada saat membelinya. Karena membeli mobil bukan sekedar membeli kendaraan, tetapi juga sebenarnya membeli ‘gaya hidup’. Gaya hidup kita akan berubah jika membeli mobil, dan diiringi dengan pembengkakan belanja.

Dengan membeli mobil, berarti akan ada penambahan belanja untuk beli BBM yang lebih banyak, biaya tol, parkir, asuransi, perawatan dan juga pajak. Kita juga akan lebih banyak keluar rumah, karena jadi gatal lihat mobil nganggur, hehehe. Kita akan lebih bersosialita, dan bisa jadi dandanan kita harus lebih dandy dan menyesuaikan, belum lagi pengeluaran ekstra beli barang yang jadi lebih mahal karena kita keluar dari mobil waktu belanja di kaki lima atau tempat tradisional, itu termasuk biaya sosial yang harus dipertimbangkan juga.

Prinsip dari orang tua, kalo punya mobil jangan malah jadi beban! Jangan sampai punya mobil malah mengurangi jatah makan dan pendidikan, bahkan lebih parah lagi, punya mobil tapi pelit banget untuk ngeluarin beli bensin!

Karena prinsip yang ditanamkan orang tua tersebut – jangan punya mobil jika jadi beban – maka saya beranggapan punya mobil kudu yang perawatannya mudah dan murah. Berarti mobilnya bukan mobil tua, dan kalo bisa mobil baru! Mobil tua dalam anggapan saya adalah mobil dengan usia 7 tahun keatas. Mobil di usia tersebut sudah banyak memerlukan perawatan tambahan diluar perawatan yang sudah terjadwal.

Enam tahun yang lalu, tahun 2008, saya memutuskan sudah saatnya untuk membeli mobil. Membeli mobil karena ‘terpaksa’. Kebanyakan teman sudah menyangka saya mempunyai mobil, sehingga jika ditanya di suatu acara pasti ditanyain ‘Mobilnya parkir dimana?’, atau juga pertanyaan ‘Entar bareng aja pake mobilmu biar efisien!’ atau yang sudah kasar karena sudah ‘menuduh’ dengan pertanyaan ‘Mobilmu tahun berapa?’, waduh, padahal, ‘Hellowwww, saya kan belum punya mobil!!’, hehehe, dalam hati saya.

Wajar saja sih pertanyaannya, karena melihat karier, usia dan teman pergaulan, sudah ‘seharusnya’ saya bermobil. Selama ini jika saya perlu mobil, saya mengandalkan sewa atau pinjam ke saudara-saudara yang dengan tulus ikhlas meminjamkannya!

Uang ditangan waktu itu Rp 80 juta. Waktu itu, uang segitu cukup membeli mobil sedan kisaran tahun 1998 – 2002. Mobil sedan memang mobil idaman dan yang pas buat kebutuhan saya, yang hanya berdua dengan istri.

Karena niat awalnya membeli mobil bekas, saya ingin mendapatkannya dari penjual yang pemakai langsung. Saya mencari di iklan koran ataupun googling di internet. Beberapa sudah saya datangi, juga test drive. Karena mobil bekas, bermacam-macam kondisi kita temui waktu survei. Harganyapun juga sangat bervariasi.

Setelah survei ke banyak penjual, sepertinya, membeli mobil bekas, serasa membeli kucing dalam karung! Mobil termasuk kendaraan yang komplek tidak seperti halnya sepeda motor yang sederhana. Ada mesin sebagai motor utamanya, sistem pendinginan mesin dan juga kabin, sistem peredam kejut, sistem pengendalian (steering), sistem kelistrikannya, sistem bahan bakar dan sistem lainnya. Setiap kali kita kita survei ke sebuah mobil bekas yang dijual, ada aja kerusakannya, sehingga kita jadi bertanya-tanya ‘Itu kerusakan yang terlihat, bagaimana dengan potensi kerusakan lain yang tidak kita ketahui dan tidak diberitahu oleh pemiliknya?’. Akhirnya saya berkesimpulan, sepertinya kudu beli mobil baru nih!

Dengan uang yang pasti tidak cukup untuk beli mobil baru, nekat survei ke show room ATPM di Bogor, tentu dengan deg-degan tetapi tampang harus kelihatan PD. Waah, ternyata sambutan sales-nya rata-rata sangat ramah dan terbuka, asalkan kita juga terbuka (jadi buka-bukaan dong, hehehe). Maksud saya terbuka, kita bisa jelaskan keuangan kita, berapa uang muka yang kita mampu, dan nanti sales-nya akan menjelaskan dengan komplit berapa cicilannya jika jangka waktu nya sekian tahun, dan apa aja yang harus dibayar selain uang muka.

Sangat mudah!

Biasanya sales di show room ATPM punya kerjasama dengan beberapa lembaga pembiayaan untuk cicilan mobil itu. Dan biasanya juga, sales punya brosur yang didalamnya memuat simulasi daftar cicilan untuk beberapa jangka waktu dan besar uang mukanya lengkap dengan pilihan Lembaga Pembiayaannya.

Bunga dan fasilitas lain antar Lembaga Pembiayaan biasanya beti, beda tipis! Sales juga menerangkan ‘perbedaan tipis’ tersebut ke kita. Rata-rata jangka waktu cicilan untuk mobil maksimal sampai 5 tahun, walau ada satu-dua yang belakangan ini juga menawarkan lebih. Bunga juga hampir sama, kalo ada beda paling sekitar 0.25 – 0.5%, semakin lama tenor atau jangka waktu pembiayaan, biasanya bunga semakin tinggi. Dan bunga untuk cicilan mobil biasanya sudah dipatok dari awal dan berlaku sampai selesai, beda dengan KPR yang hanya berbunga tetap untuk beberapa tahun tertentu kemudian setelahnya sesuai dengan bunga pasar.

Persyaratannya juga lebih mudah, tidak seribet KPR. Sama seperti persyaratan umum lainnya untuk mendapatkan kredit!

Petugas survei dari Lembaga Pembiayaan-nya juga pro aktif, datang kerumah saya untuk survei, kemudian menyampaikan beberapa hal yang harus dilengkapi. Kurang dari 2 minggu, kredit saya sudah disetujui!

Akhirnya, mobil pertama saya terbeli juga, sebuah sedan kompak Suzuki Swift dengan mesin 1500 CC. Gress masih kinyis-kinyis, terbeli berkat kredit mobil.

Karena mobil baru, sangat nyaman dipakai dan bebas dari rasa khawatir. Kita keluar uang hanya untuk bensin dan perawatan rutin saja, tidak ada yang lain-lain untuk kerusakan yang diluar dugaan dan bikin kantong bolong.

Dua tahun saya mencicil mobil pertama saya tersebut, setelah saya perpanjang STNK untuk yang ketiga kalinya, pada tahun 2011 akhir, ingin mengganti dengan mobil yang lain, yang lebih sesuai kebutuhan. Akhirnya mobil tersebut saya jual, dan uang nya saya jadikan uang muka untuk pembelian mobil baru lagi.

Untuk mobil yang kedua, kredit juga, saya membeli Grand Livina Ultimate 1.5 dengan ATPM yang berbeda dari mobil pertama, tetapi Lembaga Pembiayaannya sama.

Kredit untuk mobil kedua ini malah jauh lebih mudah. Mungkin karena saya sudah pernah menjadi nasabahnya dan tidak pernah wan prestasi, prosesnya jauh lebih mudah. Tidak ada survei ke rumah lagi, semua data untuk kelengkapan dokumen hanya dilakukan lewat telepon. Dan waktu persetujuannya juga lebih cepat, sepertinya gak lebih dari 3 hari, hanya sekedar konfirmasi ulang saja.

Saran saya, untuk membeli mobil dengan kredit, pilihlah Lembaga Pembiayaan yang sudah terkenal, karena sudah tentu mempunyai reputasi. Biasanya Lembaga tersebut mempunyai jaringan yang luas, sehingga memudahkan kita berurusan dan apabila mungkin suatu saat kita akan menyampaikan keluhan.

Saya mengambil kredit mobil di salah satu Lembaga Pembiayaan yang besar dengan jaringan luas, sama halnya seperti di kredit mobil ini, dan saya merasa puas!

Sekarang, membeli mobil dengan mencicil, tidak harus mecicil, hehehe...

Oya, mecicil itu bahasa Jawa, yang artinya mata yang melotot, kiasan untuk suatu keadaan yang bikin kaget atau karena merasa terlalu berat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun