Berpuluh tahun mengenal dan hidup bersama, semalam, pada hari ulang tahunnya, aku mencoba memeriksa segenap tulisan yang pernah aku buat untuknya. Dari ratusan tulisan, ternyata hanya tiga puisi yang ditujukan khusus untuk istriku.
Puisi pertama, bertahun 1991, sebelum kami meniah, dan isinya jauh dari romantis. Puisi kedua, bertahun 2009, dan puisi ketiga bertahun 2010, di tanggal kelahirannya.
Hai, betapa miskin kata untuk istriku. Sungguh, tersadari saat ini. Mohon maaf ya, istriku..
Selamat ulang tahun, senantiasa terjaga kesehatan dan semangat, tergenggam rasa bahagia di dalam menjali kehidupan ini dengan ikhlas.
Jatimas, 26 Desember 2020
Dan inilah ketiga puisi yang kumaksud itu:
PADA TENGAH MALAM
: Bagi Sri
entah mengapa harus tengah malam, beragam bayang bangkitkan kegelisahan.Kamar kosong bisu mencekam mencengkram, tergolek tiada daya aku telentang. pikirku berlari siapkan pemberontakan. tiada daya aku terkulai. jadi pesakitan, kunikmati semuanya. hitam-putih hantarkan maya. kudapati akau dimana-mana penuhi ruang, gerakkan nestapa. kudapati aku mengelesot di jalan menjilati kotoran. kudapati aku berpacu dengan asap-asap motor langkai waktu. kudapati aku mengantuk menggantung pada jalan layang tengah kota. kudapati aku bersenyawa pada slogan-slogan dan papan iklan. kudapati aku berdiri kaku pada sebuah menara.
hirukpikuk dan hening berbau darah, amis, memuntahkan keranda. hai, siapakah aku, lewatkan keperian dan tersayatnya hati gerak awan, berputar, pekat, tak tampak matahari, terasa panas membakar tubuh-tubuhnya-tubuh yang terpecah bercecer sepanjang sungai-sungai hitam. langkah kaki kecil ragu mengucil terasing dari suara burung-burung gagak yang terus membangunkan kota sebelum hancur karena dosa-dosanya tertimbun berabad-abad lamanya sebagai tempat pembantaian ribuan nyawa bagi pertarungan tak berkesudahan.
bisik-bisik malam, tetes sisa hujan sore tadi gemerincing lonceng, semuanya memainkan irama menyejukkan hati. namun tiba-tiba bising mengetuk-ngetuk darah, nanah, yang lantar berlari ke segala arah, menyerobot paksa keluar lewat pori-pori.
duniapun mati suri, henti sejenak, kudapati aku berada pada keterasingan. membangun kekosongan, kabut datang, terpenjara aku di dalamnya. dimana aku sekarang? ruang dan waktu kosong. terkulai, kembali dalam kamar, khayalku mimpi buruk, entah kenapa, siapa salah, takdirkah?
aku berbaring, terkulai, tiada daya, masih di kamar, masih di kamar, masih di kamar, sungguh!! sungguh-sungguh, aku masih di sini.
dzikir alam, dzikir semesta, masih?
(1991)
-----------
MAAF
: Bagi istriku
20 tahun jalan bersama
sejak awal pengakuan
menempuh perjalanan
tak tahu kapan dan dimana
berakhir
ikatan terjalin
mencumbui hari-hari
semakin sempurna
telah terlahir
anak-anak kita
Pada titik ini
membuka rekaman
dan kutahu
ku tak pernah merayu
apalagi memujamu
Sungguh
tak berani kukatakan
kau bagaikan bintang
karena kutahu itu tak kan teraih
tak berani kukatakan
kau bagaikan matahari,
karena kutahu
panasnya tak sanggup tertahan
tak berani kukatakan
kau bagaikan bulan
karena kutahu
cahayanya hanya bayang
tak berani kukatakan
kau bunga aku adalah kumbang
karena aku terlalu bodoh
untuk menghayati diri sebagai bunga dan kumbang
Padamu,
kulihat hanya dirimu
bukan membangun bayang
seperti apa dan siapa
untuk itulah aku mencinta
Maafkan aku istriku,
bila aku tak mampu membangun imajinasimu
tentang keindahan cinta
hidup menjadi biasa-biasa saja
dan tak salah bila tumbuh prasangka
memang aku tak pernah sempurna
tapi yakinlah...
Suatu hari kau pernah berkata:
"keyakinan dibangun
dari mata dan rasa
Sesekali berkatalah
biar kutahu..."
pinta sederhana
tak terpenuhi pula
Pada sisi lain
terlalu banyak salah terbaca
dan kau-pun ringan memaafkannya
semakin sempurnalah
ketidaksempurnaanku
Maafkan,
maafkan aku
istriku...
Yogyakarta, 4 Oktober 2009
____________
KEPADA ISTRIKU
walau belum berjumpa,
dan kutahu kau masih terlelap
aku tetap bertahan untuk terjaga
berhasil melewati pergantian hari
dan tepatlah bisa dikata
25 Desember ini tanggalnya
kuucapkan padamu
"selamat ulang tahun istriku,"
aku bisa tersenyum
membayangkan mengecup keningmu
sambil menyaksikan wajah renyahmu
bukan wajah masam seperti tahun-tahun yang sudah
lantaran ucapan datang dariku
setelah berulang isyarat tersampaikan
sehatlah selalu wahai sang istri,
senantiasa kejernihan berpikir mengarungi hari-hari
ringan langkah tapak kaki meniti
penuh semangat, hidup saling berbagi
dipanjangkan umur dan saling mengasihi,
Berdoa kesehatanmu selalu
25 Desember 2010
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI