Giginya yang rapi tampak makin banyak kelihatan karena semakin banyak ketawa. Tetapi ketawa yang kecut. "Satu bulan latihan saya masih seperti singa. Dua bulan latihan saya berubah menjadi kerbau. Tiga bulan latihan saya menciut menjadi tikus karena waktu itu saya mendapat surat dari seorang Jendral DKD bagian Drama, yang menyatakan bahwa naskah yang akan saya pentaskan tidak memenuhi syarat."
Umar Machdam diam. Tidak lagi menyeringai. "Naskahnya ditolak. Bukan, bukan ditolak, tetapi katanya naskahnya tidak memenuhi persyaratan. Pengarang Indonesia mana yang mendapat Nobel? Dan lagi kenapa kita dibiarkan latihan selama tiga bulan tanpa mereka mau melihat, lalu ditolak?"
Kesempatan Studi Teater Bogor, menempatkan kota Bogor sebagai kota ke lima dari kelompok teater dari luar Jakarta yang berkesempatan tampil di TIM, setelah sebelumnya dari Yogyakarta, Medan, Surabaya dan Kudus. Â
Pada Oktober 1971, berdiri sebuah Sanggar Sastra bernama KUMBARA (Kumpulan Bocah Kreatif) yang dipimpin oleh FX Puniman yang juga menjadi anggota Teater Kecil pimpinan Arifin C Noer. Kelompok yang dibina oleh Romo Broto ini sepanjang tahun 1971-1972 sangat aktif menyelenggarakan acara sastra dan teater.Â
Adri Darmadji (Sinar Harapan, 9 Juli 1975) dalam sapaannya kepada pegiat kesenian kota Bogor, mencatat kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan oleh Kumbara selama periode tersebut. Kegiatan pertama adalah pembacaan puisi dari penyair-penyair Indonesia dan Dunia, kedua diskusi dengan menghadirkan Romo Broto, dan 26 Desember 1971 menyelenggarakan apresiasi seni yang melibatkan seniman Bogor, Jakarta dan Yogyakarta. Sugiono MP (Berita Yudha, 28 Desember 1971) mencatat proses kegiatan tersebut. Â
Pembacaan puisi yang dilakukan dua orang anggota Bengkel Teater Yogya dan anggota Studi Teater Bogor, Torro Margen dari Teater Remaja Jakarta yang menyajikan Improvisasi dan Subijanto yang tampil dengan monolog "Kasir Kita" karya Arifin C. Noer. Drama "Pangeran Cilik" ditampilkan oleh SMP Fransiscus pimpinan Saliban Sastra yang dilanjutkan ceramah oleh Pramana Pmd dan Wahyu Sihombing pada Januari 1972 (Kompas, 26 Januari 1972).Â
Pada Pebruari 1972, menghadirkan Emmanuel Subangun untuk berbicara tentang "Amir Hamzah Sebagai Penyair Mistik". Pada sebuah pembicaraan dengan FX Puniman beberapa waktu lalu, ia menyatakan bahwa Kumbara juga pernah mementaskan drama "Bolero Hijau".
Perkembangan lain adalah kehadiran sebuah kelompok yang menamakan dirinya "TEATER SALON" dengan pendirinya Jos Sudrajat dan JA Lastawan. Keduanya pernah aktif di Studi Teater Bogor. Mereka sempat mementaskan "Taman" karya Iwan Simatupang pada 29 Juli 1972. Kehadiran kelompok ini dapat menjadi angin segar bagi perteateran di Bogor yang sebelumnya hanya diwarnai oleh Studi Teater Bogor (Lihat Ukar R, Suara Karya, 3 September 1972). Sayang mengenai perkembangan dan kiprah kelompok ini tidak terlacak dalam pemberitaan media.
Teater Remaja Bogor pimpinan Eman Sulaeman, yang belum saya ketahui tanggal pendiriannya, tercatat melakukan pementasan drama anak-anak di TIM pada 13 Mei 1973. Lakon yang dimainkan yakni "Putera Mahkota dan Tukang Tenung". Pada masa itu, TIM memiliki program pementasan drama anak setiap sebulan sekali. (Lihat, Kompas, 19 Mei 1973).
Ada kondisi ketidakharmonisan antara Pemerintah Daerah Kota Bogor dengan para seniman. Fasilitas dan prasarana di Bogor sangat kurang jika dibandingkan dengan semangat kerja remaja-remajanya yang bergelut di dunia kesenian. Hal ini menjadi salah satu faktor bagi Studi Teater Bogor untuk menghentikan aktivitasnya setelah pementasan "Salman El Farishi" di tahun 1974. Namun, di tahun 1975, mereka masih terlihat dalam pementasan "Rabiah El Adawiyah" di Jakarta dan Surabaya. Setelahnya, tidak terdengar lagi kegiatannya. Dan, Bogor sepertinya senyap dengan kegiatan-kegiatan teater.