Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dinamika Teater di Bogor Tahun 1950-1980-an, Sekadar Catatan (I)

25 Januari 2019   00:03 Diperbarui: 25 Januari 2019   00:22 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pemenang Festival Seni Drama di Bogor Tahun 1959 (Aneka, 29 thn ke X)

Jika saja Boen S. Oemarjati dalam bukunya "Bentuk Lakon Dalam Sastra Indonesia" terbitan PT Gunung Agung di tahun 1971 tidak memasukkan tentang Teater di Bogor, barangkali kota ini tidak akan tercatat sebagai kota yang bergeliat di dalam pengembangan teater modern Indonesia di periode awal, yakni tahun 1940-1950-an. 

Kendati M Ryana Veta dalam tulisannya di Harian Suara Karya, 19 Desember 1971, melontarkan kritik terhadap buku Boen tersebut yang dinilai hanya mengandalkan arsip dan brosur-brosur.

"Menurut hemat saya (kelemahan),adalah disebabkan Boen terlalu percaya sepenuhnya pada arsip-arsip teater yang berupa tulisan-tulisan atau brosur-brosur. Sehingga kegesitan yang dihasilkan Boen di dalam mengumpulkan arsip-arsip teater yang berserakan di berbagai kota di Indonesia ini menjadi kurang nilainya jika diukur dengan cita-cita berikut nasib teater itu sendiri," demikian dituliskan oleh M Ryana Veta.

Selanjutnya dikatakan, 'sebagai contoh, di dalam menyinggung masalah sejarah teater di kota Bogor saya punya dugaan keras bahwa tanpa sebuah brosur stensilan tentang "Federasi Teater Kota Bogor 1962" yang diberikan Taufiq Ismail kepadanya, di mana Taufiq Ismail sendiri duduk sebagai ketuanya, saya rasa, Boen sendiri tidak banyak tahu bagaimana tampang sebenarnya teater di kota Bogor ini." 

M. Ryana Veta, memang menyoroti kekurang-lengkapan tulisan Boen tentang Teater Bogor, yang menurutnya bisa lebih lengkap jika Boen juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh teater Bogor.

Memang, berbeda dengan kota lain, seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Makassar, yang memiliki media (Surat Kabar dan Majalah) di kotanya masing-masing yang pada saat ini masih bisa dilacak keberadaannya, media yang terbit di Bogor sangat terbatas dan sulit sekali untuk melacak arsip media tersebut. 

Tercatat, Asrul Sani pernah mendirikan Harian "Suara Bogor" yang belum saya temukan info tentang periode penerbitannya dan juga ada Mingguan "Patria Padjadjaran" pada tahun 1960-an. Keduanya, tidak tersedia arsipnya di Perpustakaan Nasional. 

Dan info tentang keduanya sangat terbatas tersedia di pencarian Google. Media lokal, asumsinya akan lebih banyak memuat kegiatan teater di kotanya, dibandingkan yang hadir di media nasional. 

Pemberitaan ataupun liputan tentang kegiatan teater di daerah  yang dapat dimuat di media nasional, saya lihat ada dua kemungkinan, yaitu, jika dianggap layak hadir di media nasional dan jika ada penulis dari daerah tersebut yang aktif menulis di media nasional.

Sumber lainnya adalah informasi dari para pelaku. Sejauh ini kesempatan untuk bertemu dengan para pelaku teater di kota Bogor sangat terbatas. Kesempatan berbincang dan informasi yang paling penting didapatkan dari M. Ryana Veta. 

Komunikasi melalui media facebook dan beberapa kali pertemuan langsung, setidaknya saya mendapatkan info media nasional yang kerap memberitakan tentang teater di Bogor, dan nama-nama pelaku teater pada tahun 1960-1970-an.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun