Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Jogja Ora di Dol", dalam Kacamata Anak-anak

14 Agustus 2018   09:44 Diperbarui: 14 Agustus 2018   10:19 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak sebagian besar lancar dalam mengungkapkan dialog-dialog secara wajar dan tidak terkesan sekedar hafalan. Tentulah ini hal yang luar biasa. Anak-anak bermain sebagai anak-anak dengan wajar dan nikmat tanpa ketegangan yang tinggi. Sutradara jeli untuk membiarkan anak-anak bermain tanpa menjadikannya sebagai robot-robot panggung, pun kemerdekaan ini tetap diimbangi dengan kesadaran blocking yang baik. Sebagai catatan, pemain yang beranjak dewasa, malah yang terlihat "grogi" dengan permainan yang agak kaku.

Dialog menggunakan bahasa sehari-hari, dengan selipan humor yang kerap mengundang tawa penonton. Humor yang tidak berlebihan, dengan bahasa dan logika anak-anak namun mengena sebagai sentilan terhadap mereka, terhadap orang dewasa dan pengambil kebijakan.

Jikapun ada dialog-dialog yang sepertinya berfilsafat, hal itu tidak berkepanjangan dan direspon misalnya; "kamu kok seperti orang dewasa,", lalu dialog kembali ke bahasa anak-anak.

Pementasan yang berlangsung hampir dua jam, dinikmati oleh para penonton yang memenuhi Concert Hall Taman Budaya Jogjakarta dengan komposisi 2/3nya adalah anak-anak. Menariknya, penonton anak-anak yang dalam usia Balita juga tidak membuat kegaduhan, atau asyik sendiri seperti terjadi ketika hadir dalam sebuah pertunjukan. Penonton, bertahan hingga pertunjukan usai. Tentu saja, ini sebuah peristiwa yang sangat menggembirakan.

Dokpri
Dokpri
Berkaitan dengan tema, saya kira sangat menarik menampilkan realitas sehari-hari dan bagaimana anak menyikapi situasi itu menurut kacamata mereka.

Mengambil tema "besar" yang dianggap sebagai masalah sosial-politik bagi orang dewasa, tidak masalah sejauh bukan menjadikan anak-anak sebagai corong orang dewasa, namun menempatkan anak-anak sebagai subyek yang sadar realitas dengan penyampaian pandangan yang genuine. Ini menjadi tantangan tersendiri, dan hak menyampaikan pandangan merupakan salah satu prinsip dasar dari Hak-Hak Anak.  

Teater Bocah Jogjakarta yang berdiri sejak dua tahun lalu, dan pertunjukan di atas merupakan pertunjukan yang kedua, kita harapkan dapat terus bertahan dan terus berkarya. Kelompok ini , di tengah minimnya keberadaan teater anak-anak di Jogjakarta dan di Indonesia diharapkan pula mampu menyebarkan virusnya agar dapat bertumbuhan teater-teater anak. Sukses!!!

14 Agustus 2018  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun