Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sastra Bulan Purnama 11: Orang-orang Teater Membaca Puisi

4 Agustus 2012   04:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:16 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_198052" align="aligncenter" width="516" caption="Sastra Bulan Purnama ke 11"] [/caption] [caption id="attachment_198055" align="alignleft" width="240" caption="Meritz Hindra"]

1344051755136052667
1344051755136052667
[/caption]

”Teater dan puisi dua hal yang berbeda. Teaterawan dan penyair dua hal yang tak sama. Tidak semua teaterawan adalah penyair, demikian pula sebaliknya. Tetapi kita bisa menemukan seorang penyair sekaligus aktor dan sutradara teater, misalnya Rendra, atau yang lebih muda Landung Simatupang,” demikian dinyatakan oleh Ons Untoro pada pengantar buku kumpulan puisi: Sastra Bulan Purnama edisi ke 11: Orang-orang Teater Membaca Puisi.

Lebih lanjut dikatakan oleh Ons Untoro, yang selama ini mengkoordinir dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan SBP yang bertempat di Rumah Budaya Tembi, Yogyakarta, ”Seorang aktor, sebagai pemain teater bisa memikat ketika membaca puisi, tetapi seorang penyair belum tentu mempunyai kemampuan membaca puisi, tetapi seorang penyair belum tentu mempunyai kemampuan membaca puisi. Meski kita bisa menemukan, penyair yang mempesona ketika membaca puisi, lagi-lagi  kita bisa menunjuk Rendra. Yang lain, kita bisa pula menyebut Darmanto Djatman, Sutardji CB, atau Emha Ainun Nadjib dan sejumlah yang lain,”

1344051416921759452
1344051416921759452
Memang tidaklah salah apa yang dikatakan oleh Ons Untoro. Semalam (3/8) para penonton bisa menikmati penampilan menarik dari para aktor ketika membacakan puisi-puisinya. Setidaknya, kita tidak meragukan kemampuan olah vokal dan penampilan mereka. Pun misalnya Sri Yuliati menyatakan sudah lebih dari 15 tahun tidak berada di atas panggung atau Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, M.A yang tidak pernah ”manggung” lagi sekitar 20 tahun, penampilan keduanya tetap memukau.

Acara dibuka dengan pembacaan puisi oleh Meritz Hindra, yang dilanjutkan oleh penampilan Puntung CM Pudjadi bersama rekan-rekannya.

Setelah itu lampu padam. Dari arah pintu terlihat sosok dengan nyala lilin di tangan, melangkah pelan menuju ke arah panggung. Suasana senyap. ”inilah lembah gulita yang sangat dalam/kosong, hening dalam gigil yang menyudut palungnya/Anginpun lebih lirih dari sekedar desir...”. Itulah penampilan Ana Ratri yang pernah sekolah di ASDRAFI yang aktif di Pojok Budaya dan Sanggar Bambu, yang membawakan puisinya: ”Gelap”, ”Bait Akhir” dan ”Rahasia”.

[caption id="attachment_198058" align="aligncenter" width="300" caption="Agus Istianto atau Kamerad Kanjeng"]

13440521162139330143
13440521162139330143
[/caption] Adzan mengoyak kelam angit Jakarta/Jaman berubah-rubah rupa/Dari Batavia hingga Jakarta/Dari eltevreden dengan air mancur yang mempesona/Hingga kemiskinan dan macet di seluruh kota” Agus Istianto yang pernah aktif di Teater Dinasti, dan kini aktif  di Komunitas Budaya Guntur 49, mengawali puisinya dengan ”Adzan Subuh” yang dilanjutkan dengan ”Bung Hatta” dan ”Doa Anak Payung di Gazong”.

[caption id="attachment_198059" align="alignleft" width="240" caption="Sri Yuliati"]

13440522851274610716
13440522851274610716
[/caption]

Suasana sedikit berbeda ketika Menik Sithik setelah membacakan ”Perjalanan Ini, Win” mengajak para penonton untuk menyanyi bersama lagu ”Darah Juang”-nya Jhonsoni Tobing yang tidak asing bagi para aktivis gerakan mahasiswa. Walau ketika di ajak tidak ada yang merespon, toh, saat ia menyanyikan, sebagian penonton langsung mengikuti. Lagu yang dinyanyikan untuk menghantarkan pada ”Jalan Sunyi” yang dibawakannya: ”...Tak ada kawan sejati/Yang dulu sejalan pemikiran/Tentang mimpi dan harapan... gedung-gedung megah disana/telah menelan kawan seperjalanannya/Menghanyutkan harapan perubahan...

Ramadhan”, puisi yang dibawakan oleh Sri Yuliati terasa pas dengan situasi yang tengah terjadi mengingat Sastra Bulan Purnama kali ini memang berlangsung saat Ramadhan. ”Bulan penuh berkah sekaligus penuh sensasi/Bulan penuh ampunan sekaligus penuh manipulasi/Bulan penuh hidayah sekaligus penuh ambisi/Bulan penuh rahmat sekaligus penuh provokasi//Jangan buruk sangka pada sang Illahi/Dia lah Sang Pemilik Jagat ini/yang tak pernah ingkar janji”. Pun puisi berikutnya ”Mencoba Ikhlas” dan ”Anakku”.

Yudiaryani, staf pengajar Jurusan Teater ISI Yogyakarta dan STSI Bandung, membawakan dua dari tiga puisinya, yakni: ”Dzikir Malam” dan ”Negeri Seribu Mitos”.

Bukan aku yang ada tetapi jiwaku yang mengada Sakit tubuh tergeletak menyatu tanah dan menjadi debu Tetapi jiwa tetap berkelana Luka jiwa sedekap bumi Mitos hanya idenya Laku adalah pelaksanaannya Dan tragedi butuh penyembuhan Balia! Ubahlah aku menjadi lebih baik (Negeri Seribu Mitos).

[caption id="attachment_198060" align="alignright" width="240" caption="Whanny Darmawan"]

13440523872056302076
13440523872056302076
[/caption]

Whany Darmawan, yang belum lama meluncurkan Novel ”Nun” dan buku ”Andai Aku Seorang Pesilat”, secara bercanda (atau serius) menyatakan akan membaca satu puisi pembuka yang lebih penting dari tiga puisi yang direncanakan. Puisi yang ”mempromosikan” rumah makan dengan kata-kata nakal yang cerdas mampu mengundang gelak tawa dari para hadirin.

”Puisi pertama akan dibacakan oleh Sabrina,” katanya memanggil seorang rekannya yang membacakan ”Puisi dan Diri”. Dilanjutkan dengan puisi yang dibacakan sendiri, ”Segitiga Sama Kaki” dan ”Malin Tak Mau Jadi Batu”.

Pritt Timothy, membawakan satu puisi panjangnya: ”Rara Jonggrang” dengan penampilan yang memikat. Disusul oleh Daru Maheldaswara dalam ”Indonesia, Major yang Minor”. Liek Suyanto, yang saat ini lebih banyak aktif di film dan sinetron, menjadi penampil terakhir yang menutup acara Sastra Bulan Purnama kali ini.

[caption id="attachment_198061" align="aligncenter" width="300" caption="Pritt Timothy"]

1344052472918396844
1344052472918396844
[/caption]

Menikmati secara keseluruhan penampilan para aktor membacakan puisi-puisinya memang berbeda. Ketrampilan berakting dan tuntutan mengolah vokal dengan baik, laksana kita menonton suatu pertunjukan monolog.

Sayang, pada saat purnama terang, pemandangan langit yang cerah ini tidak bisa dinikmati seperti acara-acara sebelumnya yang biasa berlangsung di pendopo atau di ruang terbuka bagian belakang Rumah Budaya Tembi, karena kali ini, acara dilangsungkan dalam ruang tertutup. Kenikmatan yang kurang sempurna jadinya.

Yogyakarta, 4 Agustus 2012 (Odi Shalahuddin)

Foto lainnya:

[caption id="attachment_198062" align="aligncenter" width="300" caption="Ana Ratri Wahyuni"]

1344052565299048442
1344052565299048442
[/caption] [caption id="attachment_198064" align="aligncenter" width="300" caption="Menik Sithik "]
13440526522070308458
13440526522070308458
[/caption] [caption id="attachment_198065" align="aligncenter" width="300" caption="Prof. Dr. Hj. Yudiaryani, M.A"]
13440527351199699469
13440527351199699469
[/caption] [caption id="attachment_198066" align="aligncenter" width="300" caption="Sabrina"]
13440528191946002593
13440528191946002593
[/caption] [caption id="attachment_198067" align="aligncenter" width="300" caption="Daru Maheldaswara"]
1344052919235028203
1344052919235028203
[/caption] [caption id="attachment_198068" align="aligncenter" width="300" caption="Liek Suyanto"]
13440529901876173021
13440529901876173021
[/caption] [caption id="attachment_198070" align="aligncenter" width="300" caption="Herlina, pembawa acara bersama Ons Untoro"]
1344053062223766225
1344053062223766225
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun