Sungguh berbahagia, ada kesempatan bertemu dengan para sahabat lama, yang hampir seluruhnya saya tahu telah memiliki pengalaman panjang dalam belajar dan bekerja bersama anak-anak yang dilacurkan di kotanya masing-masing.
Itulah yang saya alami pada tanggal 20 Desember yang lalu, bertempat di Hotel Cemara Jakarta ketika menghadiri acara Seminar dan Lokakarya ”Penanganan Langsung Korban Perdagangan Anak” yang diselenggarakan oleh Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak (Konas Peska) yang berafiliasi dengan ECPAT International bekerjasama dengan The Body Shop Indonesia.
Pada acara ini ada enam lembaga yang mendapat dukungan dana dari the Body Shop Indonesia yang mengungkapkan pengalamannya selama menjalani program pelayanan selama sepuluh bulan, yaitu PKPA Medan, Yayasan Kaseh Puan Tanjung Balai Karimun, Yayasan Bandung Wangi Jakarta, Yayasan Kusuma Buana yang bekerja di Indramayu, Yayasan Bahtera Bandung, dan Yayasan Kakak Solo.
Acara ini dihadiri oleh segenap anggota Konas Peska yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia yang juga bersentuhan dengan persoalan anak-anak yang dilacurkan atau anak-anak korban perdagangan untuk tujuan seksual, organisasi non pemerintah international dan instansi pemerintah.
“Sebut saja HW, seorang Perempuan berumur 16 tahun. Pada umur 13 tahun, karena menjadi korban KDRT, ia hamper bunuh diri. Ia kabur dari Rumah, namun dijebak seorang Perempuan yang katanya ingin menolong. Ia dijadikan pelayan kage “plus-plus”, bekerja sepanjang malam dari pukul 20.00 – 03.00 pagi. Saat ini ia bekerja di sebuah salon kecantikan dan merahasikan masa lalunya,” Misran Lubis, yang mewakili PKPA memberikan ilustrasi kasus dari seorang anak yang berhasil dijangkau dan bisa dilibatkan untuk mengikuti kursus salon kecantikan.
PKPA mengembangkan tiga kegiatan Utama yaitu penjangkauan anak-anak korban ESKA, penarikan anak-anak dari situasi ESKA, dan dukungan re-integrasi serta penguatan korban. Mereka memfokuskan wilayah kerjanya di kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.
Edi dari Yayasan Kaseh Puan yang bekerja di wilayah Tanjung Balai Karimun menceritakan tentang pengalaman mereka berhasil menyelamatkan 18 anak korban perdagangan dengan mengembalikan ke daerahnya masing-masing, mengembalikan anak ke sekolah, dan memberikan pelatihan ketrampilan. “Masih banyak oknum yang terlibat dalam praktek trafficking” katanya menyatakan tantangan yang dihadapi.
Endang dari Yayasan Bandung Wangi, sebuah organisasi yang telah beraktivitas sejak tahun 1995 dan memfokuskan diri pada pemberdayaan Pekerja Seks Komersial (PSK), di kawasan Jakarta Utara dan Jakarta Timur menceritakan pengalamannya mendampingi 20 anak korban perdagangan sehingga dapat keluar dari prostitusi.
Pendekatan berbeda disampaikan oleh Wisnu dari Yayasan Kusuma Buana yang selama ini bekerja di daerah basis asal anak-anak yang dilacurkan dan PSK di Indramayu. “Pada awal kami masuk wilayah itu, tantangannya sangat besar sekali. Sampai tempat kegiatan kami telah dikepung oleh para trafficker yang menganggap kami mengganggu bisnis mereka. Tapi melalui pendekatan dan dialog yang intensif, lama-lama akhirnya ada sebagian yang turut mendukung upaya kami, sampai akhirnya terbentuk jaringan perlindungan anak tingkat desa yang melibatkan mantan-mantan pelaku perdagangan anak,”.
YKB sendiri menilai pendidikan sangat penting sebagai upaya untuk mencegah anak-anak menjadi korban dalam usia sangat muda. Mereka mendirikan SMP terbuka yang dikelola oleh masyarakat dan mendapat sambutan hangat.
Selanjutnya adalah pengalaman Yayasan Bahtera, sebuah organisasi yang seingat saya adalah organisasi yang pertama kali berhasil membongkar dan menyelamatkan 113 anak dari Bandung yang dijerumuskan ke prostitusi di Batam pada tahun 1990-an. Saat itu, mereka bekerjasama dengan Polda Jawa Barat. Tamami menceritakan situasi terakhir anak-anak yang dilacurkan di Bandung. ”Banyak pelacuran terselubung. Berdasarkan monitoring yang dilakukan, banyak anak-anak yang direkrut dan dipekerjakan di Spa-spa. Mereka juga dikursus bagaimana cara memegang dan memainkan alat kelamin laki-laki,”
Di Bandung beberapa kasus pelibatan anak di Spa sudah terbongkar. ”Tapi, ya, banyak kepentingan yang hadir di sana. Jadi tampaknya masih saja terus berlangsung”.
Shoim dari Yayasan Kakak Solo sebuah LSM yang tampaknya satu-satunya yang memiliki keperdulian tinggi terhadap isu anak yang dilacurkan di kotanya, melatih ketrampilan anak-anak dan memberikan ruang bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan lain di luar prostitusi. ”Kami juga berusaha keras membangun kerjasama dengan private sector untuk memberikan kesempatan kepada para korban agar bisa bekerja di sektor yang lain, juga membangun jaringan untuk memperluas pemasaran produk yang dihasilkan oleh korban,” jelas Shoim.
Tentulah, mereka sebagian sahabat yang saya yakini banyak bergulat, menyelami, dan seringkali menghadapi berbagai ancaman dalam menjalankan kerja-kerja mereka untuk menyelamatkan anak-anak dari prostitusi. Rasa salutku kepada mereka, juga kepada sahabat-sahabat lain yang turut hadir dalam semiloka tersebut, yang memiliki kepedulian dan kerja-kerja yang hampir serupa. Memang, terus harus digemakan, menyelamatkan anak-anak dari prostitusi, dan meningkatkan kewaspadaan agar anak-anak tidak menjadi korbannya.
Salam hangat,
Odi Shalahuddin
26 Desember 2011
Catatan: baru sempat menulis pagi ini, setelah perjalanan ke beberapa kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H