Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tentu Salah Bila Guru Melakukan Kekerasan Dengan Alasan Apapun

5 Desember 2011   04:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:49 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari lalu saya membaca postingan dari Johan Wahyudi berjudul: “Apakah Guru Tidak Boleh Menjewer Muridnya?” Pada postingan ini, Johan Wahyudi menceritakan pengalaman seorang kawannya yang menjewer murid, lalu dilaporkan oleh orangtuanya, sehingga kawannya tersebut mendapatkan sanksi dari atasannya.

Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya, yaitu pernyataan yang dilontarkan oleh Johan Wahyudi: Kekerasan di dunia pendidikan memang diperlukan (lihat alenia empat). Selanjutnya dengan memberikan ilustrasi tentang kenakalan para murid, kembali ia  melontarkan pernyataan yang diberi huruf tebal yang disusul dengan pertanyaan: Namun, guru terpaksan menggunakan cara keras jika anak didiknya memang sulit diatur. Lalu, apakah cara itu salah? (garis bawah dari saya).

Ada berbagai komentar (saya salah satunya), termasuk komentar yang berkembang menjadi diskusi antara Radix dengan Asyik belajar di Rumah dan Hagemaru_J (maaf saya tidak memasukkan dialog antara Radix dengan Bowo sebagai suatu diskusi). Respon dan diskusi yang berlangsung menurut saya sangat menarik untuk dikembangkan, sayangnya, Johan Wahyudi sama sekali tidak memberikan komentar atas komentar dan diskusi yang berlangsung di sana.

Saya mencoba mengabaikan postingan tersebut. Tapi hari ini, beberapa sms yang masuk memberikan informasi kepada saya tentang adanya kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah. Ini mengingatkan kembali pada postingan Johan Wahyudi yang segera saya baca ulang berikut komentar-komentar yang ada dan mendorong saya untuk memberikan tanggapan sebagaimana tertulis ini.

Hak Anak terlindungi dari kekerasan

Persoalan kekerasan di sekolah dalam bentuk bullying ataupun penghukuman secara fisik, senyatanya memang kerap terjadi.Hal mana diakui oleh Johan Wahyudi dan saya kira para sahabat yang saat ini berumur 20 tahun ke atas, tentunya pernah mengalami atau menyaksikan hal-hal semacam itu ketika bersekolah.

Pada masa lalu, kekerasan di sekolah, utamanya penghukuman fisik oleh guru, dianggap sebagai hal yang wajar dan memang perlu dilakukan untuk mendisplinkan anak-anak yang dianggap nakal. Di beberapa wilayah di Indonesia, tanggapan semacam ini masih banyak mengemuka. ”Di ujung rotan ada emas,” demikian salah satu pepatah di Indonesia bagian timur yang dimaknai sebagai justifikasi untuk mendidik anak dengan kekerasan.Tapi kesadaran baru, tampaknya juga mengemuka tentang bahwa penghukuman fisik di sekolah itu salah.

Pada Rencana Aksi Anti Kekerasan terhadap Anak (pasal 1 ayat 3), Kekerasan terhadap anak didefinisikan: setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak yang dilakukan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas anak tersebut atau mereka yang memiliki kuasa atas anak tersebut, yang seharusnya dapat dipercaya.

Konvensi Hak Anak (KHA) telah diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1989 dan telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990, dan dengan demikian ketentuan-ketentuan yang terkandung di dalamnya menjadi peraturan yang berlaku. Umum diketahui bahwa ketentuan-ketentuan dalam berbagai instrumen terkait Hak Asasi Manusia (termasuk Hak Anak) disebut sebagai standar minimal. Artinya, suatu peraturan di negara peserta yang telah meratifikasi ”setidak-tidaknya,” mengatur dengan ketentuan yang sama,”tidak boleh lebih rendah”, tapi ”bila lebih tinggi,” akan dihargai.

Salah satu ketentuan yang terkandung dalam KHA adalah jaminan agar anak-anak mendapatkan perlindungan dari kekerasan, penyiksaan dan perlakuan hukuman tidak manusiawi (lihat pasal 37.a). Bila dikaitkan dengan konteks pendidikan kita bisa merujuk pada pada pasal 28 ayat 2 yang menyatakan: ”Negara-negara Peserta harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin agar disiplin sekolah dilakukan dengan cara yang sesuai dengan martabat manusia  anakdan sesuai dengan Konvensi ini.”

Disahkannya Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) No. 23 tahun 2002 yang diklaim menurunkan pengaturan tentang hak-hak anak sebagaimana terkandung pada Konvensi Hak Anak  menegaskan kembali tentang Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi (pasal 16 ayat 3).

UUPA juga mengatur ketentuan pidana terhadap pelaku kekerasanterhadap anak  yang termuat pada pasal 80, yaitu:

1)Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

2)Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3)Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

4)Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.

(Bersambung)

salam,

Odi Shalahuddin
Yogyakarta, 5 Desember 2011

_________________________________

Tulisan berikutnya:

Tentu Salah Bila Guru Melakukan Kekerasan dengan Alasan Apapun (#2)



Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun