Mohon tunggu...
Odi Shalahuddin
Odi Shalahuddin Mohon Tunggu... Konsultan - Pegiat hak-hak anak dan pengarsip seni-budaya

Bergiat dalam kegiatan sosial sejak 1984, dan sejak tahun 1994 fokus pada isu anak. Lima tahun terakhir, menempatkan diri sebagai pengepul untuk dokumentasi/arsip pemberitaan media tentang seni-budaya

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Bung Katedra, Sosok Pencurhat

18 November 2011   09:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada beberapa kali perbincangan dengan Bung Katedra melalui telpon, kami pernah membahas tentang kebodohan-kebodohan, kekurangan atau kelemahan, dan kesadaran bahwa kami sebagai manusia yang memang jauh dari kesempurnaan.

Lantas kami tertawa bersama saat mengisahkan tentang keangkuhan-keangkuhan yang menimpa diri kami, yang tercermin dalam tulisan-tulisan ketika mengungkapkan suatu persoalan dan memposisikan diri sebagai manusia nan bijak dan hebat, yang “seolah” menunjuk-terangkan suatu persoalan lalu menggelar solusi-solusi yang (menurut kami sendiri) tepat dan jitu.

Bermula dari perbincangan-perbincangan ini, maka mengemuka pernyataan tentang ketakutan atau kegagapan kita untuk mengungkap persoalan yang tengah dihadapi seakan menjadi aib yang harus ditutup. Selanjutnya mengemuka pertanyaan sekaligus tantangan, beranikah untuk menulis (di kompasiana khususnya) dengan menjadikan diri kita sebagai contoh soalnya?

Saya tidak tahu, apakah perbincangan selintas-selintas itu mempengaruhi diri kami. Tapi saya melihat ada perubahan dari tulisan Bung Katedra yang dominant memunculkan persoalan-persoalan dengan menempatkan diri sebagai subyek yang mengalaminya. Saya sendiri, sempat melakukan hal serupa, walau tak berkepanjangan atau dengan kata lain menjadi tidak konsisten. Daya tahan saya tidak sekuat Bung Katedra.

Memang, sangat disadari tulisan-tulisan macam ini, cenderung seperti orang tengah mencurahkan hatinya, atau memang demikianlah adanya. Kadang terpeleset disikapi para pembaca sebagai kecengengan atau bahkan dalam satu kesempatan dianggap sebagai keangkuhan pula.

Nah, semangat diam-diam yang ada pada hati kami, adalah meracuni pikiran para pembaca khususnya kompasianer agar tetap bersemangat untuk menulis. Setidaknya bisalah terlontar pernyataan: Lha, wong curhat-curhat macam Bung Kate dan Odi saja bisa kok. Bukankah saya bisa membuat lebih baik dari mereka?

Lantar persoalan yang diangkat: Sederhana saja, pada saat itu, seputar kompasiana sajalah (walau sesekali menjangkau persoalan di luar itu.

Saya kira kita semua telah maklum, persoalan di kompasiana tidak banyak bergeser dari dulu. Diantaranya, persoalan yang terus saja menghangat (hilang dan bisa muncul kembali menjadi perbincangan ramai) seputar highlight, headline, terekomendasi, ter-ter-an, copas, keputusan atau penilaian admin yang dianggap tidak memuaskan dan akun siluman.

Maka, dalam kaitan dengan postingan Bung Kate yang hampir dimasukkan ke dalam ”blogshoptips”, saya memandangnya dalam konteks di atas.

Bung Kate tengah curhat, dan bisa jadi berulang kali menampilkan persoalan yang sama? Saya kira bisa dikatakan demikian, karena persoalan yang masih hadir di kompasiana juga masih berputar pada hal yang sama. Bung Kate, saya kira, menempatkan dirinya sebagai ”contoh soal” yang mengungkapkan perasaan yang (diduga) dirasakan oleh banyak kompasianer. Pengambilan posisi demikian, maka memang menjadi resiko yang saya kira juga disadari oleh bung Kate, ia akan dianggap sebagai orang yang senang curhat. Bisa dikatakan berlebihan, cengeng, dan angkuh.

Bagaimana sebenarnya yang terjadi? Tentu Bung Kate sendiri yang tahu. Saya hanya mengkaitkan dengan perbincangan dan mencermati tulisan-tulisan dia, yang jujur, tidak semuanya juga saya suka. Tapi banyak yang berkesan.

Bung Katedra, salah satu guru dimana saya banyak belajar tentang semangat tak pernah padam dalam hal penulisan. Ia juga sosok yang tidak pernah puas dan selalu belajar. Tidak sungkan untuk bertanya kepada orang-orang yang dianggap lebih tahu, siapapun dia. Sayang, pada satu kesempatan bertatap muka ketika acara blogshoptips di Jakarta, saya yang kebetulan datang menjelang acara berakhir, hanya sempat bersalaman, dan tidak sempat berbincang dengannya.

Nah, menurutmu sendiri, bagaimana pandanganmu terhadap Bung Katedra M. Rajawen?

Salam,

Odi Shalahuddin, Kupang, 18 November 2011

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun