21 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 9 mei 1993, di sebuah gubuk kelompok tani di hutan Wilangan, Nganjuk, anak-anak yang tengah bermain di sekitar tempat itu melihat ada kaki yang menjulur. Mereka menggoda dengan melempari kerikil. Setelah tak ada reaksi, mereka mendekat dan menjumpai sosok mayat Perempuan dalam posisi terlentang.
Secarik resi wesel member petunjuk bagi aparat kepolisian untuk menelusuri kejelasan sosok mayat tersebut. Dialah Marsinah!
Marsinah, seorang aktivis buruh, bersama kawan-kawan yang menjadi buruh di PT Catur Putera Surya (PT. CPS) Porong nya melakukan aksi unjuk rasa pada tanggal 3-4 Mei 1993. Pada tanggal 5, 13 buruh digiring ke Kodim Sidoarjo karena dianggap menghasut unjuk rasa. Marsinah, sempat mendatangi kantor Kodim untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya. Stelah itu, pada pukul 10 malam, Marsinah lenyap. Setelah menghilang selama tiga hari, mayat Marsinah baru ditemukan di hutan Wilangan.
Delapan petinggi PT CPS termasuk pemiliknya, yakni Yudi Susanto ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi, termasuk Mutiari selaku kepala personalia PT CPS dan satu-satunya Perempuan yang ditangkap, mengalami siksaan fisik maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian diketahui sebagai Kodam V Brawijaya, Setiap orang yang diinterogasi dipaksa mengaku telah membuat scenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah.
Para tersangka mendapatkan vonis berkisar antara empat sampai 17 tahun. Namun mereka naik banding. Di Pengadilan tinggi Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya Mahkamah Agung republic Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaannya (bebas murni).
Putusan tersebut menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “direkayasa”. Hingga kini kasus Marsinah tetap menjadi misteri dan menjadi salah satu sejarah kelam dalam ranah hukum di Indonesia.
Diduga, Marsinah dibunuh oleh aparat militer. 10 LSM di Indonesia membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) untuk menginvestigasi dan mengadvokasi kasus Marsinah, di mana Munir terlibat sebagai pengacara kaum buruh PT CPS.
Marsinah, oleh para aktivis buruh dan aktivis gerakan sosial dijadikan sebagai symbol perlawanan kawan buruh. Sebagian bahkan menuntut agar Marsinah dijadikan sebagai pahlawan nasional.
Kisah hidup Marsinah, telah difilm-kan pada tahun 2001 dengan sutradara Slamet Raharjo. Ratna Sarumpaet bersama Sanggar Satu Merah Panggung, mementaskan monolog Marsinah Menggugat pada tahun 1997 di beberapa kota di Jawa dan Sumatra. Pementasan di Bandung, Surabaya dan Bandarlampung dibubarkan secara represif oleh . Mus Mulyadi bersama para seniman keroncong membuat album Marsinah. Marjinal, kelompok music beraliran anarko-punk juga menjadikan kisah hidup Marsinah sebagai lagu.
Setiap tahun, kematian Marsinah, yang berdekatan dengan peringatan Hari Buruh, diperingati di setiap kota. Pada tahun ini, salah satu acara yang digelar adalah Pawai Obor Marsinah yang melibatkan ratusan organisasi masyarakat sipil.
Kegiatan berlangsung pada tanggal 1-10 mei 2014. Kegiatan obor Marsinah berlangsung di berbagai kota dengan rute: Jakarta – Bekasi – Kerawang – Subang – Indramayu – Cirebon – Brebes – Tegal – Pemalang – Pekalongan – Batang – Kendal – Semarang – Ungaran – Salatiga – Solo – Sragen – Ngawi – Madiun – Saradan – Jombang – Mojokerto – Sidoarjo – Surabaya
Pada tanggal 5 mei 2014, Obor Marsinah tiba di Semarang, dan disambut oleh para aktivis Semarang. Mereka menyelenggarakan kegiatan Panggung Rakyat di seputar air Mancur Jalan Pahlawan Semarang.Acara dipandu oleh Niniek Joemnita, seorang aktivis Perempuan, dan diikuti oleh ratusan orang dari berbagai organisasi, seperti .AJI Kota Semarang, Aliansi Gerbang Kota Semarang, LBH Semarang, Hysteria, HMI DIPO, HMI MPO, PMII Cabang Semarang, LRC-KJHAM, Permahi, ELSA, PBHI, Sekolah Tan Malaka, KPS, LPSAF, dan BEM Undip.
Orasi-orasi disampaikan secara bergantian, dimulai dari perwakilan BEM Undip, diikuti oleh rombongan Obor Marsinah dari Jakarta. Vivi Widyawati mengajak 30 orang anggota rombongan naik ke panggung dan bergantian memberikan orasi.
“Obor Marsinah menjadi satu pemersatu bagi gerakan masyarakat sipil,” demikian ditegaskan oleh Yoyok, salah seorang anggota rombongan.
Acara ini akan ditutup dengan diskusi yang berlangsung malam ini, dan selanjutnya rombongan Obor Marsinah akan bergerak ke kota-kota lain.
Semarang, 5 Mei 2014
(Odi Shalahuddin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H