Mohon tunggu...
Odhika Firmansyah
Odhika Firmansyah Mohon Tunggu... Guru - Guru di MTS Satu Atap Datok Sulaiman Palopo/ Humas pada Yayasan Bait Fitrah Al Insani

hobi membaca kitab-kitab turats terutama tentang ilmu Qawaid

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bolehkah Mengamalkan Hadits Dha'if?

12 Desember 2024   15:10 Diperbarui: 12 Desember 2024   15:10 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam dunia Islam, hadits Nabi Muhammad SAW merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran. Hadits-hadits ini, yang berisi ucapan, perbuatan, atau persetujuan Nabi menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah dan kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua hadits memiliki tingkat kesahihan yang sama. Salah satu kategori hadits yang sering diperdebatkan adalah hadits dhaif.

Apa itu Hadits Dha’if?

Hadits Dha’if adalah ucapan Nabi Muhammad saw yang diwaspadai tingkat kebenarannya dikarenakan perawi atau yang meriwayatkannya memiliki beberapa kekurangan menurut ulama Hadits. Namun di sisi lain, para ulama juga tidak menyangkal bahwa bisa jadi perawi yang diragukan tersebut memang benar-benar menyampaikan HADITS NABI apa adanya. Oleh karena itu para ulama tidak mendustakan Hadits Dha’if dan tidak pula serta-merta membenarkan Hadits Dha’if.

Ibnu Hazm dalam hal ini menyatakan, bahwa Imam Abu Hanifah berkata: “Khabar dha’if dari  Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Alihi Wasallam lebih utama dari qiyas, dan tidak dibenarkan qiyas dengan keberadaannya.” (Al Ihkam fi Ushul Al Ahkam, 7/54)

Di dalam kitabnya Imam An Nawawi mengatakan:

قال العلماء من المحدثين والفقهاء وغيرهم: يجوز ويستحب العمل في الفضائل والترغيب والترهيب بالحديث الضعيف مالم يكن موضوعا وأما الحلال والحرام والبيع والنكاح والطلاق وغير ذلك فلا يعمل فيها إلا بالحديث الصحيح أو الحسن، إلا أن يكون في احتياط في شيء من ذلك كما إذا ورد حديث ضعيف بكراهة بعض البيوع أو الأنكحة فإن المستحب أن يتنزه عنه

“Para ulama ahli hadits, fikih, dan lainnya berpendapat bahwa boleh dan disunahkan mengamalkan hadits dha’if dalam fadhailul a’mal, targhib, dan tarhib selama hadits tersebut bukan hadits maudhu’. Adapun untuk ketentuan halal-haram, jual-beli, nikah, talak, dan semisalnya, maka selain hadits shahih dan hasan tidak boleh digunakan. Kecuali dalam rangka ihthiyath (berhati-hati). Misalnya ada hadits dha’if yang menjelaskan hukum makruh beberapa bentuk transaksi jual-beli atau akad nikah, maka disunahkan untuk menjauhi transaksi dan akad tersebut.” (Al-Azkar An-Nawawiyah, halaman 5-6)

Hukum Mengamalkan Hadits Dhaif

Pendapat Imam An-Nawawi dan Al-Hafizh as-Sakhawi

Imam An-Nawawi, seorang ulama besar dalam bidang hadits, berpendapat bahwa boleh dan disunahkan mengamalkan hadits dhaif dalam hal-hal yang berkaitan dengan fadhailul a'mal, selama hadits tersebut bukan hadits maudhu' (palsu). Namun, beliau menegaskan bahwa untuk perkara hukum, hanya hadits sahih atau hasan yang boleh dijadikan rujukan.

Al-Hafizh as-Sakhawi rahimahullah mengatakan:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun