Lantunan tasbih menggema di keheningan malam. Disertai angin sepoi yang mampir menyapa, dan juga gemercik air yang jatuh membasahi tanah. Sangat indah!
Ada sedikit rasa yang mengganggu di pertengahan malam ini. Banyak merenungi kehidupan rupanya dapat memberikan pencerahan bagi kita mengenai makna hidup. Dibawah temaram ini aku berpikir..
Terkadang banyak manusia yang lalai akan satu hal penting yang sangat berpengaruh bagi kehidupannya, ia terpengaruh dengan berbagai kefanaan yang entah kapan akan memberi kepastian. Manusia sering lupa bahwa dirinya adalah sesuatu yang diciptakan, dan jauh diatasnya ada sang pengawas yang tidak pernah lalai. Yaitu Sang Pencipta Yang Agung. Manusia terlalu sombong dengan apa yang dimilikinya.Â
Padahal itu hanyalah sebagian kecil yang diberikan oleh Yang Maha Agung. Mereka sibuk menerka dan menyibukkan diri dengan berbagai pujian yang tidak akan pernah memuaskan telinga mereka. Laksana narkoba yang membuat penikmatnya merasa candu setelah mengkonsumsinya, begitupun pujian.
Suatu sore terjadilah kejadian yang sangat menarik dalam kehidupan seeorang hamba yang hina. Ia merasa dalam kehidupanya ia adalah manusia yang sangat menyedihkan, Â hidupnya dililit kemiskinan. Ia hidup sebagai seorang yatim di sebuah kontrakan kecil yang kumuh di suatu desa yang jauh. Dan ia tidak pernah sekalipun menangis dihadapan manusia dengan keadaanya ini. Meski dalam lubuk hatinya sangatlah perih dan penuh dengan berontak nafsu yang juga menginginkan nikmatnya hidup sebagai orang yang berkecukupan.
Yup..hamba ini selalu menangis dalam diam.. namun dalam keadaan ini pun bukanlah penciptanya yang dia ingat, tapi kesengsaraan yang membelenggu hati dan pikirannya lah yang selalu diingatnya. Sehingga dikala pikiran itu datang ia pun segera berlari kedalam kamar mandi dan menyalakan keran untuk meredam tangisnya.Â
Keadaan ini seringkali terulang dalam episode perjalanannya, bahkan di sore itu. Ia menangis seperti biasa. Dia menangis sangat keras dalam diam tanpa mengeluarkan suara..dan selesainya dari tangis, ia menjalani aktifitasnya lagi. Namun kali ini dengan selimut kesedihan di raut wajahnya.
Sampai keesokan paginya setelah dia melihat suatu cuplikan dari video kajian tentang "tiga senjata yang harus dimiliki seorang muslim" yang disampaikan oleh Ustadzah Halimah aliydrus.
Yaitu mengapa kita merasa bahwa kita merupakan makhluq yang paling menyedihkan dan kehidupan ini seperti ladang musibah bagi diri kita adalah karena hati kita belum cukup lapang dalam menerima takdir yang diberikan oleh Allah Ta'ala. Hati kita terlalu kotor karena kurangnya lantunan dzikir yang diucap.Â
Mengapa kita menganggap bahwa kita adalah diri yang paling buruk dan menderita adalah karena kurangnya kesadaran kita dan pendeknya jarak pikir yang dipakai untuk menganalisa . yaitu kita lupa bahwa semua yang hidup dimuka bumi ini adalah seorang hamba, dan semua yang diberikan adalah suatu titipan, yang akan senantiasa diambil tanpa memberi aba-aba, lantas apa yang patut kita iri kan?