Di desaku, memang masih desa yang tergolong dalam kategori udik ( alias katrok habis),tapi masyarakatnya makmur-makmur lho, punya banyak ternak dan tanah pertanian padi yang sangat luas.
Suatu ketika, Pak parjo tetangga belakang rumahku terkena musibah, tidak berat si malapetaka yang menimpanya, cuma kehilangan ayam sepetarangan( ayam beserta anak-anak ayamnya ), Pak Parjo emang orangnya masih kolot, gara-gara kehilangan ayamnya, pak parjo langsung lapor ke kelurahan, tapi alhasil kelurahan tidak mau menerima laporan tanpa bukti, sangkin keselnya pak parjo tanpa basa basi, langsung lapor ke polisi, jawabannya ya sama, laporan tanpa saksi dan bukti yang tidak kuat ya pasti tidak diterima.
Tapi sebenenarnya yang menjadi ganjalan hati pak parjo bukan masalah ayamnya yang hilang, tapi keadilan yang ingin pak parjo dapatkan sebagai seorang warga yang melaporkan unek-unek berbagai masalah ke pengayom desa( kelurahan) dan pelindung masyarakat ( kepolisian).
Akhirnya dengan akal sehatnya pak parjo nekat berniat ingin membeli keadilan.
Beliau rela menjual seekor sapi demi mendapatkan keadilan, hasil penjualan sapinya pak parjo gunakan untuk melaporkan kehilangan ayamnya. dan tepat dugaan pak parjo pihak kelurahan dan kepolisian siap sedia membantu mengusut dan menyelidiki pencurian ayam yang terjadi pada pak parjo.
Dalam hati pak Parjo tertawa geli melihat tingkah laku aparat pemerintah yang tak bermoral itu." wani piro?"
Hem..memang benar,..
Keadilan di negara ini sungguh benar-benar masih mahal harganya.
cuma kehilangan ayam, harus menjual sapi demi keadilan.
Yang kaya mendapat keadilanyang memuaskan , yang miskin makin teradili dengan ketidak berdayaan hidup.
Dimana nurani?
Jambu ( janji-janji busuk ) pemerintah membuat mata batin masyarakat buta.
Bapak pemerintah ayolah bertindak sebelum semuanya terlambat, jangan bertindak setelah terjadi masalah, bukankah mencegah lebih baik daripada mengobati.
Tegakkan keadilan di negara ini seadil-adilnya, sesuai dengan pancasila.
" Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
Jangan karena derajat, dan martabat yang diukur untuk keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H