Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang bertanggung jawab untuk membina, mengembangkan serta memfasilitasi lembaga-lembaga dimaksud sesuai dengan ciri dan  karakteristiknya masing-masing.Program tersebut ditujukan agar pengajaran BIPA dapat terus tumbuh dan berkembang sehingga bermuara pada bahasa Indonesia menjadi bahasa pergaulan antarbangsa dan antarnegara. Tujuan tersebut merupakan pengejawantahan dari visi BIPA, yaitu terlaksananya Pengajaran BIPA yang mampu meningkatkan citra Indonesia yang positif di dunia internasional dalam rangka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perhubungan luas pada tingkat antarbangsa (Adryansyah, 2012).
Sejak digagasnya program internasionalisasi penggunaan bahasa Indonesia yang disambut baik oleh pemerintah, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa melalui Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK), sekarang Pustanda, mengeluarkan kebijakan untuk mengadakan program pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) di berbagai negara. Dalam hal ini, pengajar dalam program BIPA dituntut untuk mampu menyusun perangkat pembelajaran melalui tahapan yang sistematis.
Persebaran pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) yang dilakukan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan bahasa kini telah menjangkau  47 negara dengan lebih dari 142000 pemelajar aktif yang difasilitasi 328 lembaga pemerintah ataupun mandiri. Jumlah in belum termasuk alumni pemelajar BIPA da penerima beasiswa RI, baik melalui  kemendikbudristek, Kemenlu, maupun lembaga lainnya (Aziz, 2022).
Tak dipungkiri bahwa banyak orang asing yang tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia untuk mencapai berbagai tujuan, baik tujuan pendidikan, sosial, politik,ekonomi dan bisnis, seni budaya maupun pariwisata. Berkaitan dengan tujuan pembelajaran BIPA yang beraneka ragam tersebut, muaranya adalah kemampuan komunikasi dalam bahasa kedua, yaitu bahasa Indonesia oleh para pemelajar.
Selain itu, pembelajar juga diharapkan dapat memahami kekayaan budaya Indonesia. Untuk itu, dalam pembelajaran BIPA, pengajar diharapkan memiliki daya literasi yang tinggi terhadap seluk-beluk bahasa dan budaya Indonesia sehingga dapat menginternalisasikan kepada pemelajar BIPA, baik yang dilaksanakan di dalam maupun luar negeri.
Hal yang menjadi fokus utama adalah membekali pengetahuan dan pengalaman kebahasaan bagi pemelajar dengan memaksimalkan potensi diri dari tiap individu. Pengetahuan – pengetahuan diserap dari berbagai sumber, cetak atau data elektronik, manual atau digital, sebagai efek dari revolusi industri terkini yang turut berpengaruh pada digitalisasi pembelajaran BIPA.
Menurut  Surandhani  (2017) dalam Anggaira (2019), untuk dapat memfasilitasi para pemelajar BIPA dalam memaksimalkan potensi diri dalam menghadapi digitalisasi literasi atau literasi baru, dibutuhkan seorang pengajar BIPA yang mumpuni (berkompeten) di bidangnya. Oleh karena itu, seorang pengajar dalam bidang BIPA yang profesional para pengajar BIPA dituntut: (1) menguasai pemahaman bahasa Indonesia yang baik, (2) menguasai bahasa Inggris/bahasa asing lainnya, (3) memiliki pengetahuan mengenai seni dan budaya Indonesia, (4) menguasai berbagai model, metode dan teknis pengajaran Bahasa Indonesia pada umumnya dan BIPA pada khususnya, (5) terampil dalam menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) berbasis alat elektronik/digital dan berbagai sumber media pembelajaran lainnya, (6) mengenal dan mengetahui budaya pembelajar asing, (7) mampu memadukan kegiatan BIPA dengan pemahaman silang lintas budaya (Cross Cultural Understanding), (8)memiliki kemauan yang kuat untuk terus menggali dan memperbaharui pengetahuan ke-BIPAan melalui serangkaian pelatihan danpenelitian, (9) tergabung dalam organisasi pengajar BIPA profesional, dan (10) selalu terbuka pada wawasan terbarukan yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang terus bergerak secara dinamis mengikuti arus perkembangan zaman.
Terkait dengan digitalisasi daya literasi, pengajar BIPA dapat mengoptimalkan pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital dan membuka diri terhadap wawasan baru-terbarukan mengenai ilmu pengetahuan, teknologi, seni-budaya, dan bergerak dinamis mengikuti arus modernisasi dan globalisasi.
Penutup
Upaya membersamai literasi dalam pendidikan pada berbagai lini adalah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu upaya kerja keras semua pihak yang terlibat. Literasi yang dilaksanakan baik pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat maupun BIPA perlu terus menerus ditingkatkan, terlebih menghadapi perubahan zaman, yakni adanya revolusi industri, yang serba digital saat ini. Peningkatan diri dengan cara beradaptasi, mau mengembangkan diri dan berinovasi pada pelaku atau penggiat, seperti: orangtua, guru, kepala sekolah, dosen, mahasiswa, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, dan penggiat literasi (aktivis sosial) dalam dunia literasi.
Daftar Pustaka