Mohon tunggu...
Alexander Hendy
Alexander Hendy Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Art is not a mirror to hold up to society, but a hammer with which to shape it. - Leon Trotsky

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sosialisme Chile 1 : Fasisme Indonesia 0

4 Februari 2014   23:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:09 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Namun kesimpulan yang paling penting dari ‘percobaan’ ini adalah bahwa setelah pesta teror pada tahun 1965 dan 1966, setelah jutaan orang tewas, jutaan orang diperkosa, puluhan juta orang dipukuli dan disiksa, hasilnya adalah seluruh nusantara sepenuhnya bisa dibungkam dan tidak mampu melawan. Mereka mendapatkan sebuah kepulauan dengan penduduk yang tidak mampu berpikir, dan yang terus-menerus dijejali dengan slogan religius, slogan pop dan slogan ditelevisi, daripada penduduk yang berpikir tentang masa lalu, masa kini dan masa depan.

Jika Anda seorang penguasa lokal yang korup dan berkhianat pada rakyat, atau jika Anda adalah dalang yang mengendalikan negara tersebut dari luar negeri, yang Anda dapatkan adalah akses mudah ke semua sumber daya alam, populasi yang tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan tidak dapat memperjuangkan hak-haknya, serta pemilih yang acuh tak acuh terhadap realitas yang ada dan tidak terbiasa dengan falsafah yang ada seperti misalnya martabat bangsa, dan karenanya mereka siap untuk memberikan suara hanya dengan imbalan uang.

Anda bisa memperoleh semua itu, bahkan lebih dari itu. Dan yang harus Anda lakukan hanyalah memastikan bahwa Anda membantai sekitar 2-3 %  jumlah penduduk, 40 % guru, dan bahwa Anda memperkosa jutaan perempuan dan anak-anak, kemudian menakut-nakuti dan membungkam semua kaum minoritas.

Pihak Barat memuji keberhasilan ini sebagai sesuatu yang bagus! Mereka menyampaikan selamat kepada ‘Soeharto – orang kami’ ( Pada tahun 1995, seorang pejabat senior pemerintahan Clinton memberikan komentar tentang Presiden Indonesia,Soeharto, pada kunjungan kenegaraannya ke Washington, dan menyebutnya sebagai ‘tipikal orang kami’). Bagaimanapun, membunuh jutaan ‘komunis’ adalah cara terbaik untuk mendapatkan kekaguman dan rasa hormat dari Gedung Putih dan Kongres Amerika Serikat. Dan ‘menjual’ negara kepada perusahaan-perusahaan Barat adalah langkah paling terhormat dan paling masuk akal untuk mendapatkan imbalan politik dan keuangan dari ‘dunia bebas’.

Untuk menakut-nakuti negara ini, untuk melumpuhkannya dengan rasa takut… Untuk meniadakan semua oposisi yang nyata, memang itu yang dibutuhkan! Soeharto dan kroni-kroni militernya, jenderal-jenderalnya (salah satunya adalah Presiden Indonesia sekarang), dan preman-premannya yang membunuh kaum intelektual, guru,penulis dan pemimpin serikat buruh, semua adalah ‘teman’ kami, ‘pasangan’ kami,‘sahabat’ kami yang terbaik.

Seperti halnya orang-orang itu, yang dengan patuhnya memutilasi orang, memperkosa gadis berusia 14 tahun dan meneror orang-orang yang masih mau berpikir dan berbicara, semua ini diperlihatkan secara rinci dalam film dokumenter karya Joshua Oppenheimer yang telah memenangkan berbagai penghargaan: ‘The Act of Killing’ (‘Jagal’).

Dan apa yang dilakukan pemirsa dan pembawa acara TV di Indonesia ketika para premanitu mengakui bahwa mereka telah membunuh ratusan orang? Mereka tertawa, bersorak, dan bertepuk tangan!

Pada tahun 1998, Soeharto lengser, tapi ‘model’nya selamat, bahkan masih dipromosikan,dan dipaksakan ke banyak negara di dunia ini. Model ini dipasarkan sebagai model yang ‘toleran dan demokratis’ oleh para pejabat pemerintahan dan lembaga-lembaga masyarakat di Eropa dan Amerika Serikat. Baru-baru ini saya diberitahu tentang hal tersebut oleh salah seorang anggota korps diplomatik di Kairo, Mesir, negara tempat dimana revolusi berhasil digelincirkan dan dihancurkan, terutama dilakukan dari luar negeri.

Dan kenapa juga tidak dipromosikan? Ini adalah mahakarya dominasi Barat: sebuah negara yang amat luas, sekarang benar-benar kacau dan hancur, habis dijarah dan dirampok, sepenuhnya bergantung pada pasar… Dan rakyatnya sepenuhnya dikondisikan, tidak terdidik, tidak terinformasi, dan mereka benar-benar tidak menyadari buruknya kehidupan mereka.

Di Indonesia, selama bertahun-tahun dan beberapa dekade, saya telah mewawancarai ratusan pria dan wanita miskin yang hidup di bantaran kali, buang hajat ke kanal yang kotor di kota-kota seperti Surabaya, Medan dan Jakarta, kemudianmenggunakan air yang sama untuk mencuci piring dan mandi… orang-orang yang mencoba bertahan hidup dengan pendapatan kurang dari 1 dolar per hari, yang masih dengan bangga menyatakan di depan kamera bahwa mereka tidak miskin, bahwa hidup mereka baik-baik saja, dan bahwa negara mereka baik-baik saja.

Dan tidak jauh dari tempat mereka, orang-orang kaya baru duduk manis di mobil-mobil SUV mereka yang mewah di dalam kemacetan lalu lintas yang sudah mencapai tingkatan epik, menonton televisi, tidak bisa kemana-mana, tapi mereka bangga karena mereka berhasil naik kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun