Mohon tunggu...
ekki oddo
ekki oddo Mohon Tunggu... -

Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara-Jakarta. Gemar menulis dan diskusi Lintas Agama dan Budaya. #Menjadikan-Dunia-Satu-Keluarga

Selanjutnya

Tutup

Money

"Menderita" di Daerah Sendiri

7 September 2016   17:59 Diperbarui: 7 September 2016   18:22 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul di atas tentu sungguh menggugah dan memprihatinkan. Saya memang sudah sekitar empat tahun berdomisili di Jakarta namun saya berasal dari luar daerah. Selama menggunakan KRL, pada umumnya saya merasa sangat nyaman tentu ada beberapa pengalaman buruk seperti tertinggal Kreta atau harus berdesak-desakan di pintu kreta. Tranportasi ini memang murah dan tidak begitu mahal selain juga karena dapat mengangkut dalam jumlah besar. Dari sistem pembayaran Tunai hingga e-ticket sudah saya alami.

Namun ada satu peristiwa yang sungguh menggugah hati. KRL dengan sistem pembayaran e-ticket telah mendiskriminasikan sebagian besar masyarkat kita. Di sini saya tidak bermaksud menilai bahwa sistem e-ticket itu buruk. Tetapi bagaimana dengan masyarakat kecil kita yang mungkin sulit untuk membeli kartu Brizzi dengan harga limapuluh ribu atau harus mengisi saldo minimal duapuluh ribu.

Kalau masih mempertahakan bahwa KRL itu sebagai transportasi umum, sudah saatnya Pemerintah menjamin masyarakat kecil itu seperti pemulung dan anak jalanan. Pengalaman ini saya alami ketika saya berlibur ke daerah Rangkas Bitung. Ketika tiba di Stasiun Maja, ada dua anak (sekitar umur 10 tahun) ingin membeli tiket dari Maja menuju arah Jakarta. Dari segi penampilan, anak itu memang dapat diketahui bahwa latarbelakangnya sangat miskin atau mungkin pemulung.

Namun karena jumlah uang yang dimiliki hanya sepuluh ribu, mereka tidak bisa mendapatkan tiketnya. Tarif sih cuman lima ribuan rupiah tetapi mereka mesti membayar duapuluh ribu karena harus membeli kartu Kreta sekalipun nanti uangnya dikembalikan.

Mungkin bagi kita, uang sejumlah itu sangat mudah didapatkan. Tetapi bagaimana dengan para pemulung dan anak jalanan itu. Bukankan mereka itu juga warga negara Jabodetabek sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk menikmati transportasi KRL?

Bisa dibayangkan kedua anak tadi harus menunggu kebaikan dari orang sekitar atau harus “bekerja” (ngamen) lagi agar mereka dapat kembali. Selain itu, kita dapat menyaksikan secara saksama jarang sekali orang-orang “miskin”seperti kedua anak tadi itu menikmati KRL ataupun Trans-Jakarta misalnya.

Jadi di sni, saya hanya menggugah kesadaran kita khusus Pemerintah agar setiap sistem itu khusus untuk pelayanan publik tidak boleh mendiskriminasikan golongan seperti kedua anak tadi. Di manakah janji negara dalam memberi kesejateraan bagi seluruh warganya tanpa memandang bulu. Pemerintah sudah secepatnya menanggapi agar pelayanan publik yang nyaman itu dapat dirasakan oleh semua orang.

Mari kita dorong Pemerintah untuk hal ini, misalnya dengan memberi Kartu khusus bagi golongan seperti itu. Memang Pemprov DKI sudah menerapkan hal serupa seperti KJP dan Semoga dapat terjangkau bagi semua!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun