Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 6): Dari India ke Jawa Timur, Sribhoja (Sribhoga) yang Terlupakan

25 Agustus 2024   09:31 Diperbarui: 27 Agustus 2024   04:23 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penggunaan kata "Nagara" di Kalimantan Selatan dalam situs Wikipedia "Nagara" (Dokpri)

Dalam keterangannya, biksu I-tsing (Yijing) sebetulnya tidak hanya menyebutkan satu nama saja, tetapi dua nama, yaitu "Shih-li-fo-shih" dan "Fo-shih". Dua nama inilah yang sebetulnya dihubungkan dengan "Sribhoga" (Sribhoja) dan "Bhoga" (Bhoja). Dua nama ini sendiri kemungkinannya bukanlah nama yang berbeda, tetapi satu nama di mana elemen "Sri" dapat ditambahkan atau dipisahkan dari nama "Bhoga" (Bhoja). 

Jika dua nama ini pada dasarnya merupakan satu nama, wajar saja jika biksu I-tsing (Yijing) menggunakan dua nama ini tanpa membedakan penggunaan keduanya (indiscriminately) – sebagaimana keterangan yang diberikan oleh sensei Takakusu tentang catatan biksu I-tsing (Yijing), walau Takakusu sensei juga menerangkan bahwa nama “Bhoja” (Bhoga) lebih sering digunakan untuk merujuk pada ibu kota kerajaan (hal. xl).

Untuk itu, sebab "Shih-li-fo-shih” dihubungkan dengan "Sribhoja/Sribhoga", biksu I-tsing (Yijing) sebetulnya tidak hanya menyebutkan nama “Shih-li-fo-shih” (Sribhoja/Sribhoga) tetapi juga “Fo-shih” (Bhoja/Bhoga) - dengan menghilangkan elemen “Sri” di depan kata “Sribhoja”. Jadi, berdasarkan catatan biksu I-tsing (Yijing) ini, elemen yang dapat “hilang” (lesap) sebetulnya berada di depan kata. Dan oleh sebab inilah, ejaan bahasa-bahasa lainnya yang digunakan untuk merujuk pada nama ini akan mengikuti “pola” yang sama: “San-bo-tsai” atau “San Fo-ch’i” akan menjadi “Bo-tsai” dan “Fo-ch’i”.

Dari sini juga, kita menjadi tahu bahwa baik kata “Shih-li” dan “San” yang digunakan dalam ejaan bahasa Cina ini sebetulnya merujuk pada kata “Sri” dalam bahasa Sanskerta. Menariknya, perubahan dari (elemen) kata "Sri" menjadi "Si" sesungguhnya masih dikenali dan digunakan pada nama-nama wilayah di Thailand, seperti pada nama wilayah "Nakhon Si Thammarat" di mana "Si Thammarat" disebut-sebut berasal dari "Sri Dhammaraja " (Thamma = Dharma + Rat = Raja alias Pemimpin yang Bajik).

Atau, pada nama wilayah "Si Racha". Nama ini sebetulnya tidak dijelaskan asal-usulnya. Hanya saja, jika diucapkan, di telinga penulis yang berbahasa Indonesia, terdengar seperti "Sri Raja". Dalam situs Bonappetit.com yang membahas tentang saus sambal terkenal yang datang dari wilayah ini, yang karenanya diberi nama yang sama: Sriracha, terdapat penjelasan senada tentang asal-usul nama wilayah ini - tetapi, tetap, penulis tidak tahu kebenaran asal-usul nama "Sri Racha" maupun rasa sambalnya (sebab saya belum pernah mencobanya).

Elemen "Sri" yang berubah menjadi "Si" juga ditemukan pada nama raja masa lampau di Thailand, yaitu "Si Inthrathit", yang juga dikenal sebagai "Śrī Indrāditya" - raja pertama kerajaan Sukhothai di Thailand. Perubahan-perubahan dari ejaan "Sri" menjadi "Si" ini serupa dengan perubahan yang terjadi pada nama "Sri(bhoja/bhoga)" menjadi "Shih(-li-fo-shih)" - hanya saja dengan ejaan tulis yang berbeda. Sedikit tambahan, monsieur Cœdès menyebut kerajaan ini sebagai dinasti Sukhodaya.

Sayangnya, hanya artikel ini yang penulis temukan tanpa keterangan lanjutan - yang untungnya tidak berhubungan langsung dengan pembahasan (dokpri)
Sayangnya, hanya artikel ini yang penulis temukan tanpa keterangan lanjutan - yang untungnya tidak berhubungan langsung dengan pembahasan (dokpri)
 

Balik lagi ke pembahasan tentang Sribhoja/Sribhoga dan Shih-li-fo-shih, biksu I-tsing (Yijing) tidak sendiri dalam menyebutkan dua nama Sribhoga/Sribhoja dan Bhoga/Bhoja atau Shih-li-fo-shih dan Fo-shih. Dalam catatan kaki yang diberikan Herr. Hirth dan Mr. Woodville pada terjemahan mereka tentang buku Chau Ju-kua, mereka menyebutkan bahwa bentuk singkatan (abbreviated form) “Fo-shi” juga digunakan oleh Kia Tan pada abad ke-8 M (hal. 63) – atau satu abad setelah biksu I-tsing (Yijing).

Dan, selain dua sumber ini, satu sumber lain yang sudah disebutkan sebelumnya adalah keterangan Mr. Mills yang menghubungkan antara nama (San) Fo-ch’i-hu dengan nama “Vijayo” (hal. 98). Keterangan beliau dengan jelas menunjukkan bahwa elemen "San" dapat dilesapkan dari nama "San-fo-ch'i". Di sini, kita kembali melihat "pola" yang sama: di mana nama "Vijaya" (Vijayo) juga dapat dipisahkan dari elemen "Sri" - setidaknya berdasarkan keterangan Mr. Mills.

Keterangan-keterangan yang selaras ini mengungkapkan bahwa: awalan pembentuk nama Shih-li-fo-shih, San-fo-ts’i (San Fo-ch’i), dan San-bo-tsai sebetulnya dapat dilesapkan, sehingga nama-nama itu menjadi: “Fo-shih”, “Fo-ts’i” (Fo-ch’i), dan (pada akhirnya) “Bo-tsai”. Hal ini kemungkinannya mengacu pada aturan umum penggunaan kata “Sri” di depan kata “Bhoja” (Bhoga). Dan, oleh sebab nama-nama dalam ejaan bahasa Cina tersebut berasal dari bahasa Sanskerta, aturan penggunaannya mengikuti aturan yang ada dalam bahasa Sankerta (bahasa asli/source language) – walau nama-nama ini ditulis dalam bahasa Cina. Tetapi, kita akan membahas hal ini lebih jauh belakangan, sebab pada titik ini kita akan kembali pada satu nama lainnya yang dihubungkan dengan nama-nama ini, yaitu: Sarbaza/Serboza/Sribuza.

Jika nama Sarbaza/Serboza/Sribuza dihubungkan dengan nama Shih-li-fo-shih/San Fo-ch’i/San-bo-tsai dan nama-nama ini dihubungkan dengan nama “Sribhoja” (Sribhoga) dan “Bhoja” (Bhoga), yang karenanya nama “Fo-shih” dapat dipisah dari “Shih-li-fo-shih” dan “Fo-ch’i” dari “San Fo-ch’i”, secara otomatis penggunaan nama Sarbaza/Serboza/Sribuza akan mengikuti aturan yang sama - di mana awalan dapat dilesapkan, tetapi tidak demikian dengan akhiran. Hal ini disebabkan nama yang sesungguhnya penting untuk dikenali justru berada di akhir, sedangkan elemen "sri/si" yang berada di awal dapat dihilangkan. Hal ini membuat keterangan, monsieur Sauvaget dalam catatan kaki monsieur Cœdès menjadi bermasalah.

Pada keterangan monsieur Sauvaget, walau beliau meyakini bahwa “Sribuza” merupakan nama yang didapatkan berdasarkan aturan transliterasi tertua penulisan ejaan dalam bahasa Arab di mana huruf “v” dalam bahasa asing diganti dengan “b” dan “j” dengan “z”, yang membuat ejaan asli “Sribuza”, yaitu “Srbza”, dibaca menjadi “Srvja”, beliau sebetulnya tidak mampu menjelaskan mengapa kata “-ya” yang seharusnya ada di akhir nama ini tidak ikut disebutkan. Oleh karenanya, beliau “menduga” bahwa pelesapan suku kata “-ya” di akhir nama ini bisa jadi (could be) merupakan sesuatu yang tidak disengaja atau bisa jadi (may) disengaja, sebab akhiran “-ya” ini bisa mengakibatkan kerancuan dengan akhiran “-ya” dalam bahasa Arab – dan oleh karenanya, dengan sengaja dihilangkan (hal. 320). Bagian terakhir ini merupakan “pendapat” beliau yang berbeda dengan “aturan” transliterasi tertua penulisan ejaan dalam bahasa Arab yang beliau sebutkan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun