Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 6): Dari India ke Jawa Timur, Sribhoja (Sribhoga) yang Terlupakan

25 Agustus 2024   09:31 Diperbarui: 27 Agustus 2024   04:23 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hubungan yang ada antara suku Bhoja dan nama "Mathura" dalam The Mahabharata Of Krishna Dwaipayana Vyasa oleh K. M. Ganguli  (Dokpri)

Kerajaan yang kita kenal sebagai Sriwijaya sebetulnya dihubungkan dengan kerajaan-kerajaan yang tercatat dalam dokumen-dokumen sejarah dunia, yang pada rangkaian tulisan ini terutama dalam catatan sejarah Cina, namun dengan nama yang berbeda-beda. 

Sebagai contoh, Mr. JVG Mills mengidentifikasi Sriwijaya dengan kerajaan yang dikenal sebagai kerajaan San-bo-tsai atau San Fo-ch’i dalam buku terjemahan Ying-yai Sheng-lan versi beliau, The Overall Survey of the Ocean’s Shores (hal. 98). Pemahaman bahwa kerajaan Sriwijaya dikenal dengan nama-nama lain oleh kerajaan-kerajaan di luar nusantara sebetulnya cukup penting untuk memahami tentang kerajaan ini.

Sebagaimana yang telah penulis jabarkan dalam rangkaian tulisan-tulisan ini, dengan memahami bahwa Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan San-bo-tsai atau San Fo-ch’i dalam catatan sejarah Cina, kita dapat memahami bahwa lokasi kerajaan ini pada awalnya sebetulnya selalu mengarah ke Jambi dan bukan Palembang

Narasinya baru mulai bergeser pada sekitar akhir abad ke-14 hingga awal abad ke-15, khususnya sebagai imbas dari pendudukan Majapahit terhadap kerajaan ini, di mana lalu diceritakan tentang pergantian nama dan perpindahan ibu kota. Karenanya juga, kerajaan yang diidentifikasi sebagai Sriwijaya ini sesungguhnya memiliki dua ibu kota: ibu kota lama yang mengarah ke Jambi dan ibu kota baru yaitu Palembang – lokasi dari ibu kota yang terakhir ini yang sebetulnya cukup jelas.

Terlepas dari permasalahan apakah identifikasi Mr. Mills terkait nama-nama ini benar atau tidak, memahami bahwa kerajaan ini dikenal dengan nama-nama yang berbeda dalam bahasa yang berbeda-beda tetaplah penting adanya. Hal ini dikarenakan perbedaan nama-nama ini menjadi sentra dari kebingungan-kebingungan yang terjadi. 

Dari kebingungan-kebingungan, terjadilah kesalahpahaman-kesalahpahaman dalam memahami kerajaan yang terletak di pesisir timur pulau Sumatra ini.  Sebab kebingungan-kebingungan dalam menghubungkan “nama-nama” adalah sumbernya, sudah barang tentu memahami “nama” yang berbeda-beda ini menjadi kunci dalam meluruskan kesalahpahaman-kesalahpahaman yang ada, bukan?

Contohnya, pemahaman bahwa (nama) kerajaan Sriwijaya sama dengan kerajaan San-bo-tsai atau San Fo-ch’i yang tercatat dalam catatan sejarah Cina, pada akhirnya, menghubungkan kerajaan ini dengan kerajaan bersejarah lainnya; seperti kerajaan Shih-li-fo-shih yang disebutkan oleh biksu I-tsing (Yijing) saat beliau mengunjungi nusantara pada sekitar abad ke-7. 

Dan, dengan menggunakan metode yang sama, kerajaan ini juga dihubungkan dengan kerajaan “Sarbaza” yang dikenal oleh para penjelajah Arab pada abad ke-9/10 Masehi. Hal inilah yang sebetulnya dilakukan baik oleh meester Groeneveldt (hal. 62) maupun oleh sensei Takakusu (Hal. xliv) dalam buku-buku mereka.

Peneliti lainnya yang menghubungkan antara Sarbaza dengan Sriwijaya adalah monsieur George Cœdès. Nama ini sepertinya nama yang cukup familier di kalangan para sejarawan modern, para peneliti sejarah Indonesia, atau mereka yang sekadar mempelajari sejarah Sriwijaya pada masa ini. 

Contoh mudahnya, nama inilah yang disebut-sebut dalam artikel Wikipedia tentang kerajaan Sriwijaya – yang menyebutkan bahwa: kerajaan Sriwijaya “terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 oleh sejarawan Prancis George Cœdès dari École Française d'Extrême-Orient” (Wikipedia Sriwijaya - dilihat pada 05/07/2004). 

Beliau jugalah yang menjadi salah satu peneliti, selain Louis-Charles Damais, yang penelitian-penelitiannya diterjemahkan ke dalam buku Kadatuan Sriwijaya, karya terjemahan Pusat Penelitian EFEO di Jakarta (1989). Di sini, kita tidak akan membahas tentang beliau, kita semata hanya akan berfokus pada “nama” dari Sriwijaya menurut pandangan beliau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun