Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Aku dan Stasiun UP

20 Agustus 2024   04:53 Diperbarui: 20 Agustus 2024   05:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kejadian ini terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu; di saat pesbuk masih jaya-jayanya - di saat manusia masih dalam kebodohannya yang sederhana, sebelum gawai pintar menghubungkan bangsa-bangsa - di saat roda kereta masih pake besi... di saat saya masih muda dan buluk... Alhamdulillah - Puji Tuhan, ngga ada yang berubah setelah bertahun-tahun lamanya...

Ngga tau kenapa... gw tuh magnet banget sama yang namanya Stasiun Universitas Pancasila, yang demi kemaslahatan bersama, marilah kita bersama-sama sebut saja apanya disingkat bila sebagai St-U-Pe...

Ya, ga tau kenapa aja, gw seperti ketarik dalam pesona gaib stasiun yang ngejogrok manis di depan Universitas Pancasila ini (secara gituloh namanya aja udah Stasiun Universitas Pancasila)

Hmmm... mungkin dikarenakan sebab, jaman kecil gw dulu bercita-cita sebagai masinis kapal api...

Jadinya ya gitu deh... (Males banget ga sih lo bacanye???)

Contohnya nih ya, alkisah...

Pada suatu hari, tersebutlah seorang pria buluk yang, lagi-lagi ngga tau kenapa, seneng banget make jaket warna biru - yang juga buluk. Ngga tau juga, buluk yang mana mempengaruhi siapa: apakah pria buluk ini mempengaruhi jaket itu menjadi buluk ataukah jaket itu yang membuat si pria jadi buluk? Kayaknya, dua-duanya sama buluknya deh...

Nah, cowok buluk ini, akibat terlalu lelah setelah seharian bekerja di bawah terik matahari yang menerpa dan terbukti tanpa ketombe (anyway, dulu gw kerja kantoran) ketiduran gitu di kereta kencana bergerbong de-la-pan *kurang-lebihnya saya mohon maaf*

Di tengah tidurnya, sang pria pun terasa melayang dalam bayang-bayang. Ia seakan mendengar kerumunan orang lalu lalang dan bercanda riang. Samar-samar ia merasakan sekelompok orang berbincang. Seperti tengah berada dalam hiruk pikuknya para pekerja yang hendak pulang... EMANG!!!

Setelah setitik-dua titik iler mengalir, seperti pepatah berkata: sambil menyelam minum air *you clearly know what i mean!!!*, sang pria pun bangkit dari kubur (astagfirullahhalaziiiiiiiiimmmmmmm!!!)

Firasatnya mengatakan, tujuan akhir semakin dekat... perbanyaklah beribadah teman-teman (loh?). Sang pria pun berdiri dengan bekas lendir di pipi. Dirapikan seragam jaket-buluk'nya, agar terlihat semakin buluk saat melangkah. Dengan wajah tenang dia berjalan mendekati pintu kereta. Sepasang perangkat jemala (ah elah, headset!) melekat ayu di kupingnya (pria woy!pria!).

Sang pintu otomatis pun terbuka, seakan mempersilahkan sang juragan untuk melangkah anggun menapaki peron kereta yang remang-remang. Sang PRIA pun terus melangkah mengikuti irama yang keluar dari telepon genggam miliknya yang ketinggalan jaman. Dengan percaya diri ia menyusuri peron. Di ujung peron, petugas berseragam biru menunggu. Ia serahkan karcis kereta yang ia pegang kepada petugas, sambil tersenyum genit (ini apa sih?). Kakinya mengantarnya menyebrangi rel kereta yang setia menghantarnya setiap hari dalam 3 bulan terakhir...

Setibanya di pintu keluar ia berhenti sejenak...

Ditatapnya kendaraan-kendaraan yang lalu lalang di depannya...

Sesaat ia berpikir........................................................................................................................................


(sesaat)


(sesaatkemudian)


(masihsesaatkemudian)


Setelah berpikir SESAAT, ia pun tersadar:


ANJR*******T!!!! GW DIMANEEEEEEE??????


Celingak punya celinguk, usut punya usut, gw pun semakin kusut....


Akhirnya balik deh tuh gw ke dalam stasiun. Dalam panik tetapi tetap berusaha untuk "stay cool", gw pura-pura nyari-nyari buku di dalam tas, gak ketemu (karena emang ngga pernah bawa). Nyari-nyari rok, gak ada (apalagi ini). Nyari-nyari rok*k, belum ngutang. 

Setelah ber-acting pura-pura ada yang ketinggalan kayaknya ngga berefek maksimal, akhirnya gw pasrah... gw rela deh balik lagi ke loket terdekat, karena nyari roket susah... Apalagi to... Anyway, dari depan loket gw baca deh tuh tulisan yang terpampang dengan gagah dan besarnya di depan stasiun antah berantah itu: 


UNIVERSITAS PANCASILA!!!

nah loh?


Motor gw si Tunder, gw titip di bang madun yang terletak persis di depan STASIUN PONDOK CINA!!!! DUA STASIUN LAGI!!!!


JADI???

GW SALAH TURUN????!!!!!


27 tahun gw hadir di dunia ini (setelah lebih dari 10 tahun, sekarang gw 24), hampir 10 tahun gw akrab sama dunia PERSTASIUNKERETAAN, dan gw tetep salah turun!!! (eh ngga deng, gw juga pernah salah turun di SUDIRMAN, waktu mau ke GONDANGDIA :D) Apakah aku harus menjadikan ini sebagai suatu hobi?

Dengan langkah gontai, gw pun beli karcis baru: 6000... stasiun UP - POCIN... fantastis! Dengan duit segitu gw bisa nitip motor di bang madun 2 kali... ajiiiiiib...

Karcis pun kudapatkan. Trus gw melangkah, kali ini dengan wajah tertunduk ke arah lantai peron. Sang petugas berseragam biru, masih setia menjaga pos-nya. Kurasakan rasa geli-geli jijik tersirat di wajahnya ngeliat mahluk buluk ini mondar-mandir ngga jelas... Aku pun semakin tertunduk...

Sambil menunggu kereta menjemputku pulang, aku pun bersumpah:

TIDAK AKAN MEMAKAN BUAH PALAPA, SEBELUM MENYATUKAN NUSANTARA

Cuma sayang, udah keduluan Patih Gajah Mada sekitar 600 tahun yang lalu. Akhirnya terpaksa gw ikhlasin sumpah itu.

Gw pun cukup bertekad untuk mencoba tidak lagi tertidur DI ATAS kereta...


Apakah pria buluk ini berhasil dengan segala ketetapan tekad dan usahanya? Hmmm...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun