Mohon tunggu...
Ocyid
Ocyid Mohon Tunggu... Lainnya - In the Age of Information, being unknown is a privilege

Hidup seperti ngopi, ngeteh, nyoklat: manisnya sama, pahitnya beda-beda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Indonesia Berdasarkan Buku Klasik (Bagian 3): Jambi sebagai Ibu Kota Lama dalam Catatan Sejarah Cina

1 April 2024   23:13 Diperbarui: 1 Juli 2024   00:47 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran dari (sebagian) wilayah San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi "Ku-kang" pada sekitar 1397 - Dokpri

Gambaran dari (sebagian) wilayah San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi
Gambaran dari (sebagian) wilayah San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi "Ku-kang" pada sekitar 1397 - Dokpri

Pada saat kerajaan Jawa mengganti nama "San-bo-tsai" menjadi Ku-kang (hal. 71) pada sekitar tahun 1397 (keterangan waktu terdekat yang bisa didapatkan), baik kerajaan Jawa maupun kerajaan San-bo-tsai itu sendiri tidak turut dinyatakan "memindahkan ibu kotanya". Karenanya, secara logis, keterangan terkait perpindahan ibu kota dijelaskan pada bagian yang jauh terpisah mengindikasikan bahwa dua kejadian ini tidak terjadi secara bersamaan. Demikian pun, hal ini juga tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa kerajaan ini pada akhirnya memiliki dua ibu kota: ibu kota lama dan ibu kota baru.

Adapun, argumentasi meester Groeneveldt bahwa (pada saat itu) San-bo-tsai dan Ku-kang telah menjadi dua wilayah yang berbeda, semata berdasarkan keterangan terdapatnya dua pemimpin orang-orang Cina di San-bo-tsai (Ku-kang), yaitu Liang Tau-ming dan Ch'en Tsu-i (hal. 71). Namun, catatan sejarah Cina sendiri sebetulnya tidak pernah menyatakan bahwa Liang Tau-ming menjadi penguasa San-bo-tsai - sebagaimana catatan ini menyatakan bahwa Ch’en Tsu-i adalah pemimpin di Ku-kang (chief of Ku-kang). Yang terjadi adalah, catatan Cina menjelaskan bahwa Liang Tau-ming adalah pemimpin "sebagian wilayah" negeri tersebut (he reigned as master of a part of the country - hal. 71). Catatan Cina tidak menjelaskan lebih lanjut di bagian mana beliau berkuasa.

Penceritaan ini, pun, sebetulnya berada dalam "konteks" perjuangan yang dilakukan oleh orang-orang Cina terhadap pendudukan Jawa. Dalam artian, Liang Tau-ming dipandang sebagai seorang "pejuang" yang berhasil menguasai sebagian wilayah (country) San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi Ku-kang. Dalam "konteks" inilah, Liang Tau-ming diundang oleh kaisar Cina. Lantas, apakah hal ini menjadikan Liang Tau-ming sebagai pemimpin San-bo-tsai? Sekali lagi, sejauh ini, keterangan dalam catatan sejarah Cina tidak dengan jelas menyatakan demikian. 

Adapun, undangan terhadap Liang Tau-ming yang mengutus keponakannya dan Ch’en Tsu-i yang mengutus anaknya untuk menghadap kaisar Cina, juga sebetulnya tidak dapat dijadikan patokan bahwa Liang Tau-ming telah menjadi pemimpin San-bo-tsai. Bisa saja, sebetulnya, Ch’en Tsu-i dianggap sebagai "pemimpin administrasi" di Ku-kang (San-bo-tsai) sedangkan Liang Tau-ming sebagai pemimpin perlawanan orang-orang Cina terhadap pendudukan Jawa saat itu. Bukankah mengundang keduanya merupakan sesuatu yang (seharusnya) wajar saja? Yang pasti, argumentasi meester Groeneveldt bahwa keterangan tentang dua pemimpin ini menandakan bahwa San-bo-tsai dan Ku-kang merupakan dua wilayah yang berbeda sesungguhnya cukup lemah.

Harus diakui dengan jujur, keterangan terkait perubahan nama, perpindahan ibu kota, serta keberadaan dua pemimpin ini memang cukup membingungkan. Kebingungan-kebingungan pada akhirnya menimbulkan kesalahpahaman-kesalahpahaman yang diakibatkan ketidakjelasan informasi sebetulnya cukup wajar untuk terjadi.  Dan, kesalahpahaman dalam memahami perubahan nama, perpindahan ibu kota, dan keberadaan dua pemimpin ini jelas berkontribusi cukup besar dalam kesalahpahaman terkait identifikasi "Ku-kang" sebagai sebuah kerajaan dan "Ku-kang" (yang sekaligus) sebagai ibu kota. Imbasnya, "letak" dari kerajaan San-bo-tsai yang sedari awal mengarah ke Jambi, tiba-tiba berbelok tajam dan langsung mengarah ke Palembang. Hal ini pun sebetulnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu "kesalahan", sebab memang pada akhirnya Palembang menjadi ibu kota baru kerajaan San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi Ku-kang.

Akan tetapi, kesalahpahaman ini berkembang menjadi cukup fatal, karena San-bo-tsai diidentifikasi sebagai nama lain dari kerajaan-kerajaan yang dikenal lainnya, seperti Sribhoja (termasuk Malayu dan Bhoja) dan juga, pada akhirnya, kerajaan Sriwijaya. Jika orang-orang yang mengidentifikasi kerajaan-kerajaan tersebut, seperti sensei Takakusu dan monsieur Cœdès, menggunakan letak dari kerajaan San-bo-tsai sebagai acuan, kesalahpahaman terkait letak dari kerajaan ini secara otomatis akan mempengaruhi identifikasi dari letak kerajaan-kerajaan lainnya.

Walau perjalanan kita dalam meluruskan kesalahpahaman ini jelas akan sangat panjang, setidaknya kita mengetahui bahwa San-bo-tsai yang telah berganti nama menjadi Ku-kang sempat mengalami perpindahan ibu kota (hal. 73). Bagian inilah yang sebetulnya tidak terbantahkan. Karenanya, pun dengan segala kemungkinan-kemungkinan sanggahan yang bisa diberikan (yang sebetulnya sudah penulis pertimbangkan - dan seharusnya ada dalam kajian ilmiah), setidaknya "Jambi" sebagai ibu kota lama kerajaan San-bo-tsai merupakan sesuatu yang dapat dipastikan - setidaknya berdasarkan catatan sejarah Cina ini. Yang untuk itu, sebagaimana yang telah penulis nyatakan sebelumnya, catatan sejarah Cina tentang San-bo-tsai sebetulnya lebih mengarah ke Jambi sebagai ibu kota lama dibandingkan Palembang sebagai ibu kota baru. Hal ini akan penulis jelaskan dalam catatan berikutnya, sebab tulisan ini telah menjadi sangat panjang - dan yang terlalu panjang seringkali membosankan...

...karya tulis maksud saya...

Bersambung ah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun