Bahkan para koruptor tidak jarang yang mendapatkan fasilitas mewah di rutan layaknya hotel berbintang. Namun, dilihat tindak pidana lain kasus yang hanya mencuri sepasang sandal jepit, singkong, atau pencurian kayu terancam hingga 5 tahun penjara.Â
Namun sejatinya, apakah sepadan harga sepasang sandal jepit, singkong dan beberapa batang kayu dengan uang rakyat yang mereka korupsi?
Dari kasus ini dapat dilihat bahwa hukum akan terasa tajam untuk kalangan menengah kebawah yang tidak memiliki harta berlimpah atau jabatan tinggi. Namun, bagi mereka yang memiliki peran atau jabatan tentu hukum terasa tidak ada apa-apanya.Â
Mereka yang memiliki kekuasaan, harta, dan tahta terasa aman dari ancaman hukum meskipun melanggar aturan hukum atau melakukan tindak pidana.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian bersama bahwa realita hukum di Indonesia belum sepenuhnya terlaksana secara sempurna. Penerapan dan penegakan hukum di negara Indonesia masih jauh dari harapan dan masih berjalan tidak efektif. Padahal hukum juga memiliki prinsip kemanusiaan.Â
Dimana prinsip kemanusiaan tersebut telah diatur dalam hukum humaniter yaitu Asas Equality Before The Law yang merupakan sebuah manifestasi dari Negara Hukum (Rechstaat) sehingga diharuskan terdapat perlakuan sama bagi setiap orang di depan hukum (Gelijkheid van ieder voor de wet).
Selain itu saat ini, dapat ditemukan banyak permasalahan hukum yang menjadi polemic di masyarakat termasuk masalah dalam lembaga penegak hukum KPK yang sejak awal dibentuk termasuk lembaga yang kuat serta independen yang bebas dari intervensi beragam pihak dalam memberantas korupsi.
Dilihat dari beragam aspek, keadaan penegakan hukum di Indonesia seakrang dapat dikatan masih memerlukan perjuangan yang panjang dan dibutuhkan keberadaaan para penegak hukum serta pejabat yang memiliki integritas moral yang berkomitmen mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan politik bahkan kepentingan pribadi.
Aturan hukum di Indonesia terasa sudah bersifat terbalik. Kasus-kasus besar yang merugikan rakyat seperti tindak korupsi dan rentetan kasus besar lainnya dianggap merupakan permasalahan kecil. Namun justru sebaliknya, kasus-kasus kecil atau sederhana yang sejatinya dapat diselesaikan melalui jalan musyawarah justru dijadikan permasalahan besar.
Bukan hanya faktor kekuatan politik yang memperkuat mereka, tetapi ada berbagai faktor yang menghalangi mereka memperlambat proses pengadilan di segala celah perubahan opini. Ini adalah fakta yang terkenal bahwa Undang-Undang yang berhubungan dengan orang-orang yang berkuasa, baik politik atau moneter, mengaburkan hukum.Â
Namun, ketika menyangkut orang yang lemah atau tidak berdaya, hukum menjadi sangat keras