Mohon tunggu...
octavia rini
octavia rini Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Semangat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Janji Di Bawah Pohon Beringin Tua

26 Desember 2024   16:52 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:26 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

NAMA : OCTAVIA RINI                           

NIM      : 2203010070

KELAS  : 01

UAS      : KEMAHIRAN MENULIS

Cerpen Janji di Bawah Pohon Beringin Tua

Di sebuah desa kecil bernama Sekarwangi di kaki Gunung Salak hiduplah tiga sahabat yang bernama rara, seorang gadis periang dengan rambut panjang terurai ada pula  Beni pemuda pendiam namun cerdas dan  Dewi gadis lembut bermata indah.  Ketiganya bersahabat sejak kecil, menghabiskan masa kanak-kanak mereka dengan bermain di bawah pohon beringin tua di tepi sungai.

Suatu hari, saat mereka duduk di bawah pohon beringin tua, mereka membuat sebuah janji.  Janji untuk selalu bersama, apa pun yang terjadi.  Mereka saling berjanji untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain, hingga rambut mereka memutih. Waktu berlalu.  Rara melanjutkan pendidikan ke kota besar, mengejar cita-citanya menjadi seorang dokter.  Beni memilih untuk mengelola sawah milik keluarganya, meneruskan tradisi leluhur.sedangkan  Dewi dengan bakatnya dalam melukis, membuka galeri kecil di desanya. Meskipun jarak dan kesibukan memisahkan mereka, janji di bawah pohon beringin tua tetap terpatri di hati mereka. Mereka tetap saling menghubungi, bertukar cerita, dan saling mendukung dalam suka maupun duka.

Namun, takdir berkata lain. Sebuah musibah menimpa desa Sekarwangi. Banjir besar menerjang desa, menghancurkan rumah dan harta benda warga.  Beni, yang sedang berada di sawah, terjebak banjir dan hanyut. Rara dan Dewi berduka. Mereka merasa kehilangan sahabat terbaik mereka. Namun, mereka tetap mengingat janji yang pernah mereka buat. Mereka saling menguatkan, dan bersama-sama membangun kembali desa Sekarwangi yang hancur tersebut. Bertahun-tahun kemudian,  Rara dan Dewi telah sukses di bidang masing-masing.  Rara menjadi dokter terkenal, Dewi menjadi pelukis ternama.  Mereka kembali ke desa Sekarwangi, mengunjungi pohon beringin tua, tempat mereka pernah berjanji untuk selalu bersama.  Di bawah pohon itu, mereka mengenang Beni, sahabat mereka yang telah pergi. Meskipun Beni telah tiada, janji mereka tetap hidup di hati mereka.  Mereka akan selalu mengingat persahabatan mereka yang abadi, persahabatan yang terukir di bawah pohon beringin tua.

Setelah kepergian Beni, Rara dan Dewi merasa hampa.  Meskipun sukses dalam karier masing-masing, kesuksesan itu terasa hambar tanpa kehadiran sahabat mereka.  Rara, yang selalu tegar, seringkali terlihat termenung di ruang kerjanya, mengingat senyum ramah Beni dan canda tawa mereka di bawah pohon beringin tua. Dewi, yang biasanya melukis dengan penuh semangat, kini hanya menghasilkan karya-karya yang suram, menggambarkan kesedihan dan kehilangan yang mendalam. Suatu hari saat Rara mengunjungi galeri Dewi, ia menemukan sebuah lukisan yang sangat berbeda dari karya-karya Dewi sebelumnya. Lukisan itu menggambarkan pohon beringin tua yang kokoh berdiri di tengah badai, dengan akar-akarnya yang kuat mencengkeram tanah.  Di atas pohon itu, tampak tiga burung camar yang terbang beriringan, seolah-olah melambangkan Rara, Beni, dan Dewi.

"Ini... indah sekali, Wi," kata Rara terharu.  "Seperti ada Beni di sini."  Dewi tersenyum getir.  "Aku melukisnya saat aku mengingat janji kita, Ra. Meskipun Beni sudah tiada, janji kita tetap ada,  persahabatan kita tetap abadi." Dari saat itu, Rara dan Dewi mulai bangkit dari kesedihan mereka.  Mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan di desa Sekarwangi, untuk membantu warga desa yang terkena dampak bencana alam.  Yayasan itu mereka beri nama "Beringin Harapan", sebagai simbol persahabatan mereka yang abadi dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

Mereka bekerja keras, untuk mengumpulkan dana dan bantuan dari berbagai pihak.  Mereka juga mengajak warga desa untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan desa. Lambat laun, desa Sekarwangi mulai pulih. Rumah-rumah baru dibangun, sawah-sawah kembali hijau, dan senyum kembali menghiasi wajah warga. Suatu sore, saat matahari mulai tenggelam, Rara dan Dewi kembali duduk di bawah pohon beringin tua.  Mereka melihat anak-anak desa bermain riang di tepi sungai,  suasana damai dan penuh harapan menyelimuti desa Sekarwangi.  Mereka saling berpandangan, dan tersenyum.  Janji mereka telah terpenuhi, bukan hanya dalam persahabatan, tetapi juga dalam kebaikan yang mereka berikan kepada sesama.  Meskipun Beni telah tiada secara fisik,  rohnya tetap hidup dalam setiap kebaikan yang mereka lakukan,  dalam setiap senyum yang terpancar di wajah warga desa Sekarwangi.  Dan di bawah pohon beringin tua itu,  persahabatan mereka tetap abadi,  seperti pohon beringin yang tetap kokoh berdiri,  menyaksikan perjalanan waktu dan perubahan zaman.

Setelah mendirikan Yayasan Beringin Harapan, Rara dan Dewi semakin sibuk.  Rara, selain menjalankan praktik dokternya di kota, seringkali pulang ke Sekarwangi untuk memeriksa kesehatan warga dan memberikan penyuluhan kesehatan.  Dewi, selain melukis, juga aktif dalam kegiatan sosial yayasan,  mengajarkan anak-anak desa melukis da mengasah kreativitas mereka. Suatu hari, seorang anak laki-laki kecil bernama  Aji datang ke galeri Dewi.  Aji adalah anak yatim piatu yang tinggal bersama neneknya. Ia memiliki bakat melukis yang luar biasa, tetapi tidak memiliki alat dan bahan untuk berkreasi. Dewi terharu melihat bakat Aji, dan ia memutuskan untuk membimbing Aji. Dewi mengajarkan Aji berbagai teknik melukis,  dari teknik dasar hingga teknik yang lebih rumit. Ia juga memberikan Aji alat dan bahan melukis yang berkualitas. Aji berkembang pesat di bawah bimbingan Dewi. Karya-karyanya semakin bagus, menunjukkan bakat alamiah yang luar biasa.

Sementara itu, Rara menemukan sebuah permasalahan di desa.  Banyak warga yang menderita penyakit kronis karena kekurangan gizi.  Rara kemudian berinisiatif untuk membuat program penyuluhan gizi dan memberikan bantuan makanan bergizi kepada warga yang membutuhkan.  Ia juga mengajak para dokter muda untuk bergabung dalam program ini. Rara dan Dewi bekerja sama dalam menjalankan program-program tersebut.  Mereka saling mendukung dan melengkapi satu sama lain.  Keduanya merasa bahagia dengan di bantunya warga desa, mereka seolah-olah sedang menghidupkan kembali semangat persahabatan mereka dengan Beni.

Suatu hari, saat Rara dan Dewi sedang mengunjungi rumah Aji, mereka menemukan sebuah album foto lama.  Album itu berisi foto-foto Beni sejak kecil hingga dewasa.  Di salah satu foto itu, tampak Beni sedang tersenyum ceria di bawah pohon beringin tua,bersama Rara dan Dewi.  Rara dan Dewi terharu melihat foto itu.  Kenangan indah tentang Beni kembali terbayang. Mereka menyadari bahwa meskipun Beni telah tiada,  kenangan dan persahabatan mereka akan tetap abadi. Bertahun-tahun kemudian, Yayasan Beringin Harapan telah berkembang pesat.  Desa Sekarwangi telah menjadi desa yang makmur dan sejahtera.  Rara dan Dewi telah menua,  rambut mereka telah memutih.  Tetapi, janji mereka di bawah pohon beringin tua tetap terjaga. Persahabatan mereka telah menjadi legenda di desa Sekarwangi,  legenda tentang tiga sahabat yang tetap setia,  meskipun dipisahkan oleh jarak, waktu, dan takdir.  Dan di bawah pohon beringin tua itu,  kisah persahabatan mereka akan terus dikenang, dari generasi ke generasi.

Tahun-tahun berlalu.  Rara dan Dewi, kini sudah lanjut usia,  tetap aktif dalam kegiatan Yayasan Beringin Harapan.  Aji, yang kini sudah dewasa,  telah menjadi pelukis terkenal,  karya-karyanya dipamerkan di berbagai galeri seni ternama baik di dalam maupun luar negeri.  Namun, Aji tidak pernah melupakan asal-usulnya,  ia selalu menyisihkan sebagian besar penghasilannya untuk membantu Yayasan Beringin Harapan. Suatu hari, seorang peneliti sejarah bernama Pak Budi datang ke desa Sekarwangi. Ia tertarik dengan sejarah pohon beringin tua yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan perubahan zaman di desa tersebut. Pak Budi melakukan riset mendalam,  melakukan wawancara dengan warga desa, termasuk Rara dan Dewi. Dari hasil risetnya, Pak Budi menemukan fakta menarik. Pohon beringin tua itu ternyata telah berusia ratusan tahun lamanya, pohon tersebut merupakan tempat berkumpulnya para tokoh penting di desa Sekarwangi. Banyak keputusan penting yang diambil di bawah pohon tersebut, meliputi keputusan yang berkaitan dengan pertanian, pertahanan desa, dan juga kehidupan sosial masyarakat.

Pak Budi juga menemukan catatan kuno yang menyebutkan tentang tiga sahabat karib yang membuat janji di bawah pohon beringin tua, janji yang dipegang teguh hingga akhir hayat mereka. Catatan tersebut menyebutkan nama Rara, Beni, dan Dewi, dan menceritakan tentang persahabatan mereka yang abadi. Temuan Pak Budi tersebut membuat nama Rara dan Dewi semakin dikenal luas. Mereka diundang ke berbagai seminar dan acara untuk menceritakan kisah persahabatan mereka. Kisah mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang, menunjukkan betapa pentingnya persahabatan, kebaikan, dan semangat pantang menyerah.

Aji, yang terinspirasi oleh kisah Rara dan Dewi, menciptakan sebuah karya seni monumental yang menggambarkan pohon beringin tua, Rara, Beni, dan Dewi. Karya tersebut dipamerkan di sebuah museum seni ternama di Jakarta, dan menarik perhatian banyak pengunjung. Rara, Dewi, dan Aji  kemudian memutuskan untuk menulis sebuah buku tentang kisah persahabatan mereka. Buku tersebut menceritakan secara detail tentang perjalanan hidup mereka, tantangan yang mereka hadapi, dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada sesama. Buku tersebut menjadi best seller dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Kisah persahabatan Rara, Beni, dan Dewi  telah menjadi warisan berharga bagi generasi yang akan  mendatang. Kisah mereka menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk selalu memegang teguh janji, menjaga persahabatan, dan berbuat kebaikan kepada sesama.  Dan di bawah pohon beringin tua itu, legenda persahabatan mereka akan terus dikenang,  dari generasi ke generasi, sebagai simbol kekuatan persahabatan yang abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun