Mohon tunggu...
Octaviani Nurhasanah
Octaviani Nurhasanah Mohon Tunggu... -

Wife of Amin Rois Sinung Nugroho. Mom of Arina Al-Haqq Aisha Maqvhira, Kalinda Aruna Jingga, and Kelana Thaariq Ibrahim. Visit my personal blog: http://octavianinurhasanah.net/ Or my craft blog: http://deliciouscraft.com/

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Public Display of Affection (PDA): How Much is too Much?

8 Maret 2013   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:09 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Etapi tapi … Rosulullah kan pernah memeluk Aisyah dari belakang pas nonton pertunjukan pedang. Masak itu “too much”? Lah, itu romantis kali. Rosulullah kan gak berulang-ulang melakukan itu di ruang publik dalam waktu kurang dari 1 x 24 jam. Itu kejadian romantis yang timing-nya pas (pas lagi sesek banyak orang, bukan di majelis ilmu), pose-nya oke (memeluk dari belakang, bukan make-out), dan konteksnya dapet (buat melindungi sang istri).

Cipokan? Cipokan jidat? Cipokan pipi?

Cipokan boleh sajaaa … kalo perlu dan memang benar-benar perlu! Kayak adegan Randy Pausch selesai memberikan kuliah umum di auditorium Carnergie Mellon University tentang kanker pankreas dan semangat hidup. Trus semua hadirin pada memberikan standing-applaus. Trus lagi, istrinya menghampiri si Rendy dan langsung memeluknya. Si Rendy pun mencium jidat si istri. Terlihat romantis. Kalo saya tambahkan lagi, waktu memeluk si Rendy istrinya bilang: please, don’t die. Si Rendy ini emang penderita kanker pankreas stadium akhir yang (menurut dokternya sih) umurnya gak bakalan labih dari 6 bulan dan kuliah umum barusan adalah kuliah terakhirnya sebagai profesor di kampus itu. Dengam tambahan info tadi, adegan itu bukan lagi romantis, tapi juga mengharukan. Itu yang saya maksud dengan: benar-benar perlu.

Lebih dari cipokan: grepe-grepe, make-out, dan seterusnya … pleasekeep it from public displayMake it private, make it quite, and make it in your own bedroom.

Trus kalo di ruang publik maya macem Facebook atau Twitter? Karena di sosial media kita cuman bisa pake teks, gambar, atau video buat nunjukin kemesraan, jadi keep it elegance aja sih. Jangan menampilkan gambar kamu sama suami kamu lagi cipokan hot misalnya. Atau jangan menampilkan status dan tweet “kegatelan”, meminjam istilah Ibu saya ketika saya sering nulis-nulis di wall Facebook Sinung betapa saya mencintainya (baca tulisan “betapa saya mencintainya” di samping aja pasti kalian udah mau muntah kan?). Sekarang saya udah gak gitu lagi kok. Kalo saya mau ngomong gitu, saya ngomong aja di depan orangnya. Atau SMS, telpon, message, email (kalo orangnya lagi di kantor atau pergi). Beberapa hal memang keliatan meninggalkan kesan unyu, imut, so romantic dalam dosis yang tidak berlebihan. Sekali lagi: tidak berlebihan.

Trus saya ngemeng sepanjang ini intinya apa toh?

Intinya: keep it simple and elegance.

Buat PDA itu jadi berkelas, sederhana, elegan, dan punya makna. Bukan sekedar umbar-umbar. Kalo sudah menikah, pasti orang-orang pada ngerti lah kalo kalian saling mencintai. Ya mosok gak cinta trus nikah?

Sebenernya, kasian lho sama temen-temen kita yang belum nikah kalo mereka keseringan liat PDA yang berlebihan. Jangan-jangan kita termasuk salah satu faktor penyebab kemerosotan moral (walopun itu dilakukan di belakang tameng pernikahan). Adek-adek kita yang imut itu ngeliat gimana cara interaksi kita dengan suami atau istri kita trus nyobain ke pacarnya. Atau parah lagi, teman-teman kita yang masih single malah jadi makin tertekan (gara-gara saking pengennya mesra-mesraan juga) dan malah melampiaskannya ke jalan yang tidak benar: misalnya pacaran.

Kalo saya ngeliat nenek-nenek sama kakek-kakek gandengan tangan di jalanan, saya merasa mereka lebih romantis dibandingkan kalau saya melihat adegan serupa yang diperankan oleh newly-wed. Cinta mereka sudah teruji.

Mangkanya, saya suka bilang sama pasangan newly-wed: kalo kalian sekarang (pas baru-baru nikah) mesranya minta ampun, itu biasa. Kalo sepuluh, dua puluh, atau lima puluh tahun lagi kalian gak kayak gini, pasti ada yang salah di situ.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun