Mohon tunggu...
Adhea Octavianda
Adhea Octavianda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Etika Perawat dalam Meningkatkan Kepuasan Klien terhadap Pelayanan Kesehatan

20 Desember 2021   15:43 Diperbarui: 20 Desember 2021   17:40 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kualitas pelayanan kesehatan merupakan penentu tingkat kepuasan klien. Persentase tingkat kepuasan ini dapat menjadi bentuk evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan. Menurut Suratri, Suryati, & Edwin (2018), perspektif pasien sangat penting karena hal tersebut dapat menjadi cerminan apabila terdapat kesenjangan antara layanan yang diharapkan oleh klien dengan pengalaman yang mereka peroleh. 

Berdasarkan hasil penelitian (Suratri, Suryati, & Edwin, 2018), rata-rata tingkat kepuasan klien di beberapa provinsi di Indonesia telah mencapai 80%. Namun, angka tersebut masih belum memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yakni 90% (Permenkes RI No. 741, 2008). 

Dalam mengukur kualitas pelayanan, terdapat lima dimensi kepuasan klien yang dapat menjadi tolok ukur, meliputi tangibles, reliability, responsiveness, empathy, dan assurance (Zeithaml, Parasuraman, & Berry, 1990). 

Tangibles adalah ketersediaan dan kualitas fasilitas fisik, peralatan rumah sakit, personel tenaga kesehatan yang cukup, serta penunjang komunikasi yang memadai. 

Reliability maknanya adalah kemampuan instansi dan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dijanjikan secara andal dan akurat. 

Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu, cepat tanggap terhadap kondisi klien, dan kesegeraan dalam memberikan pelayanan kesehatan. 

Empathy adalah sikap caring serta perhatian individual yang diberikan oleh pihak pemberi layanan kesehatan terhadap para kliennya (Zeithaml, Parasuraman, & Berry, 1990). 

Kemudian, menurut Saleh & Satriani (2018), assurance merupakan jaminan dari penyedia layanan kesehatan terkait kemampuan mereka dalam membangun rasa percaya dan keyakinan klien, misalnya dengan menyediakan tenaga kesehatan yang terampil dan mampu menjaga hak-hak klien.

Keperawatan merupakan bagian utama dalam pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai porsi interaksi terbesar dengan klien. Makausi, Batasina, & Akay (2021), telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan yang erat antara perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien. Semakin caring sikap perawat, maka klien pun akan semakin merasa puas. 

Oleh karena itu, mutu asuhan keperawatan memegang peranan penting dalam meningkatkan dimensi kepuasan klien dengan memberikan pengalaman yang positif. Lantas, bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh perawat dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan?

Dalam keperawatan, kita mengenal istilah standar etik keperawatan. Menurut Komite Keperawatan (2017), etik adalah sikap dan perilaku yang menjadi acuan bagi perawat dalam bertindak dan melaksanakan kewajibannya sebagai profesi kesehatan. Nilai caring dan kepedulian yang melekat dalam rangkaian asuhan keperawatan, menjadi pondasi pengembangan prinsip-prinsip etik profesi perawat. 

Terdapat empat unsur prinsip etik keperawatan yang menjadi pedoman, yaitu respect to others, compassion, advocacy, dan intimacy (Komite Keperawatan, 2017). Berikut ini adalah pemaparan lebih lanjut dari setiap nilai etik tersebut.

Respect to others maknanya adalah perawat menghargai setiap subjek yang berelasi dengannya tanpa membeda-bedakan; karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang unik dan beraneka ragam. Subjek di sini dapat didefinisikan sebagai pasien, keluarga pasien, staff rumah sakit, dan lain-lain. 

Contoh penerapan dari prinsip respect to others terhadap klien, yakni dengan membangun fase orientasi yang baik sebelum melaksanakan intervensi; mulai dari berkenalan, mengomunikasikan tindakan yang akan dilakukan dengan jelas, hingga berpamitan sebelum meninggalkan klien (Komite Keperawatan, 2017). Dengan sikap tersebut, harapannya, klien akan merasa dihargai dan nyaman selama menjalani perawatan.

Compassion secara garis besar dapat diartikan sebagai rasa iba dan kasih sayang. Compassion adalah sensitivitas terhadap penderitaan seseorang, disertai dengan adanya komitmen untuk mencegah atau meringankan penderitaan tersebut (Ortega-Galan, dkk., 2021). 

Dalam asuhan keperawatan, compassion sangatlah penting karena dengan timbulnya perasaan tersebut, maka perawat akan tergerak untuk memberikan pelayanan yang tulus dan menyeluruh. Menurut Ortega-Galan, dkk. (2021), proses keperawatan yang menghadirkan compassion akan memotivasi klien untuk lebih patuh terhadap terapi yang ia jalani sehingga berdampak baik terhadap masa pemulihan.

Advocacy artinya melindungi klien. Menurut Abbasinia, Ahmadi, & Kazemnejad (2020), komponen advokasi klien terdiri dari safeguarding (menjaga), apprising (memberi informasi), valuing (menghargai), mediating (menengahi / menjembatani), dan championing social justice in the provision of healthcare (memperjuangkan keadilan sosial dalam memberikan pelayanan kesehatan). 

Dalam penelitiannya tersebut, disebutkan pula bahwa advokasi memiliki dampak yang baik bagi klien, antara lain: (1) meningkatkan keselamatan pasien, (2) meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, (3) mengembangkan kemampuan menentukan pilihan dan keberdayaan dalam diri klien, (4) meningkatkan kolaborasi antara klien, keluarga klien, dan tenaga kesehatan, (5) meningkatkan kemudahan akses layanan kesehatan, serta (6) meningkatkan kesehatan komunitas (Abbasinia, Ahmadi, & Kazemnejad, 2020).

Intimacy maknanya adalah kedekatan. Dalam hubungan terapeutik antara perawat dengan klien, terjalin rasa percaya, saling menghargai, empati, kekuatan, dan keintiman yang profesional. Keintiman ini berkaitan dengan aspek fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual klien (Antonytheva, Oudshoorn, & Garnett, 2021). Mulai dari pertama kali menerima pelayanan kesehatan hingga klien menyelesaikan pemulihannya, perawatlah yang akan melakukan pengawasan secara holistik (Komite Keperawatan, 2017).

Selain keempat prinsip etik di atas, terdapat beberapa nilai profesionalisme lainnya yang dapat menjadi pertimbangan perawat dalam melaksanakan tugasnya. Nilai-nilai tersebut meliputi beneficence (memberikan yang terbaik), nonmaleficence (tidak membahayakan/merugikan klien), justice (bersikap adil tanpa membeda-bedakan), dan autonomy (menghormati hak seseorang untuk memutuskan opsi pelayanan kesehatan). 

Ada pula prinsip-prinsip kemanusiaan yang juga dipegang oleh perawat, yakni fidelity (setia dan komitmen pada kesepakatan yang telah dibuat), veracity (mengatakan yang sebenarnya), accountability (bertanggung jawab atas tindakan yang telah diputuskan), dan responsibility (pertanggungjawaban terhadap peran dan kewajiban sebagai perawat) (Berman, Synder, & Frandsen, 2016).

Penerapan standar etik keperawatan memberikan begitu banyak pengaruh positif terhadap klien sehingga berperan penting dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan. Maka dari itu, sudah menjadi urgensi bagi para Perawat Indonesia untuk mengimplementasikan nilai-nilai profesionalisme dan bersama-sama menciptakan iklim pelayanan kesehatan yang lebih baik di masa mendatang.

Referensi

Abbasinia, M., Ahmadi, F., & Kazemnejad, A. (2020). Patient advocacy in nursing: A concept analysis. SAGE Journals. 27 (1), 141--151.

Antonytheva, S., Oudshoorn, A., & Garnett, A. (2021). Professional intimacy in nursing practice: A concept analysis. Nursing Forum Wiley. 56, 151--159. https://doi.org/10.1111/nuf.12506

Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of Nursing 10th Edition. United States of America. Pearson Education, Inc.

Komite Keperawatan. (2017). Buku Standar Kode Etik Keperawatan Tahun 2017-2020.

Makausi, E., Batasina, M., Akay, T. (2021). Hubungan Perilaku Caring dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSU GMIM Bethesda Tomohon. E-Jurnal Sariputra. 8 (2).

Ortega-Galan, A.M., Perez-Garcia, E., Brito-Pons, G., Ramos-Pichardo, J.D., Carmona-Rega, M.I., & Ruiz-Fernandez, M.D. (2021). Understanding the concept of compassion from the perspectives of nurses. SAGE Journals. 1--14.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Saleh, M. & Satriani. (2018). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelayanan Kesehatan bagi Peserta BPJS di Rumah Sakit Labuang Baji Kota Makassar. Media Kesehatan Gigi. 17 (2).

Suratri, M.A., Suryati, T., & Edwin, V.A. (2018). Kepuasan Pasien terhadap Kualitas Pelayanan Pasien Rawat jalan Rumah Sakit di 7 Provinsi di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 46 (4), 239--246.

Zeithaml, V.A., Parasuraman, A., & Berry, L.L. (1990). Delivering Quality Service: Balancing Customer Perceptions and Expectations. The Free Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun