Kualitas pelayanan kesehatan merupakan penentu tingkat kepuasan klien. Persentase tingkat kepuasan ini dapat menjadi bentuk evaluasi terhadap penyelenggaraan layanan kesehatan. Menurut Suratri, Suryati, & Edwin (2018), perspektif pasien sangat penting karena hal tersebut dapat menjadi cerminan apabila terdapat kesenjangan antara layanan yang diharapkan oleh klien dengan pengalaman yang mereka peroleh.Â
Berdasarkan hasil penelitian (Suratri, Suryati, & Edwin, 2018), rata-rata tingkat kepuasan klien di beberapa provinsi di Indonesia telah mencapai 80%. Namun, angka tersebut masih belum memenuhi standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, yakni 90% (Permenkes RI No. 741, 2008).Â
Dalam mengukur kualitas pelayanan, terdapat lima dimensi kepuasan klien yang dapat menjadi tolok ukur, meliputi tangibles, reliability, responsiveness, empathy, dan assurance (Zeithaml, Parasuraman, & Berry, 1990).Â
Tangibles adalah ketersediaan dan kualitas fasilitas fisik, peralatan rumah sakit, personel tenaga kesehatan yang cukup, serta penunjang komunikasi yang memadai.Â
Reliability maknanya adalah kemampuan instansi dan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dijanjikan secara andal dan akurat.Â
Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu, cepat tanggap terhadap kondisi klien, dan kesegeraan dalam memberikan pelayanan kesehatan.Â
Empathy adalah sikap caring serta perhatian individual yang diberikan oleh pihak pemberi layanan kesehatan terhadap para kliennya (Zeithaml, Parasuraman, & Berry, 1990).Â
Kemudian, menurut Saleh & Satriani (2018), assurance merupakan jaminan dari penyedia layanan kesehatan terkait kemampuan mereka dalam membangun rasa percaya dan keyakinan klien, misalnya dengan menyediakan tenaga kesehatan yang terampil dan mampu menjaga hak-hak klien.
Keperawatan merupakan bagian utama dalam pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai porsi interaksi terbesar dengan klien. Makausi, Batasina, & Akay (2021), telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa ada hubungan yang erat antara perilaku caring perawat dengan tingkat kepuasan pasien. Semakin caring sikap perawat, maka klien pun akan semakin merasa puas.Â
Oleh karena itu, mutu asuhan keperawatan memegang peranan penting dalam meningkatkan dimensi kepuasan klien dengan memberikan pengalaman yang positif. Lantas, bagaimana upaya yang dapat dilakukan oleh perawat dalam peningkatan kualitas layanan kesehatan?
Dalam keperawatan, kita mengenal istilah standar etik keperawatan. Menurut Komite Keperawatan (2017), etik adalah sikap dan perilaku yang menjadi acuan bagi perawat dalam bertindak dan melaksanakan kewajibannya sebagai profesi kesehatan. Nilai caring dan kepedulian yang melekat dalam rangkaian asuhan keperawatan, menjadi pondasi pengembangan prinsip-prinsip etik profesi perawat.Â