Mohon tunggu...
Octaviana Dina
Octaviana Dina Mohon Tunggu... -

Cogito ergo sum\r\n\r\nhttps://octavianadina.wordpress.com/\r\n

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Déjà Vu dan Misteri Kehidupan Silam

2 Juni 2014   23:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:47 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, via akun Twitter-nya Budiman Sudjatmiko (mantan aktivis PRD, sekarang anggota DPR dari PDI-P) menyatakan kalau dirinya baru saja mengalami fenomena yang ditengarai sebagai déjà vu. Ia lalu menanyakan apakah ada yang bisa memberi penjelasan apa itu déjà vu. Kebetulan saya membaca tweet-nya (saya mem-follow akun ybs) dan serta merta teringat akan artikel tentang fenomena déjà vu yang saya tulis beberapa tahun silam dan dimuat dalam blog pribadi saya. Maka saya jawab tweet-nya berikut tautan pada artikel tersebut. Artikel ini termasuk salah satu yang paling banyak dibaca pengunjung blog saya. Nah, pada kesempatan ini saya ingin membagikan artikel tersebut via Kompasiana. Selamat menyimak, kiranya bermanfaat.

***

Pernahkan Anda melihat sesuatu -entah itu pemandangan, jalan, rumah, orang, mobil dan lain sebagainya- yang sesungguhnya sama sekali belum pernah Anda lihat atau temui, akan tetapi Anda justru merasa sangat familiar dengannya? Atau dengan kata lain, Anda seolah-olah memang pernah melihatnya sebelumnya meski pada kenyataannya tidak demikian. Jika pernah, berarti Anda mengalami apa yang disebut dengan istilah Déjà vu (dilafalkan : dezjya vu).

Déjà vu adalah istilah dalam bahasa Perancis yang secara harafiah berarti ‘sudah pernah melihat’. Yang dimaksud dengan ‘sudah pernah melihat’ di sini adalah pengalaman mengenali sesuatu yang sebetulnya belum pernah dikenal atau dialami sebelumnya namun anehnya terasa begitu familiar dan tak asing lagi. Dalam Encylopedia Americana (1977, vol. 14, hal. 810) disebutkan bahwa déjà vu adalah pikiran atau perasaan bahwa sesuatu sudah pernah dialami (experienced) sebelumnya.

Seorang teman bercerita. Saat masih berusia 5 atau 6 tahun – sekitar awal tahun 70-an- ia pernah mendengar sebuah lagu di radio. Teman saya itu tidak tahu lagu apa itu, juga tidak paham dengan bahasa yang dipakai dalam syair lagu tersebut karena bukan berbahasa Indonesia. Ia hanya ingat sepotong iramanya. Akan tetapi yang diingatnya adalah bahwa saat mendengarnya perasaannya sangat nyaman. Berpuluh tahun kemudian secara tak disengaja pada suatu hari ia mendengar versi lama lagu Jepang berjudul Sukiyaki di sebuah radio (lagu Sukiyaki sering dinyanyikan versi berbeda seperti dalam bahasa Inggris, atau dalam irama moderen, dan sebagainya). Segera ia mengenalinya, itulah lagu yang pernah didengarnya semasa kecil dulu. Katanya, saat mendengar lagu itu kembali entah kenapa ia menjadi sangat terharu sehingga tanpa sadar menitikkan airmata. Rasa haru yang dirasakannya itu lebih mirip dengan perasaan home sick atau rindu kampung halaman. Sepertinya di dalam diri ini ada seseorang yang sangat rindu pulang ke negerinya karena sudah terlalu lama merantau di negeri orang, begitu ungkapnya. Singkat cerita, teman saya itu menjadi sangat tertarik pada budaya Jepang. Tapi yang menurutnya paling aneh adalah keterpikatannya pada pedang samurai. “Entah kenapa aku jadi ngiler setiap kali melihat pedang itu (biasanya dalam filem/tayangan televisi). Selalu saja muncul rasa ingin memegangnya, juga hasrat kuat untuk memilikinya. Kilatan pedang yang anggun sekaligus ganas itu seolah terus memanggil-manggil. Dan panggilan itu terasa tak asing bagiku. Aku selalu ingin tahu, kenapa aku begitu. Mungkinkah semua ini berarti aku punya kehidupan silam yang ada hubungannya dengan negeri itu?” tanyanya pada suatu ketika. Hal-hal tersebut membuat kawan saya yakin bahwa ia telah mengalami déjà vu.

***

Dalam bukunya yang berjudul Uncover Your Past Lives (1992) Ted Andrews, seorang guru di bidang spiritual dan metafisika, mengemukakan bahwa fenomena déjà vu adalah salah satu penanda eksistensi kehidupan silam. Seseorang yang mengalami déjà vu kemungkinan tengah bersentuhan dengan kilasan kehidupan silamnya. Artinya, sesuatu yang dilihat atau didengar atau dirasakan orang itu memiliki kaitan dengan kehidupannya di masa silam. Itulah sebabnya ia merasa tak asing dengan hal yang dillihatnya itu meski baru kali itu ia melihatnya.

Selain déjà vu, masih ada sejumlah penanda eksistensi kehidupan silam, antara lain seperti adanya mimpi berulang mengenai suatu tempat atau masa tertentu, adanya perasaan menjadi bagian dalam periode sejarah tertentu yang senantiasa membangkitkan rasa senang saat mempelajarinya lebih jauh, adanya tempat tertentu yang sangat ingin dikunjungi atau sebaliknya yang tak pernah ingin dikunjungi, adanya keterpikatan atau ketertarikan terhadap orang(-orang) tertentu baik secara sosial, ras, religius atau lainnya, dan lain sebagainya.

Suatu kali dalam suatu tayangan di televisi, seorang ahli hipnosis asal Inggris yang pernah melakukan hipnosis regresi (hipnosis merupakan cara yang lazim dipakai untuk menjelajahi kehidupan masa silam seseorang) pada penyanyi terkenal Elton John menyatakan bahwa penyanyi tersebut pernah hidup di masa silam sebagai seorang bangsawan Perancis jaman Renesans (abad 16-17). Maka tak heran apabila Elton John dalam konser-konser musiknya senang mengenakan kostum-kostum mewah yang extravagant, seperti memakai rambut palsu ala bangsawan tempo dulu, hiasan dari bulu, dan sebagainya. Menurut sang ahli hipnosis tersebut, itu kesukaan Elton John itu merupakan bawaan dari kehidupan silamnya sebagai bangsawan yang tentu saja selalu bergaya flamboyan dalam balutan pakaian yang mewah. Jadi, benarkah kehidupan masa silam itu sungguh-sungguh ada? Dan apakah kehidupan silam itu sebenarnya?

Menurut Andrews, kehidupan silam adalah kehidupan seseorang sebelum ia dilahirkan sebagainya dirinya yang sekarang. Dalam kematian, jiwa akan keluar dari raga seseorang dan mulai menyiapkan diri untuk kembali memasuki kehidupan dalam jasmani yang berbeda. Setiap pribadi yang ada dalam kehidupan sekarang ini adalah hasil sintesis dari hal-hal yang telah mereka lalui dalam kehidupan sebelumnya. Semakin baik seseorang menjalani hidup, maka semakin bermanfaat pulalah keadaan yang melingkupi kelahiran kembali diri orang tersebut. Dengan kata lain, sebelum kehidupan sekarang yang tengah kita jalani, seseungguhnya di masa silam kita pernah lahir, hidup dan mati. Begitu seterusnya sampai akhirnya kita terlahir kembali dalam ujud diri kita yang sekarang. Diri kita yang sedang bernafas dan hidup saat ini. Dengan kata lain, manusia mengalami apa yang disebut sebagai reinkarnasi.

Sebagian orang menolak kepercayaan tentang reinkarnasi. Ada yang berpendapat, jika reinkarnasi benar terjadi maka jumlah orang yang mati dan yang lahir itu tetap. Kenyataannya, jumlah penduduk dunia terus bertambah. Maka berarti ada sekian banyak manusia yang tak diketahui asal-usulnya karena tidak berasal dari proses reinkarnasi. Yang lain tidak mempercayai reinkarnasi karena hal itu tidak diakui dalam ajaran kepercayaan atau agama yang mereka yakini. Namun di lain pihak, tak sedikit orang yang mempercayai reinkarnasi itu ada, dan bahwa manusia memiliki kehidupan silam.

Terlepas dari adanya pandangan yang pro dan kontra, kehidupan silam memang menarik untuk dipelajari meskipun banyak di antara kita yang menganut keyakinan yang tidak mengakui reinkarnasi. Pertanyaan tentang siapakah diri kita dahulunya -jika kehidupan silam itu benar-benar ada – adalah pertanyaan yang menerbitkan rasa penasaran. Yang jelas, dalam alam semesta raya ini segalanya adalah mungkin terjadi. Dulu, siapa yang percaya bahwa manusia bisa berjalan di luar angkasa? Kenyataannya kini hal itu sudah terjadi. Barangkali kehidupan silam itu memang sesungguhnya ada. Namun bagaimana pastinya hal itu bisa terjadi, mungkin Tuhan masih menyimpan jawabannya sampai tiba saat yang tepat untuk menyingkapnya. Atau, barangkali kehidupan silam itu memang tak pernah ada. Dan mereka yang mengaku telah mengalaminya barangkali hanyalah mengalami ilusi belaka.

Apapun pendapat kita masing-masing, ada satu hal yang perlu diingat yakni bahwa di dunia ini semuanya serba mungkin. Sebab, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah Sang Maha Pemungkin bagi segala hal yang kita anggap tidak mungkin. (OD, Jakarta, 2009)

Octaviana Dina

Jakarta, 2 Juni 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun