Mohon tunggu...
octavian
octavian Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

belajar menuangkan isi pikiran ke dalam tulisan, walau tidak sempurna paling tidak apa yang ada di kepala bisa tertuang dan tidak hilang ditelan waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terperangkap Cinta Uang, Apa Karena Lemahnya Peranan Pemuka Agama?

7 Oktober 2016   02:53 Diperbarui: 9 Oktober 2016   14:06 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari HALALTREN.COM

Ada sebuah ungkapan yang mengatakan ‘uang bukan segala-gala’nya, tapi segalanya perlu uang’, jika didalami lebih lanjut sepertinya kita seumur hidup suka tidak suka tidak akan terlepas berhubungan dengan benda yang satu ini sejak kita dilahirkan sampai nanti masuk ke liang lahat. Sepertinya sangat sulit melepaskan diri dari keterikatan dengan benda ini, sekeras apapun usaha yang dilakukan seringkali berakhir kepada kekalahan manusia dan kemenangan buat uang

Kasus penipuan mengenai menggandakan uang yang terjadi baru-baru ini rasanya bukan baru terjadi pertama kali ini, sudah sering kita dengar berpuluh-puluh kali kasus serupa walaupun dengan bungkus yang berbeda, mulai dari bungkusan bisnis model sampai bungkusan agama. Hebatnya kasus ini terus berulang dari waktu ke waktu dan memakan korban yang tidak sedikit dan tanpa pandang bulu pula, mulai dari orang yang cuma punya harta pas-pas’an sampai dengan orang yang memiliki kekayaan melimpah. Tidak tanggung-tanggung bahkan ada yang tertipu sampai Rp.200 milyar.

Mungkin kalau terjadi dengan warga miskin dapat ‘dimengerti’ yang disebabkan karena rendahnya pengetahuan, tergiur janji manis bisa cepat menjadi kaya dan lain sebagainya. Justru yang miris itu adalah menimpa juga kepada orang-orang yang secara materi sangat melimpah harta kekayaannya.

Uang merupakan salah satu yang sering membuat manusia kuatir, dalam benak manusia secara tidak disadari selalu berpikir bahwa jika memiliki uang yang berlimpah maka hidup akan aman dan damai sejahtera yang pada kenyataanya seringkali tidak demikian. Malah yang memiliki harta berlimpah ruah tersebutlah yang tingkat rasa kuatir, perasaan gelisah dan rasa ketakutannya sangat tinggi. Kadang kala kekayaan yang berlimpah malah membawa pemiliknya terjerumus dalam kehidupan dan tak sedikit yang berakhir pada kematian.

Dalam masyarakat umum, keberhasilan hidup seringkali diukur seberapa banyak uang  atau harta yang dimilikinya. Bukan berarti kita tidak boleh memiliki uang atau harta yang melimpah, akan tetapi seharusnya kita yang menjadi tuan dari uang / harta tersebut bukan justru kita yang diperalat / menjadi hamba uang / harta kekayaan tersebut. Uang memang penting akan tetapi jangan sampai hidup ini diatur oleh uang. Uang adalah benda mati bukan mahluk hidup sehingga harus mampu kita kendalikan, jika tidak berhati-hati maka uang mempunyai kuasa untuk mengendalikan kehidupan kita.

Ternyata cinta akan uang memang tidak memandang status manusia, mau miskin atau kaya, bodoh atau terpelajar, semuanya suka (cinta) akan uang, gejala apakah ini ? mengapa hal ini terjadi ?

Lelah akan Kesulitan Hidup

Mungkin hal ini merupakan salah satu faktor, karena bisa jadi selama ini telah bekerja keras seumur hidup membanting tulang dan berupaya kesana kemari ternyata hasil yang didapat dianggap kurang / tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akhirnya tanpa berpikir panjang, lebih memilih jalan pintas melalui penggandaan uang untuk mendapatkan itu semua.

Serakah

Merupakan salah satu sifat manusia yang sulit diberantas. Sifat ini sudah ada sejak zaman dahulu, di era sekarang perilaku ini sudah bagaikan virus yang menjangkiti manusia dari hampir semua lapisan sosial tanpa terkecuali. Tidak pernah merasa cukup dan puas, ingin selalu mendapatkan lebih dari apa yang telah dimilikinya saat ini walaupun yang dimilikinya itu sudah lebih dari cukup, tak akan terpikirkan untuk mengucap syukur. Perilaku serakah ini memang tidak ada batas’nya, selama masih mampu meraup lebih banyak maka akan berusaha meraup sebanyak-banyaknya bahkan jika perlu merampas yang bukan menjadi hak atau miliknya.

Uang Rp.200 milyar jika didepositokan dengan bunga 6% per tahun dan dipotong pajak 20%, maka pendapatan dari bunga per bulannya adalah sebesar Rp.800 juta. Suatu jumlah yang sangat besar dan tidak terbayangkan bagaimana cara menghabiskan uang segitu banyak dalam 1 bulan walaupun mungkin sebagian telah dikucurkan juga dalam bentuk sumbangan / sedekah. Sekali lagi, jika dengan uang segitu besar masih juga tergiur menggandakan uang apa nama yang tepat disematkan kecuali SERAKAH ?

Malas tapi ingin cepat kaya

sejak manusia jatuh dalam dosa, maka manusia harus bekerja keras untuk memenuhikebutuhan hidupnya tidak dapat hanya dengan ongkang-ongkang kaki dan berpangku tangan maka rejeki akan datang dengan sendirinya. Benar bahwa seiring dengan kemajuan zaman dan budaya, banyak juga orang tua yang meninggalkan warisan yang cukup bahkan melimpah kepada keturunannya sehingga mereka ‘tidak perlu’  bekerja keras untuk mendapatkan semuanya itu karena semuanya sudah disediakan. Tidak dapat dipungkiri juga berkat kemajuan teknologi terutama melalui acara di TV yang kadang kala isi program acaranya  menampilkan tentang kemewahan hidup atau program acara dengan mendapatkan hadiah uang secara instan.

Tuhan ada enggak ya ?

Uang merupakan godaaan yang paling efektif untuk membuat orang mudah melupakan adanya Tuhan. Seringkali uang menjadi yang terutama dalam hidup, dimana akhirnya posisi Tuhan menduduki urutan kesekian bahkan bisa jadi urutan terakhir dalam hidup manusia. Makin lama bukan saja melupakan tuhan akan tetapi mulai meragukan Tuhan dan kuasanya. Alhasil yang bersifat kekal dikalahkan oleh yang tidak kekal.

Manusia modern sekarang ini lebih percaya kepada sesuatu yang lebih instan ketimbang berusaha keras dengan sabar dan berserah diri kepada Tuhan yang maha memberi. Padahal sering kita dengar bahwa rejeki itu sudah ada yang atur, tokh tetap saja dalam kenyataannya tidak semua percaya itu.

Dengan percaya kepada ilmu menggandakan uang walaupun itu kegiatan penipuan, secara tidak disadari sama saja telah menghina Tuhan, seolah-olah Tuhan itu tidak mampu menjawab jeritan umat’nya yang dalam kesulitan, tidak mampu memberi rejeki, bukan Tuhan yang maha kaya dan lain sebagainya.

Melihat kejadian yang telah terjadi, tidak jarang ejekan dan umpatan dialamatkan kepada para korban penipuan  walau tidak sedikit juga yang merasa iba terhadap para korban. Justru ada pertanyaan yang cukup menggelitik, yaitu dimana peran para pemuka agama ? mengapa perilaku seperti itu bisa tumbuh subur di masyarakat kita ? bukan’kah para pemuka agama seharusnya mengajarkan perihal spiritual sehingga masyarakat memiliki modal rohani yang cukup untuk mampu menahan godaan yang bersifat duniawi.

Saya percaya agama mengajarkan agar manusia tidak hidup dalam keserakahan, belajar mengucap syukur atas berkat yang diberikan, hidup dengan rajin, tekun dan disiplin, sabar dalam menjalani hidup, saling menolong sesama, jangan menipu, jangan mengejar kekayaan tapi kejarlah yang memberi kekayaan itu, percaya kepada Tuhan yang memberi hidup dan banyak hal lagi yang dapat diajarkan dari kitab suci oleh para pemimpin-pemimpin agama. Jika memang kita sebagai manusia benar-benar menghayati bahwa Tuhan itu ada dan berkuasa, maka sepatutnya mental buruk seperti kejadian diatas tidak terjadi.

Apakah kejadian ini disebabkan karena para pemuka agama sudah tidak terlalu peduli lagi dengan kesehatan rohani masyarakat karena mungkin sudah sibuk dengan hal-hal lain, atau mungkin khotbah yang disampaikan kepada para umat muatan spiritualnya sangat dangkal yang disebabkan rendahnya pengetahuan si pengkhotbah.

Yang paling parah adalah jika para pemuka agama justru konsentrasinya tidak lagi fokus ke urusan spiritual akan tetapi justru fokus kepada hal lain yang sifatnya duniawi bahkan tidak jarang disampaikan pula melalui mimbar atau tempat ibadah. Maka jangan heran kalau kejadian seperti kasus kanjeng dimas itu akan tetap terulang dengan tampilan wajah baru

Sudah selayaknya para pemuka agama memberikan angin segar, bimbingan dan teladan yang baik kepada umatnya agar dapat berpikir jernih dalam setiap keputusan dan tidak dikuasai oleh hawa nafsu yang dapat menjerumuskan ke jurang yang makin dalam  dan akan disesali dikemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun