Mohon tunggu...
Octavia Cahyaningyang
Octavia Cahyaningyang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Pidana Pelaku Ujaran Kebencian (Hate Speech) di Media Sosial

20 Juni 2021   09:35 Diperbarui: 20 Juni 2021   09:39 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ujaran kebencian dalam pengertian hukum adalah perkataan, tindakan, teks, atau pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu konflik sosial, kekerasan, dan perilaku yang merugikan, baik pelaku pernyataan maupun korban perilaku tersebut. Penggunaan atau Situs yang menerapkan ujaran kebencian disebut (hate sites). Situs web ini terutama menggunakan Internet dan forum berita untuk menekankan sudut pandang tertentu. Sebagian besar negara/wilayah di dunia memiliki undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang ujaran kebencian. Di Indonesia, pasal-pasal dalam pasal tersebut mengatur tentang perilaku ujaran kebencian terhadap individu, kelompok atau lembaga.

Penyebaran dan penyampaian gambar atau benda yang disebutkan dalam pasal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti melalui media elektronik (televisi/radio), media cetak (surat kabar, tabloid, majalah) atau media lain yang menyiarkan atau menampilkan gambar atau objek yang termasuk di dalamnya adalah Internet.

Dapat dilihat bahwa Pasal 310 KUHP memuat tindak pidana yang disebut smaad, kemudian Pasal 311 memuat tindak pidana yang disebut laster, tetapi tidak menggunakan kata-kata yang menghina. Kemudian ada pasal 315, yang memuat kejahatan yang disebut eenvoudige belediging, yang dinyatakan sebagai segala penghinaan yang disengaja (elke opzettelijke belediging) yang tidak menghina. Tampaknya penghujatan adalah spesialisasi dengan penghinaan. Dapat dilihat bahwa penistaan agama adalah bagian dari penghinaan.

Beberapa pasal tersebut juga berkaitan dengan kemajuan teknologi informasi.Teknologi informasi telah berkembang sedemikian pesatnya sehingga metode penyiaran atau transmisi gambar atau benda yang disebutkan dalam pasal-pasal di atas dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti menyiarkan atau menampilkan gambar atau melalui media elektronik (televisi), Radio), media cetak (koran, tabloid, majalah) atau media lainnya termasuk internet.

Ada pengaturan lain yaitu undang-undang di luar hukum pidana, misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 diubah menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi dan Ras. , terkait langsung dengan sosialisasi ketentuan Tindak Pidana Ujaran kebencian, Pasal 27 ayat 3, Pasal 28 ayat 1, ayat 2, Pasal 45, ayat 1, ayat 2, dan Pasal 52 ayat 4.

Pasal 27 (1) "Setiap orang dengan sengaja dan tidak berhak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau memberikan informasi elektronik dan/atau file elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Pasal 28 (1) "Setiap orang dengan sengaja dan tidak berhak menyebarkan informasi yang tidak benar dan menyesatkan dalam transaksi elektronik yang mengakibatkan kerugian konsumen." (2) "Setiap orang dengan maksud dan tujuan tidak berhak menyebarluaskan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian atau permusuhan antar individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, agama, ras, dan lintas golongan (SARA)."

Pasal 45(4) "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau memberikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang mengandung penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun". pidana penjara dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (Rp750 juta)".

Pasal 45A (1)" Setiap Orang yang dengan berniat dan tanpa hak menyebarkan kabar bohong dan menyesatkan yang menyebabkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana diartikan dalam Pasal 28 ayat( 1) dipidana dengan pidana penjara sangat lama 6( enam) tahun serta/ ataupun denda sangat banyak Rp1. 000. 000. 000, 00( satu miliyar rupiah)". (2)" Setiap Orang yang dengan berniat dan tanpa hak menyebarkan informasi yang diperuntukan untuk memunculkan rasa kebencian ataupun permusuhan orang serta/ ataupun kelompok warga tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar kalangan( SARA) sebagaimana diartikan dalam Pasal 28 ayat( 2) dipidana dengan pidana penjara sangat lama 6( enam) tahun serta/ ataupun denda sangat banyak Rp1. 000. 000. 000, 00; satu miliyar rupiah.

Bersumber pada unsur- unsur tindak pidana yang terdapat dalam rumusan pasal- pasal di atas, dapatlah diamati bahwa UU- ITE tersebut tidak mengatakan ataupun membedakan kualifikasi deliknya sebagai kejahatan ataupun pelanggaran, Tentu ini membawa konsekuensi yuridis sebab KUHP( WvS) masih menjajaki dan membedakan kualifikasi delik antara kejahatan dan pelanggaran, sehingga undang- undang ini senantiasa wajib mengacu pada syarat induknya.

Sebagian Undang- Undang yang mengatur penyebaran ujaran kebencian memiliki sebagian permasalahan yuridis yaitu Pasal 156 ayat( 1) KUHP Barang siapa di muka umum memberitahukan permusuhan, kebencian ataupun menyepelehkan( minacthing) terhadap sesuatu ataupun sebagian kalangan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara maksimum empat( 4) tahun ataupun pidana denda sangat banyak empat ribu lima ratus rupiah. Dalam pasal tersebut terdapatnya sesuatu keterbatasan yurisdiksi; tidak terdapat syarat tentang subjek dan pertanggungjawaban pidana( PJP) korporasi; UU No 1/ PNPS Tahun 1965 tentang Penodaan Agama Pasal 1 Setiap orang dilarang dengan berniat di muka umum mengatakan, menyarankan ataupun mengusahakan dukungan umum, untuk melaksanakan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di Indonesia ataupun melaksanakan kegiatan- kegiatan keagamaan yang menyamai kegiatan- kegiatan keagamaan dari agama itu; penafsiran serta kegiatan mana menyimpang dari pokok- pokok ajaran agama itu.( Tidak ada kualifikasi delik; Tidak memuat subjek hukum dan PJP tidak hanya perseorangan; Hanya memahami pidana tunggal).

UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers pasal Pasal 18 ayat( 1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan berniat melaksanakan aksi yang berdampak membatasi ataupun membatasi penerapan ketentuan Pasal 4 ayat( 2) dan ayat( 3) dipidana dengan pidana penjara sangat lama 2 (dua) tahun ataupun denda sangat banyak Rp. 500. 000. 000, 00( lima ratus juta rupiah). Dalam pasal tersebut Tidak disertakan penetapan kualifikasi delik Kejahatan ataupun Pelanggaran; tidak terdapat pidana tambahan untuk korporasi yang melanggar); UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi dan Ras (Tidak ada kualifikasi delik; Denda untuk korporasi yang besar tidak diimbang dengan pergantian/ ketentuan spesial ttg" pidana pengganti" denda( yang menurut Pasal. 30 KUHP, pidana. Penggantinya hanya kurungan max. 6 bln.); UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik( tidak terdapat kualifikasi delik; Pidana denda lumayan besar: max 12 M (buat KORPORASI bisa 20 M), namun tidak terdapat pergantian/ ketentuan spesial tentang" pidana pengganti" denda (yang menurut Pasal. 30 KUHP, pidana. Penggantinya hanya kurungan max. 6 bln.); Ketentuan PJP Korporasinya hanya terdapat dalam" Uraian Pasall. 52 ayat 4"; Tidak terdapat syarat spesial pidana pengganti denda buat Korporasi; Perumusan Pasal. 52 sangat sembrono& tidak jelas).

Kebijakan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari ide pembangunan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila sebagai nilai kehidupan yang dicita- citakan oleh bangsa Indonesia. Perihal ini memiliki makna bahwa sepatutnya pembaharuan KUHP seyogyanya juga dilatarbelakangi oleh sumber- sumber yang berorientasi pada ide dasar Pancasila yang didalamnya memiliki konsep nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Kebangsaan, Demokrasi dan Keadilan Sosial. 

Dalam laporan simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional yang diadakan di Semarang bahwa Pembaharuan Hukum Pidana nasional pada hakikatnya merupakan usaha yang langsung menyangkut harkat dan martabat bangsa dan negeri Indonesia dan ialah fasilitas pokok untuk terciptanya tujuan nasional. Untuk itu dalam mewujudkan sesuatu pembaharuan hukum pidana Nasional paling utama dalam Induk KUHP butuh terdapatnya sesuatu Konsep/ gagasan dalam merumuskan Rancangan KUHP baru yang dapat menjangkau kejahatan khususnya Kejahatan yang berhubungan dengan Ujaran Kebencian( Hate Speech) di Media Sosial yang akan datang paling utama yang termuat dalam Konsep KUHP Indonesia.

Tidak hanya itu, usaha dalam mewujudkan suatu Kebijakan perumusan hukum pidana, pembuat kebijakan (legislator) sebaiknya melaksanakan kajian perbandingan dengan negara- negara lain. Menurut Rene David dan Brierley dalam Barda Nawawi Arief( Arief, 2003), manfaat dari perbandingan hukum merupakan: (1) Bermanfaat dalam riset hukum yang bertabiat historis serta filosofis; (2) Berguna untuk memahami lebih baik serta untuk meningkatkan hukum nasional kita sendiri; dan (3) Menolong dalam meningkatkan pemahaman terhadap bangsa- bangsa lain dan oleh sebab itu membagikan sumbangan untuk menghasilkan ikatan ataupun atmosfer yang baik untuk pertumbuhan internasional.

Pendapat Rene David serta Brierly tersebut menunjukkan bahwa perbandingan hukum tidak hanya bermanfaat dalam riset hukum, juga bisa menjadi fasilitas untuk pengembangan hukum nasional serta mempererat kerjasama internasional. Adanya perbandingan dengan sistem hukum negeri lain, sehingga setelah itu akan dikenal persamaan serta perbedaannya, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan ataupun masukan ke dalam sistem hukum nasional.

Kesimpulan yang diperoleh bahwa Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pengaturan Dan Penanggulangan Ujaran Kebencian( Hate Speech) Di Media Sosial antara lain sudah ada dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana selaku induk ketentuan perundang- undangan pidana materiil dan sudah ada dalam undang- undang di luar KUHP. Undang- undang tersebut antara lain UU No 1 Tahun 1946; UU No 1/ PNPS Tahun 1965; UU No 40 Tahun 1999; UU No 32 Tahun 2002; UU No 40 Tahun 2008; UU No 19 Tahun 2016. Undang- undang tersebut mempunyai banyak kelemahan yuridis yang menyebabkan sistem pemidanaan tidak bisa bekerja dengan baik serta optimal. KUHP menghendaki pengaturan penyebaran ujaran kebencian dengan mengaturnya selaku pelanggaran ataupun kejahatan, tetapi undang- undang di luar KUHP tidak mencantumkan kualifikasi delik. Dari keenam undang- undang tersebut mempunyai kelemahan/ permasalahan yuridis yang sama. Kelemahan kelemahan yuridis terpaut kejahatan korporasi di bidang ujaran kebencian ini tidak ada dalam tindak pidana yang diatur oleh undang- undang yang terdapat, tetapi kelemahannya terletak pada pertanggungjawaban pidana( PJP) korporasi, dan pada pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi yang melaksanakan kejahatan korporasi di bidang ujaran kebencian. Misalnya permasalahan pertanggungjawaban pidana( PJP) korporasi di bidang ujaran kebencian, antara lain berbentuk tidak terdapat syarat kapan korporasi bisa dipertanggungjawabkan, sebaliknya dari sisi sanksi pidana, apabila denda tidak dibayarkan tidak diatur permasalahan apa pidana pengganti denda yang bisa diberikan guna menggantikannya.

Perumusan hukum pidana dalam penanggulangan ujaran kebencian di masa yang akan tiba nampak lebih bagus dan lebih lengkap dari pada perumusan hukum pidana dalam penanggulangan ujaran kebencian di masa yang akan tiba. Terlebih dalam Konsep KUHP yang mengendalikan perihal apa saja yang bisa dipidana terpaut ujaran kebencian, bentuk- bentuk ujaran kebencian di dalam dunia maya, setelah itu kapan korporasi bisa dibebankan pertanggungjawaban pidana, siapa yang bisa dipertanggungjawabkan terpaut kejahatan korporasi, terdapatnya pengaturan tentang pidana pengganti denda apabila korporasi tidak sanggup membayar denda, serta menimpa tindak pidana yang dicoba korporasi di dalam penyebaran ujaran kebencian apabila tidak diatur oleh Konsep KUHP hingga undang- undang spesial yang mengaturnya masih berlaku, perihal ini merupakan sesuatu langkah progresif yang ditunjukkan oleh sistem pemidanaan di masa yang akan tiba dalam mengatasi kejahatan penyebaran ujaran kebencian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun