Mohon tunggu...
Sinensis Jyotio
Sinensis Jyotio Mohon Tunggu... mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Your Smile Is Beautiful Pain"

5 Januari 2019   21:52 Diperbarui: 6 Januari 2019   23:38 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya aku tidak ingin menjadi seorang stalker untuk mendapatkan alamat rumahnya, tapi aku mencari informasi dari informanku. Aku membuat akun palsu dan menyamar menjadi teman SDnya. Cukup membuatku puas karena dia merespon dan kami memainkan permainan truth or dare. Yah itu sebenarnya bukan hobiku membuat orang kesal, namun saat aku memancingnya dia curang, tidak menjelaskan apa pun, tapi aku mendapatkan kalimat yang menyakitkan.

"Don't approach me again" di inbox instagramku. Hal itu membuatku menjauh dan aku mengirimkan hadiahnya. Aku ke desa Bintang lagi, tapi bukan untuk bertemu dengannya. Yah saat itu kami bertemu, aku melihat matanya penuh dengan kebencian, seharusnya bukan seperti ini. Aku hanya butuh jawabannya. Tiga bulan kemudian aku mulai menyusun skripsi dan magang di sebuah televisi swasta, aku benar-benar melupakannya. Diakhir magangku, aku teringat dia lagi, karena penasaran dan terjadi insiden memencet tombol follow. Aku tidak tahu apa alasannya, tapi aku melihat ada dua akun Instagram miliknya, tanpa foto.

Yah hal yang tidak aku harapkan terjadi, dimana tiba-tiba ada inbox darinya di Instagramku. Bertanya "Ini siapa ya?" itu membuatku kesal, tentu saja aku memberinya teka-teki. Tiba-tiba rasa bersalahku muncul, aku tahu dia menghapus akun media sosialnya gara-gara aku dan aku minta maaf dengannya. Aku rasa harusnya itu cukup untuk membuat seorang cewek menjadi acuh, namun dia membuatku jengkel, karena dia masih baik padaku, rasa ingin tahuku muncul lagi. Kami kembali bertengkar, dia bilang aku terlalu bernafsu dan terobsesi.

"Hey aku cuma butuh jawabanmu agar aku punya alasan kuat lupain kamu" dalam batinku, aku tidak mau menyakitinya lebih lanjut. Meskipun aku tahu dimana rumahnya, itu tidak jadi kulakukan, karena bisa saja aku menyakitinya secara psikis, yah mungkin namanya yang terukir suatu saat nanti, tidak akan ku ingat lagi. Namun, aku merindukan senyum tulusnya yang dulu, apakah karena hadiah dia menjadi membenciku? Apakah dia punya trauma? Apakah harga dirinya tinggi, sehingga tidak bisa melihat maknanya? Aku tak tahu pikiran bunga desa itu, sekarang biarlah itu menjadi rahasianya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun