Mohon tunggu...
Ocit Abdurrosyid Siddiq
Ocit Abdurrosyid Siddiq Mohon Tunggu... Guru - Warga Biasa

Penikmat kopi, penyuka film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tuhan dalam Perang Gaza

23 Desember 2023   18:16 Diperbarui: 23 Desember 2023   18:16 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tangisan bayi yang terhimpit reruntuhan bangunan, wajah memelas anak-anak yang terluka, ekspresi korban yang menahan rasa sakit karena terkena fosfor, kita "laporkan" pada Tuhan dalam doa.

Aksi Bela Palestina bukan hanya wujud kami membela mereka, bukan hanya untuk mengutuk Israel. Aksi itu sejatinya juga untuk memuja Tuhan yang disertai harapan.

Tujuh puluh lima tahun hal itu sudah dilakukan. Rentang waktu yang tidak sebentar. Namun belum cukup "mengetuk hati Tuhan" untuk menurunkan pertolongan.

Ya Tuhan, kami tidak cukup dengan janji pelipur-lara para penceramah agama yang bersuara lantang diatas mimbar yang tidak bisa kami interupsi, bahwa  di kemudian hari ada Imam Mahdi.

Sosok yang digambarkan sebagai ratu adil yang akan menciptakan kemenangan dan perdamaian. Sosok absurd untuk saat ini.

Sudah lebih dari satu bulan Israel menggempur Gaza. Ribuan orang meninggal dan terluka. Termasuk anak-anak dan wanita. Video dan foto para korban begitu mengiris rasa. Baik yang sedang dirawat maupun yang meninggal dunia.

Kita yang disini turut terbawa emosi. Larut dalam murka atas perilaku biadab Israel yang begitu keji. Tangisan bayi yang organ tubuhnya tak utuh lagi begitu menyayat hati. Ini bukan lagi perang tapi genosida yang ingin melenyapkan warga Gaza dari muka bumi.

Perang kali ini sudah tak lagi bertempur. Sekolah, pengungsian, rumah ibadah, bahkan rumah sakit habis digempur. Mesiu, roket, dan rudal, secara sporadis menyasar objek yang tidak lagi terukur. Semua hancur. Bahkan lebur.

Banyak negara bereaksi dengan mengeluarkan himbauan dan tuntutan. Agar perang tak seimbang ini dihentikan. Dana digalang untuk bantuan. Sebagian lainnya hanya bisa mendoakan. Walau itu merupakan cara selemah-lemah iman.

Kiriman video dan foto korban yang disebar untuk menggalang solidaritas sudah lebih dari cukup. Pemandangan yang menggambarkan kengerian itu sudah tak lagi membuat kita terkejut. Praktek banalitas ini sungguh biadab dan terkutuk.

Diplomasi negara, sudah. Aksi bela, sudah. Galang dana, sudah. Gerakan boikot, sudah. Bantu doa, sudah. Mengutuk juga, sudah. Harus dengan cara apalagi untuk menghentikan aksi laknatullah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun