Oleh : Rasyid L Yamani
Jilbab atau kerudung lebar yang dipakai untuk perempuan muslim sebagai penutup kepala hingga ke sebagian besar anggota tubuh. Kecuali,  jemari tangan dan kaki, ada jilbab berukuran pendek hanya bergelantungan diantara pinggul dan bahu. Memakai jilbab sudah  menjadi kewajiban bagi perempuan muslim pada umumny. Agar bisa terjaga dari pandangan lelaki ke tubuh mereka dengan lilitan jilbab. Namun belum semua perempuan muslim menunaikan kewajiban mereka sebagai muslimah, sebagai mana diterapkan dalam syariat Islam.
Secara mutakhir, jilbab dalam perkembangan jaman mengalami sebuah transformasi sejak tahun pertama 1998. Akhir tahun tersebut, jilbab mulai menguasai ruang publik. Bahkan jilbab juga mengambil bagian di acara ronggeng malam oleh penggunanya. Mungkin, Karena jilbab hanya sebatas sutra yang disulam menggunakan bahan halus, sehingga multifungsi.
Konflik horisontal 1998, lembaga pemerintah juga menegaskan perempuan untuk mengenakan jilbab. Disekolah, perkantoran, dan dimana saja (Ruang Publik). Dengan begitu pemerintah mencoba untuk ,mengatur cara orang untuk berpakain lewat jilbab sebagai identitas ke agamaan. Pada sisi lain, jilbab merupakan pembeda antara perempuan muslim dan nonmuslim. Namun pada perempuan muslim sebagiannya tak mengenakan jilbab. Lantas bagaimana membedakannya?
Dalam tulisan ini saya tidak memfokuskan pada pertanyaan tersebut, bukan berati untuk menghindari. Tapi, saya tidak mau terjebak pada defenisi pembedaan yang cenderung tidak toleransi antara umat, Â agar tidak membangun cemooh pembaca.
Jilbab Dan tranformasi Fungsi
Jilbab dewasa ini mengalami sebuah transformasi sosial, para perempuan muslim menggunakan jilbab mengikuti perkembangan jaman. Dimana produk-produk mulai membludak  di Etalase, barang yang menjadi kebutuhan perempuan, salah satunya jilbab. Dari yang panjang sampai pendek, dengan bahan dan kualitas yang elegan.  Belum lagi perempuan dijadikan sebagai objek perdagangan jilbab.  Perempuan ditampilkan dilayar kaca  menggunkan jilbab panjang, bulu mata, dan dikasi pewarna pada bibir.
Belum lagi perempuan A, di tangannya menggenggam smartfone, dengan gaya selfi yang menghasilkan kualitas gambar yang bermutu.  Setelah itu toko-toko mulai ramai dengan perempuan, ternyata hanya ingin mencari  produk yang digunakan perempuan A pada layar kaca tersebut. Kalau mau dibilang peremupaun milenial terjebak pada narasi tentang jilbab saat ini. Sebab perempuan memakai jilbab dengan mengikuti perkembangan jaman merupakan sebuah narasi kapitalisme yang menyusup lewat agama.
Olehnya itu narasi besar yang dibangun kapitalisme, merupakan sebuah hasrat yang bermain pada pikiran. Kalau kita menggunakan jilbab berwarna [...] dipadukan  dengan bulu mata dan bibir dikasi pewarna akan menamba sesuatu yang berlebihan. Tentunya cantik , tapi cantik merupakan sebuah metafora  yang melampaui batas cantik secara subyektif manusia. Artinya konsep cantik yang dipahami perempuan sebagai realitas yang dibentuk secara individu.  Hal demikian disebeut Michel Foucaul adalah Fetisisme tubuh. Fetisisme tubuh terus berkembang tak terkendali, didorong oleh indsutri kecantikan, industri mode pakaian, industri remaja, indsutri diet, dan industri kebugaran tubuh, (Pip Jones, 2009: 183).
Jilbab Dan keimanan
Apakah keimana perempuan diukur dengan atribut agama? Pertanyaan ini ingin membuktikan pandangan masyarakat terhadap perempuan yang menggunakan jilbab dan tak berjilbab dari isi keimanan atau kesalehan seorang perempuan. Seperti pada pertanyaa pertama, namun pada pertanya kedua ini saya coba menggunakan pandangan Ignas Kleden. Ciri utama orang kurang terdidik adalah sikap tergesa-gesa dalam membentuk pendapatnya, yang kemudian dipertahankan secara mutlak. Sebaliknya, seorang terpelajar akan sangat berhati-hati dalam berpendapat dan selalu berbicara dengan memodifiksai, (Kompas,25/06/2015).