Mohon tunggu...
(Rosita Mulya Ningsi) Ocha
(Rosita Mulya Ningsi) Ocha Mohon Tunggu... profesional -

ada banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban... akan tetapi ada lebih banyak hal yang justru hanya butuh kita pertanyakan... sedangkan jawaban.. hanyalah tingkatan menuju pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kita Masih Saja Bangsa Pelupa

27 Desember 2011   10:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:41 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ketika cinta dan penghargaan sudah menjadi barang haram....
ketika kasih sayang dan sapa sesama juga telah tak dibenarkan..
maka kebanggaan apakah yang pantas dimiliki oleh Nusantara?
maka... semangat apakah yang masih di genggam dan dijaga oleh BHINNEKA..
dan roh apakah yang membuat GAruda tetap hidup dan terbang.....
dan bagaimanakah pula PANCASILA akan mengajari kita untuk hidup dan memberi kehidupan.....

telah terlalu banyak warna yang memudar...

telah terlalu banyak rasa yang menghambar....

meski waktunya terlalu singkat...

hanya saja.. kita benar-benar tak pandai berdandan dan mengingat...

sehingga kita merasa terlalu kuat dan tangguh....

lalu lihatlah... kuku-kuku garuda telah mulai tumpul...

mata sang garudapun tak lagi setajam dulu....

lalu lihatlah pula, jiwa-jiwa pancasila yang mati dan membusuk di tanah...

saksikan pula.. belatung yang semakin meraja di tubuh nusantara...

kita masih saja terlalu agkuh...

bahkan ketika malaysia melempari kotoran ke wajah dan rambut kita...

kita masih saja terlalu pongah,

ketika jepang, cina, dan thailand sekalipun mencekoki kita dengan sampah...

dan kita, bahkan tak sudi meninggalkan setitik kesombongan kita...

ketika amerika menjengkali wajah kita...

dan bahkan ketika saudi mengangkangi kita...

kita terlalu pongah, sombong...

sombong pada titik kebenaran kita sendiri...

hingga abad-abad dimana darah dan tulang mencair menjadi satu..

menghilang lenyap dan tertutupi oleh ruang-ruang kebenaran..

kebenaran yang mengatasnamakan kesucian dan menuntut penyucian...

kita terlalu angkuh...

dan yang lebih menyakitkan, kita adalah orang yang sangat lupa...

kita lupa pada siapa diri kita...

hingga kita pun lupa dan lalai untuk sekedar mengenal seberapa hebatnya kita.

Dan akhirnya... kita benar-benar terjebak.. dan membiarkan diri kita terjebak.. dalam lingkaran kuasa paratirani-tirani adidaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun