Ada lagi yang menyalahi pihak penanggulangan bencana yang tak informatif perihal keadaan, tempat, dan cuaca pada waktu itu. Semua saling menyalahi hingga membuat lantai paling bawah bising suara, yang membuat penghuni seluruh kulkas keluar kamar, mereka menonton dan ikut menggurutu kerena bising suara yang diciptakan mereka.
Mendengar ramai suara, si kecil pun membuka kulkas mengecek ada apa gerangan disana. Tapi ia ragu untuk membuka kulkas, mungkin ia juga takut untuk membukanya, dan pada akhirnya ia pun tak jadi membukanya. Lebih baik mencari mainanku pikirnya dan ia pun lanjut mencari mainannya yang tak kunjung ketemu.Â
Hampir separuh jam ia membunuh waktu, namun si kecil tak dapat-dapat. Sudah ia razia ke segala tempat, ruangan, lemari, bahkan rak, tapi tak dapat-dapat. Akhirnya ia menyerah entah karena putus asa atau lelah.
Dengan keadaan lelah atau putus asa, ia raih kuas beserta teman akrabnya. Si kecil mulai menari memainkan warna, ia lukis dengan gerakan sebal. Hingga lukisan yang tak bertema hampir terlihat, si kecil fokus untuk menyelesaikan lukisannya.Â
Ia terus menari menggerakan jarinya yang lentur di kanvas yang sudah penuh dengan campuran warna. Kadang ia berhenti sejenak untuk mengusir penat yang menghinggap.Â
Kadang juga ia pergi ke meja makan, untuk mengambil air sisa makannya tadi agar haus tak menyerang lagi. Lalu ia lanjut dan pada akhirnya ia pun berhasil menyelesaikan lukisan abstraknya. Lukisan abstrak si kecil terinspirasi dari pikiran yang putus asa karena tak kunjung dapat mainannya yang hilang.Â
Si kecil pun memajang lukisannya di dinding kosong tak berpenghuni, ia terlihat bangga dengan lukisan yang ia buat, disamping keputus asaannya yang tak kunjung menemukan mainannya yang hilang. Tapi, bagaimanapun si kecil tetap merasa senang bahkan gembira.
25 Juli 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H