Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kesetaraan dalam Pelayanan: Senior dan Junior Sebagai Mitra Pelayanan di Gereja

19 Januari 2025   19:05 Diperbarui: 19 Januari 2025   19:14 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pastor dalam pelayanan (PIXABAY.COM/Sspotsoflight)

Dalam pelayanan di gereja, hubungan antara senior dan yunior sering kali menjadi perdebatan yang kompleks. Senioritas, di satu sisi, membawa pengalaman, kebijaksanaan, dan pandangan yang matang. 

Di sisi lain, jika tidak diimbangi dengan kerendahan hati, dapat memunculkan dominasi yang menekan perkembangan yunior. Ketidakseimbangan ini sering menciptakan konflik, yang bukan hanya menghambat pelayanan tetapi juga merusak keharmonisan dalam tubuh Kristus.

Salah satu dilema utama adalah ketika para senior merasa memiliki otoritas absolut atas setiap keputusan. Pandangan bahwa pengalaman otomatis memberikan kebenaran mutlak menjadi penghalang bagi dialog dan kolaborasi. 

Sikap ini dapat mengakibatkan para yunior merasa diabaikan, tidak dihargai, atau bahkan kehilangan motivasi untuk melayani. Padahal, setiap anggota tubuh Kristus memiliki peran unik yang diberikan oleh Roh Kudus (1 Korintus 12:4-7).

Di sisi lain, yunior sering kali merasa kesulitan untuk mengekspresikan ide-ide baru atau inovatif dalam pelayanan. Ketiadaan ruang untuk berkembang membuat potensi mereka terpendam. 

Situasi ini menjadi tantangan besar, terutama di gereja yang seharusnya menjadi tempat pertumbuhan rohani dan pelayanan bersama. Dalam banyak kasus, yunior merasa bahwa kontribusi mereka tidak dihargai, sehingga potensi regenerasi dalam pelayanan menjadi terhambat.

Sikap memerintah yang muncul dari para senior juga sering kali bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan. Dalam Alkitab, Yesus sendiri memberikan teladan sebagai pemimpin yang melayani, bukan yang mendominasi (Matius 20:28). 

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pola otoriter masih sering terjadi, di mana keputusan pelayanan didasarkan pada keinginan pribadi atau preferensi kelompok tertentu, bukan melalui musyawarah atau bimbingan Roh Kudus.

Persoalan lain yang sering muncul adalah kurangnya penghormatan antar pelayan Tuhan. Yunior mungkin merasa kurang dihargai oleh senior, sedangkan senior merasa kurang dihormati oleh yunior. 

Relasi yang seharusnya didasari oleh kasih dan saling mendukung sering kali bergeser menjadi relasi yang penuh tensi dan ketidakpercayaan. Hal ini berpotensi merusak kesaksian gereja sebagai komunitas tubuh Kristus yang bersatu.

Selain itu, budaya "like and dislike" atau kedekatan pribadi juga menjadi salah satu masalah krusial dalam pelayanan. Keputusan untuk menempatkan seseorang dalam pelayanan sering kali didasarkan pada hubungan personal, bukan pada kompetensi atau panggilan Tuhan. 

Hal ini menciptakan ketidakadilan dan rasa ketidakpuasan di kalangan pelayan lainnya, yang akhirnya dapat merusak semangat pelayanan bersama.

Prinsip regenerasi dalam pelayanan seharusnya menjadi perhatian utama gereja. Yunior memerlukan pembinaan, pendampingan, dan ruang untuk mengembangkan kemampuan mereka. 

Senior yang bijaksana harus menjadi mentor, bukan penguasa, yang mendukung pertumbuhan generasi penerus. Dengan begitu, pelayanan gereja tidak hanya berpusat pada individu tertentu tetapi berakar pada nilai-nilai kolektif yang kuat.

Untuk mengatasi dilema ini, gereja perlu menerapkan prinsip keterbukaan dan dialog. Komunikasi yang baik antara senior dan yunior dapat menciptakan pemahaman yang lebih dalam tentang visi dan misi pelayanan. 

Senior dapat membagikan pengalaman mereka dengan rendah hati, sementara yunior menyampaikan ide-ide baru dengan rasa hormat. Dialog ini harus didasarkan pada kasih dan saling mendukung, bukan pada dominasi atau pertentangan.

Selain itu, pelatihan dan pembinaan bersama juga dapat menjadi solusi yang efektif. Melibatkan senior dan yunior dalam program pelatihan bersama akan membantu mereka memahami peran masing-masing dan bekerja sama dalam pelayanan. 

Kegiatan seperti retret, seminar, atau lokakarya dapat mempererat hubungan dan membangun semangat kerja sama.

Gereja juga perlu menanamkan nilai-nilai Alkitabiah tentang kepemimpinan. Yesus mengajarkan bahwa yang terbesar di antara kita adalah yang melayani, bukan yang dilayani (Matius 23:11). 

Jika prinsip ini dihayati oleh semua pelayan Tuhan, maka sikap memerintah dan dominasi dapat diminimalisasi. Yunior juga harus diajarkan untuk menghormati senior sebagai wujud kasih dan pengakuan terhadap pengalaman mereka.

Pada akhirnya, pelayanan di gereja bukanlah soal siapa yang lebih berkuasa atau lebih berpengalaman, melainkan soal bagaimana setiap anggota tubuh Kristus bekerja sama untuk memuliakan Tuhan. 

Senior dan yunior memiliki peran yang sama pentingnya dalam pelayanan, dan keduanya harus saling melengkapi. Dengan demikian, gereja dapat menjadi tempat di mana kasih, keadilan, dan kesetaraan nyata terlihat dalam pelayanan sehari-hari.

Jika gereja berhasil menciptakan harmoni antara senior dan yunior, maka pelayanan tidak hanya akan menjadi efektif tetapi juga menjadi kesaksian yang kuat bagi dunia. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun