Pergub ini seolah-olah berusaha memberikan kerangka hukum untuk praktik poligami, tetapi mengabaikan realitas bahwa banyak perempuan, termasuk istri pertama dan istri kedua, sering kali menjadi korban dalam situasi semacam ini.Â
Ketidakseimbangan relasi kuasa antara suami dan istri dapat memicu ketidakadilan yang lebih besar.
Pentingnya Kesejahteraan dan Keadilan
Tujuan melindungi keluarga ASN melalui regulasi semacam ini seharusnya dilakukan dengan cara yang lebih berfokus pada kesejahteraan dan keadilan bagi semua pihak.Â
Alih-alih memperketat aturan poligami, Pemprov DKI Jakarta bisa lebih baik memperkuat pendidikan keluarga, konseling pernikahan, dan mekanisme perlindungan perempuan.
Kritik terhadap kebijakan ini mencerminkan keprihatinan masyarakat terhadap posisi perempuan yang sering kali rentan dalam hubungan poligami.
Kebijakan semacam ini tidak hanya memperparah ketidakadilan gender, tetapi juga mengirimkan pesan yang bertolak belakang dengan cita-cita kesetaraan di Indonesia.
Kesetaaraan Hak Perempuan
Penting untuk diingat bahwa kebijakan publik harus sejalan dengan semangat konstitusi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk hak perempuan untuk diperlakukan secara setara.Â
Poligami, dalam berbagai studi, sering kali menunjukkan lebih banyak sisi buruknya dibanding manfaatnya, khususnya bagi perempuan.
Alih-alih memberikan solusi, Pergub ini justru membuka ruang bagi persoalan baru yang dapat memperburuk citra pemerintah daerah sebagai pelindung keadilan dan kesejahteraan masyarakat.Â