presiden atau presidential threshold dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.Â
Pada awal Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat keputusan mengejutkan dengan menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonanKeputusan ini membuka peluang bagi setiap partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, tanpa terikat pada ambang batas perolehan kursi di DPR atau suara sah secara nasional.Â
Keputusan ini menandai perubahan besar dalam sistem pencalonan presiden yang selama ini dibatasi oleh ketentuan 20% dari jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah pada pemilu sebelumnya.
Putusan MK ini merupakan hasil dari serangkaian gugatan yang diajukan oleh berbagai pihak sejak 2017. Selama bertahun-tahun, upaya untuk menghapuskan presidential threshold ini selalu gagal di tangan para hakim konstitusi.Â
Banyak pihak yang merasa bahwa ketentuan tersebut tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang lebih inklusif, di mana setiap partai politik seharusnya memiliki hak yang sama untuk mengusung calon presiden.Â
Meskipun ada berbagai gugatan, MK sebelumnya selalu memutuskan bahwa ambang batas tersebut sah dan merupakan kebijakan yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Pada awal 2025, MK merubah pandangannya. Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa pengusungan pasangan calon presiden berdasarkan ambang batas tidak terbukti efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu.Â
Ambang batas ini cenderung menguntungkan partai-partai yang memiliki kursi di DPR, sementara partai politik yang lebih kecil atau baru kesulitan untuk mengajukan pasangan calon presiden.Â
MK juga menyebut bahwa ambang batas ini dapat memicu polarisasi yang semakin tajam dalam masyarakat, seperti yang terlihat pada pemilihan presiden sebelumnya yang hanya menghasilkan dua pasangan calon.
Keputusan ini juga menyoroti potensi munculnya calon tunggal dalam pemilihan presiden jika ambang batas terus dipertahankan.Â
Fenomena calon tunggal sudah mulai terjadi dalam pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah, dan MK khawatir jika kondisi ini dibiarkan, pemilihan presiden berikutnya juga bisa berakhir dengan hanya ada satu pasangan calon.Â