Orang yang terluka itu bukanlah siapa-siapa dalam pandangan masyarakat pada waktu itu. Dia bukan seorang imam atau Lewi, yang seharusnya menjadi contoh kebaikan dan kepedulian.Â
Namun, kedua tokoh ini, yang seharusnya memahami arti kasih, malah memilih untuk mengabaikan orang yang membutuhkan.Â
Imam dan Lewi itu lebih memilih untuk menghindari orang yang terluka dan melanjutkan perjalanan mereka, mungkin karena ketakutan, kekhawatiran terhadap kebersihan ritual, atau bahkan ketidakpedulian terhadap penderitaan orang lain.
Kasih Tanpa Batasan
Namun, berbeda dengan keduanya, seorang Samaria, yang sering dipandang sebagai musuh oleh orang Yahudi, justru menunjukkan kasih yang sejati.Â
Meskipun dia mungkin tidak memiliki alasan pribadi untuk membantu, dia merasa tergerak oleh belas kasihan. Dia tidak hanya memberi perhatian, tetapi juga mengambil tindakan.Â
Ia merawat orang yang terluka dengan minyak dan anggur, membalut luka-lukanya, dan membawanya ke penginapan untuk dirawat lebih lanjut.Â
Samaria ini bahkan rela mengeluarkan uang untuk biaya perawatan, serta menjanjikan penggantian jika biaya tersebut lebih besar dari yang dia bayar.Â
Menjadi Teladan Kasih dalam Kehidupan Sehari-hari
Apa yang Yesus ajarkan melalui perumpamaan ini adalah bahwa kasih kepada sesama manusia bukanlah sesuatu yang terbatas pada mereka yang dekat dengan kita atau yang memiliki kesamaan dengan kita.Â
Kasih yang sejati tidak melihat perbedaan, tetapi merespons kebutuhan dengan belas kasihan dan tindakan nyata.Â