Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Berkat Melalui Pengelolaan Talenta secara Bertanggung Jawab

17 November 2024   08:55 Diperbarui: 17 November 2024   09:22 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pdt. Yulia Santosa menyampaikan Khotbah di GPIAI Efata Salatiga/dok. Multimedia Efata

Pada hari Minggu, 17 November 2024, jemaat GPIAI Efata Salatiga berkumpul dalam ibadah yang dipimpin oleh Pdt. Yulia Santosa. Dalam kesempatan tersebut, beliau membawakan firman Tuhan yang menginspirasi, dengan mengutip perkataan terkenal dari Abraham Lincoln bahwa tulisan yang bermutu tidak diukur dari panjangnya, melainkan dari kualitasnya. 

Hal ini menjadi refleksi penting bagi setiap jemaat untuk memaknai bahwa dalam hidup, kita tidak hanya perlu melakukan banyak hal, tetapi harus memastikan bahwa apa yang kita lakukan berkualitas dan bermakna.

Firman Tuhan yang disampaikan berfokus pada perumpamaan tentang talenta yang tertulis dalam Injil Matius 25:14-30. Dalam bahasa Latin, kata "talenta" berasal dari "talentum," yang merujuk pada sebuah satuan ukuran berat atau nilai mata uang pada masa itu. 

Kesiapan Menyambut Kedatangan Tuhan

Di dalam perumpamaan ini, Yesus menggunakan konsep talenta untuk menggambarkan tanggung jawab dan kepercayaan yang diberikan Tuhan kepada setiap orang berdasarkan kapasitas mereka. Talentum dalam konteks modern meluas menjadi simbol untuk setiap anugerah, kemampuan, atau sumber daya yang kita miliki.

Pdt. Yulia membuka kotbah dengan mengingatkan jemaat tentang kesiapan menyambut kedatangan Kristus yang kedua kali. Perumpamaan ini mengajarkan bahwa setiap orang harus siap sedia dan waspada dalam hidup mereka. 

Seperti lima gadis bijaksana dalam perumpamaan sebelumnya (Matius 25:1-13), kita diingatkan untuk selalu mempersiapkan diri, karena kita tidak tahu kapan saatnya Tuhan datang.

Setiap talentum yang diberikan kepada para hamba dalam perumpamaan itu adalah simbol kepercayaan yang Tuhan berikan kepada kita. Ini bukan hanya soal uang, tetapi mencakup waktu, kekuatan, dan keterampilan. 

Dalam bahasa Latin, talentum mengandung makna luas sebagai sesuatu yang berharga yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Tanggung Jawab Mengembangkan Talenta

Ketika sang tuan mempercayakan hartanya kepada para hamba, dia memberikan jumlah talenta yang berbeda: satu, dua, dan lima talenta, masing-masing sesuai dengan kemampuan mereka. 

Ini menunjukkan bahwa Tuhan mengetahui kapasitas kita dan memberikan anugerah yang sesuai agar kita dapat mengelolanya dengan baik. Setiap orang dipanggil untuk mengembangkan apa yang telah dipercayakan kepada mereka.

Dua hamba pertama yang menerima dua dan lima talenta memilih untuk bekerja keras dan melipatgandakannya. Mereka memahami bahwa talenta yang diberikan bukan untuk disimpan, tetapi untuk dikembangkan. 

Sikap ini mencerminkan rasa tanggung jawab yang tinggi serta keyakinan bahwa apa yang Tuhan berikan harus dimanfaatkan untuk kebaikan yang lebih besar.

Berbeda dengan hamba yang malas, yang hanya menerima satu talentum. Dia merasa takut dan menyimpan talentum-nya di dalam tanah. Ketakutan ini mencerminkan sikap tidak percaya diri dan kurangnya inisiatif untuk mengembangkan potensi yang ada. 

Hamba ini akhirnya menyalahkan tuannya sebagai orang yang keras, tanpa menyadari bahwa dia sendiri yang gagal memenuhi kepercayaan yang diberikan.

Pdt. Yulia menegaskanbahwa kemalasan adalah dosa. Dalam konteks perumpamaan ini, sikap malas dan tidak mau berusaha untuk mengembangkan talenta dianggap sebagai kelalaian dalam memenuhi tanggung jawab. 

Kita sering kali lebih fokus pada kelemahan daripada potensi yang telah Tuhan berikan, dan ini menjadi penghambat utama dalam mewujudkan rencana Tuhan dalam hidup kita.

Mengapa Tuhan meminta kita untuk mengembangkan talenta kita? Jawabannya adalah agar kita tidak bermalas-malasan dan bisa menjadi berkat bagi orang lain. 

Pdt. Yulia menekankan pentingnya mengelola waktu, kecakapan, dan keterampilan yang kita miliki untuk tujuan yang baik. Setiap talentum yang tidak dikembangkan adalah kesempatan yang hilang untuk memuliakan Tuhan.

Pertanggungjawaban atas Talenta

Ketika tuan dari perumpamaan tersebut kembali, saatnya tiba bagi para hamba untuk memberikan pertanggungjawaban atas apa yang telah mereka lakukan. 

Hamba yang setia datang dengan penuh sukacita, mempersembahkan hasil kerja kerasnya, sedangkan hamba yang malas hanya datang dengan alasan dan pembenaran. Ini mengajarkan kita bahwa setiap tindakan kita akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada akhir zaman.

Tuan tersebut memuji dua hamba yang setia, "Baik sekali perbuatanmu, hai hamba yang baik dan setia." Mereka diberi tanggung jawab yang lebih besar karena telah menunjukkan kesetiaan dalam hal-hal kecil. 

Ini menjadi dorongan bagi kita untuk setia dalam segala hal yang kita lakukan, meskipun itu tampak sepele. Setiap upaya kita yang setia akan dihargai oleh Tuhan.

Sebaliknya, hamba yang tidak setia mengalami nasib yang berbeda. Dia disebut sebagai "hamba yang jahat dan malas" dan akhirnya dihukum. 

Dia kehilangan talenta-nya yang diberikan kepada hamba yang memiliki sepuluh talenta. Ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menginginkan kita untuk menyia-nyiakan anugerah yang telah diberikan, tetapi menginginkan kita untuk bertanggung jawab sepenuhnya.

Ajakan untuk Setia Mengerjakan Talenta

Melalui perumpamaan ini, kita diajak untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip pengelolaan talenta dalam kehidupan kita sehari-hari. Apakah kita mengelola waktu, tenaga, dan kemampuan kita dengan bijaksana? 

Apakah kita menggunakan apa yang telah Tuhan percayakan untuk menjadi berkat bagi orang lain? Setiap tindakan kita dalam mengelola talenta mencerminkan kesetiaan kita kepada Tuhan.

Pdt. Yulia menutup dengan ajakan agar setiap jemaat terus berusaha memaksimalkan talenta yang telah Tuhan percayakan. Kita dipanggil untuk tidak hanya mengembangkan diri, tetapi juga menjadi saluran berkat bagi orang lain. 

Pada akhirnya, semua usaha kita dalam mengelola talenta adalah untuk kemuliaan Tuhan, dan itulah yang menjadi tujuan hidup kita sebagai orang percaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun