Selain itu, dalam hal Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), MK juga memberikan perlindungan lebih kepada pekerja.Â
Pada UU Cipta Kerja, pengaturan mengenai PKWT mengalami perubahan yang menyebabkan ketidakjelasan terkait jangka waktu perjanjian kerja yang bersifat sementara ini.Â
MK menegaskan perlunya ketentuan yang lebih jelas dan membatasi jangka waktu PKWT hingga lima tahun, termasuk perpanjangannya, untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja.Â
Hal ini menunjukkan upaya Mahkamah untuk memastikan bahwa peraturan terkait ketenagakerjaan tidak hanya menguntungkan pengusaha, tetapi juga memberi perlindungan yang layak bagi pekerja.
MK juga menyoroti pentingnya aturan yang tegas mengenai jenis pekerjaan yang dapat dialihkan melalui sistem outsourcing.Â
Dalam UU Cipta Kerja, ketentuan mengenai outsourcing ini dinilai kurang memberikan kepastian bagi pekerja mengenai jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan.Â
Mahkamah meminta agar pemerintah menetapkan secara jelas jenis pekerjaan yang dapat dialihdayakan, guna menghindari eksploitasi tenaga kerja.Â
Dengan adanya kejelasan aturan tersebut, diharapkan perlindungan hak-hak dasar pekerja outsourcing, seperti upah, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang layak, bisa lebih terjamin.
Selain itu, waktu kerja juga menjadi perhatian dalam putusan ini. Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengakomodasi waktu istirahat mingguan bagi pekerja dengan lima hari kerja dan dua hari istirahat.Â
Namun, perubahan dalam UU Cipta Kerja mereduksi hak ini, sehingga menimbulkan ketidakpuasan dari pihak pekerja.Â
MK mendukung perlindungan waktu kerja yang sesuai, dan meminta agar hak istirahat mingguan diatur sesuai dengan prinsip keadilan sosial, untuk menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kesehatan pekerja.