Buto Cakil adalah salah satu tokoh pewayangan Jawa yang dikenal melalui pertunjukan wayang kulit.Â
Berbeda dengan karakter utama yang sering digambarkan memiliki sifat kebajikan, Buto Cakil hadir sebagai sosok raksasa dengan sifat keras dan kepribadian yang kuat.
Tokoh ini tidak ditemukan dalam literatur pewayangan dari India, seperti Ramayana dan Mahabharata, melainkan merupakan inovasi dari budaya Jawa.Â
Nama lain dari Buto Cakil antara lain Gendir Penjalin, Ditya Kala Carang Aking, Kala Klantang Mimis, dan Ditya Kala Plenthong, yang menggambarkan kompleksitas karakter ini dalam budaya Jawa.
Karakteristik utama Buto Cakil adalah energik. Dalam setiap pertunjukan, sosok ini selalu bergerak, baik tangan maupun kakinya, mencerminkan kegelisahan batinnya.Â
Ini serupa dengan beberapa orang masa kini yang selalu sibuk, aktif bergerak, namun sering kali tidak memiliki arah atau tujuan yang jelas.Â
Banyak individu sekarang yang tampak energik dan sibuk, namun aktivitas yang mereka lakukan mungkin kurang berdampak positif atau malah membahayakan orang lain.
Selain energik, Buto Cakil juga memiliki watak keras kepala, tidak suka diatur, dan ceplas-ceplos.
Ini tercermin dalam sikap sebagian orang saat ini yang enggan mendengarkan nasihat dan lebih suka bersikap arogan.Â
Contohnya, ada orang yang berbicara tanpa memikirkan dampak kata-katanya terhadap orang lain, mengkritik atau menyampaikan pendapat dengan kasar di media sosial, dan sering kali tanpa disertai empati.
Keahlian bertarung adalah ciri lain yang melekat pada Buto Cakil. Dalam setiap penampilan, dia kerap menunjukkan kelincahan bertarungnya.Â