Di dunia modern, ada individu yang merasa pandai dan menguasai suatu bidang, namun sering menggunakan kemampuan mereka untuk merugikan orang lain.Â
Misalnya, beberapa orang berbakat menggunakan keterampilan mereka untuk kepentingan pribadi atau untuk menipu, tanpa mempertimbangkan etika dan dampak bagi orang lain.
Sikap pantang menyerah yang dimiliki Buto Cakil adalah karakteristik yang juga bisa kita lihat pada sebagian orang masa kini.Â
Namun, sikap pantang menyerah bisa menjadi pisau bermata dua, terutama jika digunakan untuk tujuan yang salah.Â
Di era digital, banyak yang terlalu fokus mengejar popularitas atau kekuasaan tanpa peduli dampaknya pada orang lain.Â
Seperti Buto Cakil yang selalu berjuang hingga titik darah penghabisan tanpa pertimbangan, beberapa orang masa kini juga kerap tidak peduli pada etika dalam mengejar ambisi pribadi.
Lebih dari sekadar antagonis, Buto Cakil juga dipandang sebagai simbol pekerja keras. Dalam konteks masa kini, ada orang yang bekerja sangat keras namun hanya untuk kepentingan pribadi, bahkan jika itu merugikan orang lain.Â
Contoh nyatanya dapat terlihat pada fenomena individu yang siap melakukan apa saja untuk mencapai tujuan mereka, meski harus memanfaatkan orang lain atau melakukan tindakan yang tidak etis.Â
Sikap kerja keras tanpa tujuan yang benar ini mengingatkan kita bahwa usaha harus didasari oleh niat yang baik, bukan sekadar ambisi.
Ironisnya, Buto Cakil sering digambarkan mati karena pakartinya atau perbuatannya sendiri. Hal ini melambangkan bahwa tindakan buruk akan membawa akibat pada diri pelakunya.Â
Sikap ini juga tampak pada beberapa individu yang terjerumus oleh tindakan negatifnya sendiri, misalnya orang yang mengambil jalan pintas dalam pekerjaan namun akhirnya kehilangan reputasi atau kepercayaan.Â