Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Iptek, dan Pendidikan, Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Falsafah Jawa: Ajining Diri Ono Ing Lathi, Ajining Raga Ono Ing Busana

31 Oktober 2024   17:32 Diperbarui: 31 Oktober 2024   17:33 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Falsafah Jawa "Ajining diri ono ing lathi, ajining raga ono ing busana" mengandung makna mendalam mengenai penghargaan terhadap diri dan perilaku. 

Secara harfiah, ungkapan ini berarti bahwa harga diri seseorang tergantung pada ucapannya, sementara penampilan fisik dihargai melalui cara berbusana. 

Menjaga Pikiran, dan Perkataan

Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini menuntun masyarakat Jawa untuk menjaga pikiran, perkataan, dan tindakan agar senantiasa mencerminkan nilai luhur dan jati diri bangsa yang terhormat. 

Menjaga tutur kata dan tindakan bukan hanya penting untuk citra diri, tetapi juga sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai budaya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam konteks "ajining diri ono ing lathi," lisan atau tutur kata menjadi cerminan nilai seseorang. Orang yang bijak selalu berhati-hati dalam berucap karena menyadari bahwa kata-kata dapat memengaruhi orang lain, baik positif maupun negatif. 

Kata-kata yang terucap sulit ditarik kembali, maka memilih kata-kata yang tepat, sopan, dan penuh makna menjadi bagian dari etika yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa. 

Dengan menjaga tutur kata, seseorang tidak hanya menghormati dirinya sendiri, tetapi juga menunjukkan rasa hormat kepada orang lain dan lingkungannya.

Menjaga Cara Berbusana

Bagian kedua dari falsafah ini, "ajining rogo ono ing busana," menekankan pentingnya cara berpakaian sebagai bagian dari ekspresi diri. 

Busana bukan sekadar penutup tubuh, tetapi juga menunjukkan karakter, status, dan penghormatan terhadap lingkungan sekitar. 

Baca juga: Kompasianival:

Dalam budaya Jawa, berpakaian dengan sopan dan pantas menunjukkan penghargaan terhadap nilai-nilai etika dan estetika yang ada. 

Berpakaian dengan rapi dan sesuai situasi adalah bentuk penghormatan terhadap diri dan orang lain, serta menjaga keharmonisan dalam masyarakat.

Kebijaksanaan Sebagai Kedewasaan

Di balik falsafah ini, terdapat pesan penting tentang menjaga pikiran yang bersih dan tindakan yang bijaksana. Pikiran yang baik akan mendorong seseorang untuk bertutur kata dengan sopan dan bertindak dengan bijaksana. 

Oleh karena itu, menjaga pikiran agar tetap positif dan terbuka akan membantu individu untuk lebih mudah berempati dan menghargai orang lain. 

Orang yang memiliki pikiran yang baik akan lebih mudah memahami sudut pandang orang lain, sehingga terhindar dari konflik yang tidak perlu.

Tindakan yang bijaksana mencerminkan kedewasaan dan kemampuan untuk mengendalikan diri. Tindakan yang diambil seseorang mencerminkan sikapnya terhadap hidup dan lingkungan. 

Budaya Jawa sangat menghargai sikap penuh kesabaran, pengendalian diri, dan empati dalam bertindak. Orang yang mampu bertindak dengan hati-hati dan penuh pertimbangan akan lebih dihormati dalam masyarakat. 

Orang berlaku demikian dianggap mampu menempatkan dirinya dengan baik dalam berbagai situasi.

Selain untuk menjaga keharmonisan dalam lingkungan, penerapan falsafah ini juga bertujuan untuk menjaga jati diri sebagai bangsa yang memiliki budaya luhur. 

Jati Diri

Di tengah arus globalisasi yang sering kali memengaruhi cara berpikir dan bertindak, penting untuk tidak kehilangan jati diri. 

Menghormati budaya sendiri adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur dan identitas bangsa. Masyarakat yang menjaga budayanya akan lebih kuat menghadapi perubahan zaman tanpa harus kehilangan nilai-nilai aslinya.

Falsafah "ajining diri ono ing lathi, ajining rogo ono ing busana" juga menjadi pengingat agar setiap orang tidak melupakan nilai-nilai luhur warisan nenek moyang. 

Nilai-nilai ini telah mengakar dan menjadi bagian dari identitas masyarakat, mengajarkan sopan santun, penghormatan, dan tanggung jawab. 

Ketika kita menerapkan ajaran-ajaran luhur ini, kita turut melestarikan warisan budaya yang membentuk karakter bangsa dan menjaga agar nilai-nilai tersebut tidak terkikis oleh pengaruh asing.

Dengan memahami dan menerapkan falsafah ini, kita dapat menghidupkan kembali nilai-nilai budaya yang memperkuat moralitas dan etika dalam masyarakat. 

Sebuah bangsa yang kuat adalah bangsa yang mampu menghormati dan mempertahankan budayanya, serta tetap menjunjung tinggi nilai-nilai universal yang mengutamakan kedamaian, penghormatan, dan kebijaksanaan dalam bertindak.

Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk terus menggali dan menerapkan ajaran-ajaran luhur ini agar tetap relevan dan menjadi identitas yang kokoh bagi bangsa. 

Melalui penghayatan falsafah Jawa ini, kita dapat menjaga harmoni dalam perbedaan, mempererat hubungan antarindividu, serta memperkaya kepribadian kita sebagai bangsa yang terhormat dan berbudaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun