Mohon tunggu...
Obed Antok
Obed Antok Mohon Tunggu... Jurnalis - Tukang tulis

Berminat Dalam Bidang Sosial, Politik, Iptek, Pendidikan, dan Pastoral Konseling.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dampak Negatif Komunitas Emak-Emak dalam Digital Lifestyle

1 Oktober 2024   20:23 Diperbarui: 5 Oktober 2024   16:45 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tekanan sosial sering muncul dalam komunitas emak-emak, di mana mereka terkadang terlibat dalam setiap kegiatan. Contohnya, seorang ibu merasa bergabung dalam pertemuan di lingkungan atau komunitasnya. 

Banyak kegiatan dalam komunitas ini, seperti senam berbayar atau wisata, memerlukan biaya yang tidak sedikit. 

Di lingkungan tersebut, seorang warga yang tidak mampu membayar biaya senam bulanan mungkin merasa tertekan dan terpinggirkan, menyebabkan beban finansial yang lebih besar.

Kegiatan yang lebih eksklusif dan mahal, seperti wisata belanja, juga dapat menciptakan kesenjangan di lingkungan tersebut. 

Mereka yang tidak mampu mengikuti aktivitas tersebut, seperti ibu rumah tangga dengan penghasilan terbatas, sering merasa tersisih, mengurangi rasa kebersamaan dalam lingkungan tersebut.

Kecemburuan sosial dapat terjadi ketika anggota melihat postingan di media sosial yang menampilkan kehidupan emak-emak di komuntias tersebut. 

Contohnya, jika seorang emak membagikan foto liburan mewah, warga di lingkungan lain mungkin merasa tidak puas dengan kehidupan mereka sendiri, menimbulkan perasaan rendah diri.

Ketergantungan pada media sosial membuat banyak emak-emak terlalu fokus pada citra yang ingin ditampilkan, sehingga mengabaikan keseimbangan antara kehidupan online dan offline. 

Seorang emak yang lebih banyak menghabiskan waktu untuk berfoto dan memposting di media sosial seringkali mengabaikan perasaan warga lain di lingkungan mereka. 

Hal lain yang sering menjadi masalah, kegiatan yang berlebihan dalam kegiatan komunitas dapat mengalihkan perhatian dari tanggung jawab utama. 

Contohnya, seorang anggota yang menghabiskan banyak waktu untuk mengorganisir acara komunitas bisa mengabaikan tugas rumah tangga atau pekerjaan mereka.

Pada masa sekarang media sosial menjadi ajang pamer. Bagi emak-emak mungkin merasa cemas jika tidak mendapatkan banyak 'likes' di postingan mereka, yang diperburuk oleh harapan sosial yang tinggi.

Stigma terhadap warga di suatu lingkungan baik perumahan atau kampung misalnya, mereka yang tidak aktif bisa menciptakan suasana yang tidak mendukung. 

Seorang ibu yang memilih untuk tidak ikut arisan dapat merasa dihakimi oleh warga lain yang aktif, sehingga merasa terasing.

Dalam komunitas, perilaku konsumtif dapat muncul ketika anggota merasa perlu mengikuti tren atau kegiatan yang sedang populer. Ada ibu-ibu mungkin merasa harus membeli pakaian baru untuk setiap acara komunitas, meskipun sebenarnya tidak diperlukan.

Emak-emak yang merasa terpaksa untuk selalu terlibat dalam kegiatan, seperti rapat atau arisan, mungkin kehilangan kesempatan untuk beristirahat atau menjalani hobi pribadi.

Satu contoh konkret adalah arisan yang sering dijadikan kewajiban sosial. Meskipun arisan dapat mempererat hubungan, tekanan untuk ikut serta bisa menyebabkan beban finansial dan waktu yang signifikan. 

Menyadari dampak negatif ini penting agar komunitas emak-emak dapat bertransformasi menjadi lebih inklusif dan seimbang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun